Sudah berapa hari karantina di rumah? Sudah memasuki fase di mana angka episode serial One Piece lebih penting daripada angka kalender tampaknya.
Yah, pandemi ini memang mau tak mau memaksa kita #dirumahaja demi kesehatan pribadi maupun orang sekitar. Kalau tidak penting-penting amat, tak perlu pergi ke luar. Bagi para pendaki, tentunya hal ini lumayan menjengkelkan, mengingat bulan April merupakan jadwal tahunan gunung-gunung Indonesia mulai kembali dibuka, sebut saja Gunung Gede-Pangrango, Gunung Semeru, dan Gunung Prau. Akhirnya, tiket kereta yang sudah kamu beli mesti di-refund.
Jangan bersedih. Tak apa-apa. Lihat saja hikmah di balik pandemi ini. Kita, manusia yang senang mendaki, bisa dekat dengan keluarga, sementara gunung-gunung bisa istirahat sebentar dari menerima manusia yang berbondong-bondong datang setiap akhir pekan. Kamu juga bisa menganggap semua ini sebagai sebuah petualangan. Anggap saja sekarang kamu sedang berlindung dari hujan virus di balik jaket bernama rumah. Diammu sekarang adalah bergerak menuju puncak pandemi lalu turun kembali ke keadaan seperti semula, dengan sehat dan selamat.
Lagipula, kamu patut bersyukur punya hobi mendaki. Setiap pendaki adalah insan unggul nan kreatif. Kita dipaksa untuk selalu beradaptasi dengan segala medan. Jika kamu betah berlama-lama di tanah becek dengan akar menjulang, tentunya kamu akan betah juga berlama-lama di kasur nan empuk di rumah. Dan di rumah, sebagai pendaki, banyak hal yang bisa kita lakukan, seperti:
1. “Workout”
Dalam bahasa umum: berolahraga. Coba review lagi pendakian terakhirmu. Kamu sudah mulai ngos-ngosan di pos berapa? Pos 2?
Pendakian merupakan jenis olahraga yang cukup kompleks. Stamina sangat dibutuhkan dalam olahraga ini. Sekilas, mendaki tampak seperti olahraga aerobik karena mengandalkan suplai oksigen sebagai sumber energi otot tubuh. Namun, fakta di lapangan, energi simpanan dari otot tubuh kita, terutama betis, juga ikut andil dalam kebugaran kita saat mendaki.
Jadi, memang persiapan itu penting banget. Gih olahraga di rumah sebagai persiapan pendakian setelah pandemi ini berakhir. Banyak banget kanal YouTube yang bisa kamu jadikan panduan. Ya, seminimal-minimalnya, kamu bisa skipping di teras rumah.
2. Menengok “peralatan tempur”
Kesibukan sebelum pandemi memaksa kita selalu packing maupun merawat outdoor gear secara terburu-buru. Maka saat inilah kesempatan yang tepat untuk menengok kembali “peralatan tempur” kamu. Apa masih ada bekas tanah di matras atau rain cover keril kamu? Jika lapak memungkinkan, kamu bisa dirikan tenda di rumah untuk melihat sisi-sisi yang tak tersentuh—sekaligus merasakan mountain vibe.
3. Riset rencana perjalanan
Kamu bisa cari tahu lebih dalam tentang gunung yang akan kamu daki setelah pandemi. Catat seluruh info dari vlog pendakian maupun catatan perjalanan para pendaki di internet, dari mulai info soal transportasi umum menuju ke sana, estimasi waktu perjalanan antarpos, bikin daftar logistik yang akan kamu bawa nantinya (coba eksperimen masak menu baru pakai nesting di rumah), juga pantangan-pantangan di gunung yang ingin kamu daki. Soal terakhir ini, kamu boleh tak percaya hal-hal mistis, tapi menghormati aturan lokal merupakan keharusan, bukan?
4. Belanja
Bukan belanja dalam artian keluyuran ke mal, ya. Setelah menengok kondisi “peralatan tempur,” tentunya kamu akan menemukan beberapa alat yang perlu di-upgrade. Kegagalan najak tentu bikin saldo tabunganmu selamat. Coba sisihkan sedikit buat memperbarui peralatan tempurmu. Saat physical distancing ini, berbagai vendor peralatan alam-bebas memberikan diskon yang lumayan menghemat pengeluaran. Jangan lupa gratis ongkirnya juga dipakai, ya.
5. Buka-buka dokumentasi pendakian lama
Buka kembali galeri foto di ponselmu, scroll sampai bawah. Lihat kembali foto keceriaan-keceriaan waktu mendaki, misalnya waktu kamu masak roto bakar depan tenda. Putar kembali video kawan-kawanmu sedang tidur mendengkur dalam tenda. Untuk memeriahkan suasana, coba kirim foto-foto dan video-video itu di WAG pendakianmu.
Foto-foto dan video-video yang keren bisa kamu edit dan unggah di Instagram, biar kawan-kawanmu bisa ikut nostalgia—tentu saja nostalgia pendakian mereka sendiri—dan sejenak melupakan COVID-19.
6. Baca buku
Di era sekarang, membaca buku—entah buku tentang pendakian atau tidak—bukanlah hal yang sulit. Toko eBook sudah banyak di internet. Kamu bisa tengok kembali buku sejarah kala Umar bin Khattab menghadapi wabah tha’un, atau buku Homo Deus karya Yuval Noah Harari tentang perspektif manusia dari zaman ke zaman—termasuk saat menghadapi wabah.
Kamu bisa membaca tentang pelayaran mengungkap sejarah nusantara dari setandan pisang ambon yang berlayar menuju Mesopotamia melalui tulisan Robert Dick-Read dalam buku berjudul Penjelajah Bahari. Ingin tetap “kegunungan”? Tenang, Indonesia punya lord indie bernama Fiersa Besari yang seluruh bukunya bersinggungan dengan pendakian.
Pandemi ini tak sekadar mengurung kita di rumah, namun membuat kita punya kesempatan untuk menggali hal-hal lain di luar rutinitas.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Tinggal bahagia di Kecamatan Sawangan. Gemar mengemas keril walaupun tidak ada pendakian yang dilakukan. Seneng aja packing-nya.