NusantarasaTravelog

Mencicipi Sate Suruh di Salatiga

Suara bising klakson kendaraan memekakkan telinga. Tumben sekali Salatiga macet sore-sore begini, gumam saya dalam hati. Langit pun mulai gelap. Saya mendadak merasa takut kalau-kalau warung sate yang jadi tujuan saya sudah tutup. Saya lalu meminta rekan yang menyetir kendaraan untuk lebih bergegas, tentunya dengan tetap berhati-hati.

Warung Sate Sapi Suruh namanya. Hanya ada lima Sate Sapi Suruh di jagat raya ini. Awalnya, saya mengira sate ini adalah bisnis waralaba. Tapi, selidik punya selidik, sate ini ternyata bisnis kuliner keluarga yang dikelola turun-temurun. Saat ini Sate Sapi Suruh dijalankan oleh generasi ketiga.

warung sate sapi suruh
Warung Sate Sapi Suruh/Mauren Fitri

Nama Suruh sendiri berasal dari Pasar Suruh, tempat kali pertama warung sate ini dibuka. Meskipun secara geografis Suruh terletak di Kabupaten Semarang, tak sedikit orang yang mengira Suruh bagian dari Kota Salatiga.

Yang bikin saya selalu ingin kembali untuk menyantap sate ini tak lain tak bukan adalah rasanya yang khas dan dagingnya yang sangat empuk. Lucunya, favorit saya bukanlah sate sapi yang jadi menu andalan warung ini, melainkan sate ayam.

daftar harga makanan sate sapi suruh
Daftar harga makanan di Sate Sapi Suruh/Mauren Fitri

Warung sate yang saya datangi sore itu berada di Kompleks Buah No. 8a, Pertokoan Makutarama.

“Mau ke Sate Suruh, Mbak? Parkirnya di sebelah sana saja!” ujar juru parkir yang meminta kami memarkir kendaraan di tempat yang lebih jauh. Bukan apa-apa, kendaraan kami sekarang berhenti di depan toko pakaian.

Daging sate Suruh yang empuk seempuk-empuknya

Tulisan “SATE SAPI SURUH” terpampang di kaca etalase. Di atas bangunan, tergantung spanduk besar warna kuning dengan tulisan sama. Dinding dan beberapa titik lainnya juga tak luput dari tulisan “SATE SAPI SURUH.” Saya jadi bertanya-tanya dalam hati, “Untuk apa nama tempat dipasang sebanyak ini?”

sate
Daging sate sedang dipanggang/Mauren Fitri

Sebaskom sate sapi mentah saya intip dari balik gerobak. Warnanya merah kecokelatan dan sudah dibalut dengan bumbu kacang kasar berwarna agak kekuningan. Bau rempahnya pun tipis-tipis tercium.

Warung ini tampak sangat sederhana. Kecil, hanya ada tiga meja lengkap dengan “kursi bakso.” Tak ber-AC, namun bersih dan nyaman untuk makan. Menu tertempel di salah satu sisi dinding warung, cukup besar dan jelas.

daging sate dipanggang
Daging sate sedang dibalik agar matang/Mauren Fitri

Tiga porsi sate saya pesan, yakni sate ayam, sate sapi campur (gajih/lemak), dan sate sapi daging lengkap dengan ketupat. Iya, ketupat! Di sini tidak disediakan lontong layaknya warung sate pada umumnya. Sebagai pengganti, empunya warung menyediakan ketupat dan nasi.

Tiga porsi sate pesanan saya kemudian diracik, dibumbui lagi sebelum dibakar. Baunya sangat menggoda! Aroma rempah dan kecapnya berbalut dengan bau khas arang. Sate ini pun tak dibakar lama-lama, tidak sampai gosong, hingga akhirnya disajikan dalam sebuah piring beralas daun pisang.

seporsi sate suruh
Seporsi sate Suruh siap disantap/Mauren Fitri

Di atas ketupat, sate-sate yang sudah matang ini diletakkan dan disiram dengan bumbu kacang kasar. Meleleh seketika! Rasa bumbunya gurih, manis, dan sedikit pedas. Mungkin kerena menggunakan gula merah sebagai campuran. Daging satenya pun empuk seempuk-empuknya, tak alot sama sekali. Tak sampai sepuluh menit, tiga porsi sate Suruh ludes. Bukan karena lapar, melainkan karena rasa sate dan bumbunya memang enak. Kalau berhenti makan, rasanya lidah mendadak jadi pahit.

Nah, soal harga, sate Suruh relatif murah. Harganya sesuai sekali dengan porsi yang terhidang. Tapi, yang jelas, rasa sate dan bumbunya bakal bikin kamu kangen untuk balik lagi ke Sate Sapi Suruh.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Suka gendong ransel, suka motret, kadang nulis.

Suka gendong ransel, suka motret, kadang nulis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *