Travelog

Sepenggal Kisah dari Lawatan ke Pendiri Salib Putih Salatiga

Tempo hari setelah seharian singgah ke Salib Putih Salatiga, hari berikutnya saya putuskan untuk ziarah menuju pusara dua dermawan berbeda kebangsaan sekaligus pendiri Salib Putih yakni Adolf Theodorus Jacobus van Emmerik dan Alice Cleverly.

“Oh, makam Emmerik di tengah kebun kopi, Mas! Lurus sama gereja.”

Dengan mengandalkan GPS (Gunakan Penduduk Setempat), saya memberanikan diri berangkat menuju makam Emmerik. Hanya ada satu jalan menuju ke sini, yakni melalui perkebunan kopi milik PTPN Banaran.

Jalan menembus hutan
Jalan menuju makam keluarga Van Emmerik/Ibnu Rustamadji

Pintu Masuk Pusara Emmerik dan Alice Cleverly

Dari jalan utama Salatiga–Kopeng, ke arah makam lewat jalan tanah, kanan dan kirinya terhampar perkebunan kopi. “Asli kebun kopi. Ceri merah atau biji kopi matang siap panen,” gumam saya ketika menapaki jalan menuju makam.

Perjalanan membutuhkan waktu kurang lebih 20 menit, dengan mengendarai motor dari jalan raya. Setibanya di sana, saya kaget bukan kepalang karena saya kira hanya ada dua makam, ternyata tiga!

Berbekal informasi dari Hans Boers, seorang rekan pemerhati makam Belanda di Indonesia, saya mendapatkan cerita di balik keluarga Emmerik.

Adolf Theodorous Jacobus van Emmerik, kelahiran Jacob van Campenstraat 40 Amsterdam tanggal 2 September 1857. Ia merupakan anak dari Jan. Jacobus van Emmerik dan Elisabeth Getruida van Schie. Adolf Th. Jacobus van Emmerik, dikenal sebagai pemimpin “Bala Keselamatan” Salib Putih Salatiga. 

Di Salatiga, ia memiliki dua orang istri. Istri pertama bernama, Charlotta Elisabeth Louise Zeijdel. Mereka menikah pada tanggal 4 April 1888, namun pernikahannya tidak berlangsung lama. Sang istri wafat, enam bulan kemudian tepatnya tanggal 11 Oktober 1888.

Istri kedua bernama, Alice Cornelia Cleverly dinikahi pada tanggal 21 November 1897 di Semarang. Alice Cleverly kelahiran Weistraat No. 87 Bis. London, anak dari Harij Cleverleij dan Sarah Moseij.

Pasca pernikahannya, Alice Cleverly menjadi ajudan Emmerik di “Bala Keselamatan” Salib Putih Salatiga. Menurut Han Boers, mereka tidak bekerja sendirian. Ada beberapa organisasi masyarakat yang membantunya, beberapa di antaranya Vereeniging Oost en West, Vrouwencomité Batavia, dan Assistant Vereeniging Deli. Tidak hanya tenaga, mereka membantu Emmerik dari sisi finansial dan ketrampilan, terutama dari Vrouwencommite Batavia.

“Mereka [Vrouwencommite] membantu memberikan keterampilan untuk para perempuan. Ya, namanya saja vrouw punya artinya nona atau nyonyah, bisa juga ibu,” lanjutnya.

Selain organisasi yang saya sebut sebelumnya, Emmerik dan Cleverly juga mendapatkan dukungan dari Pa van der Steur dan beberapa anggota Vrijmetselarij Magelang. ”Tahu kan tokoh kemanusiaan dari Magelang, Pa van der Steur, dan perannya mengurus anak asuhnya? Bayangkan kalau Salib Putih sampai saat ini bekerjasama dengan organisasi milik Pa van der Steur. Tentu akan sangat bermanfaat untuk anak-anak kurang mampu.”

Emmerik wafat pada 9 Juli 1924, pukul empat sore. Menurut catatan sejarah milik Hans Boers, upacara pemakaman Emmerik dipimpin oleh Dr. Kamp. Nyanyian pujian oleh anak-anak Sekolah Dasar Kristen Pribumi Tingkir, anak didik Emmerik, dan tiga anak asuh Pa van der Steur mengawali prosesi pemakaman. Cleverly kemudian memberikan sambutan dan ucapan terima kasih sebelum akhirnya upacara selesai pukul enam sore.

  • Cungkup makam
  • Makam Kristen
  • Pohon kopi

Sepeninggal Emmerik, Cleverly meneruskan pelayanan. Misi berikutnya selain mengurus anak-anak kurang mampu yakni mendirikan beberapa sarana pendukung upaya penyelamatan.

“Beberapa misi Cleverly yakni mendirikan Nieuwe Keuken, Nieuwe Ziekenhuis, Nieuwe Rijstschuur, Nieuwe Werkloods voor Rijst-Stampen, dan memperluas ajaran Kristen bagian dari misi Zending di Jawa Tengah,” jelas Hans Boers.

Tahun 1930, pemerintah kerajaan Belanda menganugerahi Alice Cleverly dengan “Orde van de Nederlandse Leuw, graad Zilver” dan “Orde Oranje-Nassau, Rider”. 

“Luar biasa mereka berdua itu, Mas,” lanjutnya.

“Siapa Louise Cleverly, apakah anaknya?” tanya saya pada Hans.

“Bukan, Louise Cleverly [yang dimakamkan di sini] merupakan adik dari Alice Cleverly. Ia datang di Salatiga tahun 1903, untuk membantu para ibu di Salib Putih. Louise Cleverly wafat pada tanggal 26 Juli 1942.

Simbol Keabadian Cinta

Alice Cleverly wafat 5 bulan kemudian setelah sang adik, yakni pada tanggal 20 Desember 1942. Ketiganya dikubur berdampingan di rumah mereka Salib Putih Salatiga. Yang menjadikan menarik, makam keluarga van Emmerik ini adalah inskripsi menyentuh di salah satu nisanya.

“… Di mana Engkau Bermalam, 

Disitu Jugalah Aku Bermalam.

Bangsamulah Bangsaku.

Kamu adalah Aku, dan

Aku adalah Kamu.

Di mana Engkau Mati

Akupun  Mati Disana, dan 

Di sanalah Aku Dikuburkan Dengan Engkau…”

Inskripsi ini terpahat di nisan Alice Cleverly, tepatnya di atas sebuah pahatan berbentuk buku yang terbuat dari batu andesit. Simbol kasih sayang dua orang dermawan di Salatiga ini menurut saya meski sederhana, namun memiliki makna yang dalam.

Nisan Makam
Nisan Keluarga Van Emmerik dan Alice Cleverly/Ibnu Rustamadji

Pada waktu-waktu tertentu makam Emmerik diziarahi, kemungkinan oleh pengelola Yayasan dan anak-anak panti asuhan Salib Putih.

Langit Salib Putih mulai berubah warna kuning keemasan, tidak saya sadari sudah sore sekitar pukul setengah lima lebih. Masih sore, tapi karena berada di tengah kebun kopi, saya putuskan untuk menyudahi ziarah.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Biasa dipanggil Benu. Asli anak gunung Merapi Merbabu. Sering nulis, lebih banyak jalan-jalannya. Mungkin pengin lebih tahu? Silakan kontak di Instagram saya @benu_fossil.

Biasa dipanggil Benu. Asli anak gunung Merapi Merbabu. Sering nulis, lebih banyak jalan-jalannya. Mungkin pengin lebih tahu? Silakan kontak di Instagram saya @benu_fossil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Mencicipi Sate Suruh di Salatiga