Kopi Klotok Jogja

Foto: Akhmad Idris

Dewasa ini manusia Indonesia lebih sering disuguhi pemandangan sajian kuliner-kuliner non-nusantara di restoran-restoran cepat saji. Varian menu seperti sandwich, omelette, pizza, spaghetti, dan sejenisnya sejatinya telah mengancam keberadaan kuliner nusantara di negerinya sendiri.

Hal semacam inilah yang disebut oleh Kuntowijoyo sebagai sebuah bentuk ancaman terhadap nasionalisme piring. Stigma tentang pizza dipandang lebih prestise daripada koci-koci; dadar gulung; dan semacamnya, telah telanjur mengudara.

Akibatnya, kuliner lokal kehilangan rumah di tanahnya sendiri. Suka atau tidak, masyarakat Indonesia harus bersedia mengakui bahwa ada seorang anak kecil tak berdosa yang dikucilkan oleh orang tuanya sendiri.

Oleh sebab itu, masyarakat nusantara harus berbangga terhadap warung-warung lokalitas yang terus mempertahankan menu-menu khas nusantara, seperti sayur lodeh; telur dadar; sayur tewel, dan seterusnya.

Terhadap yang di dalam piring, manusia berbangga dan terhadap yang di luar piring, manusia berserah. 

Warung Kopi Klotok sebagai Penjaga Keberadaan Kuliner Khas Nusantara

Kopi Klotok Jogja

Foto: Akhmad Idris

Satu di antara warung yang layak diapresiasi (meskipun apresiasi dari dalam negeri sendiri sejatinya kurang berbunyi) atas upayanya dalam mempertahankan kuliner nusantara adalah Warung Kopi Klotok, Yogyakarta.

Warung dengan konsep tradisional ini terletak di samping area persawahan yang kental dengan nuansa kehijauan. Warung yang juga terletak di Jalan Kaliurang KM 16, Pakem ini memiliki daya tarik yang cukup kuat disebabkan oleh dua hal mendasar (disebut mendasar, karena ada hal-hal lain yang juga menarik tapi lebih arah ‘menyabang’ daripada ‘mendasar’).

Dua hal tersebut adalah suasana dan rasa. Warung Kopi Klotok telah identik dengan bangunan joglo khas bangunan-bangunan tradisional Jawa Tengah, sehingga mengunjungi warung ini menjadi semacam perjalanan rohani ke masa lalu tentang kursi dan meja kayu; gelas dengan corak putih hijau; lampu teplok; radio lawas; dan beberapa benda lainnya yang mampu menyihir suasana.

Kopi Klotok Jogja

Foto: Akhmad Idris

Sementara perihal rasa adalah usaha tentang pemberdayaan makanan-makanan khas nusantara yang tidak disisipi satu pun menu non-nusantara. Menu-menu seperti oseng jipang, lodeh terong, lodeh kluwih, lodeh tempe lombok ijo, tempe, telur dadar, dan ikan asin.

Varian menu tersebut benar-benar diolah dengan optimal agar rasa dari setiap bumbunya terasa nyaman di lidah. Agaknya memang pilihan bumbu dan bahan menjadi pertimbangan utama sebelum disajikan kepada para pelanggan. Selain menu makanan berat, sajian minuman dan makanan ringannya juga menyuguhkan sajian khas nusantara. Sebut saja seperti jadah, pisang goreng, kopi hitam, dan teh tarik. Semua menu sengaja disajikan secara fresh dari penggorengan, sehingga di Warung Kopi Klotok aspek rasa memang menjadi faktor utama dalam penyajian makanan.

Menikmati sajian pisang goreng dan jadah hangat dilengkapi seruput teh tarik atau kopi hitam (yang juga hangat) akan menjadi selaksa waktu yang sendu untuk mengurai rasa gelisah yang kelabu. Ditambah lagi, suasana hijau di sekeliling warung juga akan menambah rasa tenang, nyaman, dan kesadaran bahwa hidup dan kehidupan adalah dua hal yang sangat jauh berbeda.

Pada Kenyataannya, Kuliner Khas Nusantara juga Layak Diperhitungkan dalam Percaturan Khazanah Kuliner Dunia

Kopi Klotok Jogja

Foto: Akhmad Idris

Warung Kopi Klotok sudah dibuka sejak pukul 07.00 dan saat itu pula pengunjung akan berbaris rapi mulai dari dalam warung hingga area luar warung. Secara ‘harfiah’, fakta ini mengisyaratkan makna bahwa Warung Kopi Klotok diminati banyak orang karena dua hal mendasar yang telah disebutkan sebelumnya (suasana dan rasa) sesuai dengan selera kebanyakan orang. Padahal dalam arti ‘yang lain’, fakta tersebut sejatinya juga menyiratkan makna bahwa kuliner khas nusantara juga siap ‘bertarung’ di meja makan lintas-negara.

Asumsi ini bukanlah asumsi tak mendasar, sebab dapat dibuktikan dengan beberapa pelanggan yang mengunjungi Warung Kopi Klotok tidak hanya berasal dari wisatawan domestik, tetapi juga dari beberapa wisatawan mancanegara. Jika orang yang bukan dari negeri sendiri saja menyukai masakan nusantara, maka bukankah kuliner khas nusantara ini layak disandingkan (atau kalau perlu dimenangkan) dengan beberapa kuliner dunia yang telah terkenal di seantero bumi? 

Persoalan utama masyarakat negeri tanah surga ini adalah minder dengan milik pribadi dan takjub dengan milik orang lain. Padahal, kunci kesejahteraan adalah berbahagia dengan segala yang telah dimiliki, tidak malah sibuk berhalusinasi tentang hal-hal yang di luar kendali diri.

Analogi sederhananya seperti ini, terhadap yang di dalam piring, manusia berbangga dan terhadap yang di luar piring, manusia berserah. Setiap orang telah memiliki ‘jatah’ di piringnya masing-masing, sehingga satu-satunya yang bisa dilakukan adalah berbahagia sekaligus berbangga atas yang ada di hadapannya.

Hal yang lebih berbahaya dari semua yang telah disebutkan adalah jika semua masyarakat Indonesia lebih membanggakan ‘jatah’ di piring ‘masyarakat lain’, maka siapa yang akan membanggakan ‘jatah’ di piring masyarakat Indonesia (bila ‘masyarakat lain’ telah berbangga dengan ‘jatahnya’ sendiri)? 

Akhir kata, mari belajar dari Warung Kopi Klotok.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar