Apakah kamu sudah menjalani vaksinasi COVID-19? Seperti yang kita tahu, pemerintah Indonesia sedang gencar-gencarnya menyelenggarakan vaksinasi massal kepada seluruh lapisan masyarakat sebagai salah satu upaya untuk meredam penyebaran COVID-19. Berbagai program vaksinasi pun dilakukan. Salah satu bagian dari program ini juga turut saya rasakan.
Awalnya, saya mendaftarkan vaksinasi melalui website yang disediakan Pemkot Surabaya. Satu minggu kemudian, saya mendapatkan SMS konfirmasi yang akan terhubung ke aplikasi Halodoc. Setelahnya saya harus konfirmasi appointment di Puskesmas tempat saya tinggal.
Kala itu, saya mendapatkan jadwal vaksinasi pada 8 Juli 2021 di Puskesmas Tenggilis Mejoyo, Surabaya. Tetapi sehari sebelumnya, saya mendapatkan SMS kembali bahwa lokasi vaksinasi dialihkan ke Stadion Gelora 10 November, Tambaksari, Surabaya.
Saya berpikir, wah lumayan jauh nih dari rumah. Saya mencari informasi di internet, ternyata Pemkot Surabaya sedang mengadakan vaksinasi massal untuk semua warga Surabaya mulai tanggal 7-11 Juli 2021. Jadi, semua yang mendapatkan jadwal vaksin di Puskesmas pada tanggal tersebut, lokasinya dialihkan ke Stadion Gelora 10 November.
Saya ragu-ragu, melihat pemberitaan di media. Banyak sekali warga yang menyerbu Stadion Gelora 10 November. Apakah akan aman jika saya vaksinasi di sana?
Bukankah malah memicu kerumunan dan berpotensi menularkan COVID-19?
Setelah bertanya ke teman-teman yang sudah mendapatkan vaksinasi lebih dulu di sana, mereka bilang bahwa protokol kesahatan diberlakukan cukup ketat. Pun, selama persyaratan kita lengkap, pasti akan mendapatkan vaksin.
Dengan mantap saya menyiapkan formulir yang saya unduh melalui website Pemkot. Saya cetak, kemudian mengisi data diri. Kemudian saya menyiapkan fotokopi KTP sebagai pelengkap syarat. Untuk warga yang dengan alamat KTP di luar Surabaya, mereka harus mencantumkan surat keterangan domisili dari RT dan RW. Kalau tidak disertakan, tidak bisa mendapat vaksin.
Bersama kakak, saya berangkat ke lokasi. Sampai di sana sekitar pukul 10.00. Saya bertanya ke petugas parkir, “Mas, ini antrean yang cepet sebelah mana ya?” Ia menjawab, ”Lewat pintu yang samping ini aja Mbak, kalo yang sana antrenya panjang.”
Saya menerima saran tersebut. Dan ternyata benar! Hanya 5 menit saya antre di depan gate, setelah itu berjalan masuk dan duduk di tribun.
Relawan dan Satpol PP berjaga di beberapa titik tribun. Mereka akan menegur orang-orang yang duduknya tidak teratur atau bergerombol. Alurnya adalah, kita akan duduk secara teratur dari tribun atas sampai bawah. Bagian baris paling depan akan dipanggil petugas untuk berjalan ke tengah lapangan dan diarahkan ke tenda screening.
Ada banyak tenda dengan ratusan tenaga medis dan relawan yang akan membantu proses vaksinasi. Setelah satu baris paling depan berjalan ke lapangan, baris atasnya akan turun 1 tingkat. Begitu seterusnya. Tapi, yang namanya juga vaksinasi massal—ada ribuan orang berpartisipasi, jadi saya menunggu di tribun kurang lebih 2 jam.
Selama saya menunggu, banyak sekali kejadian lucu dari orang-orang di sekitar. Kebetulan, saya dikelilingi orang tua. Minim anak muda seumuran. Saya mendengar beberapa perbincangan mereka. Ada yang bergosip, ada yang sedang membicarakan para petugas vaksin, hingga perbincangan seputar tetangga yang terpapar COVID-19 dan mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah. “Nah iya gimana sih? Kalau dibuat PPKM lagi, suami saya sepi jualannya. Modal nggak balik.” Celetuk seorang ibu di samping kiri saya.
“Aduh panas banget, ingin sehat kok ya gini banget perjuangannya.” Suara perempuan yang entah di mana letak duduknya. Saya Cuma senyum-senyum sendiri mendengarkan keriuhan ini. Mau bagaimana lagi, namanya juga masyarakat, pasti memiliki banyak keresahan yang disampaikan dengan cara-cara sederhana.
Tidak sedikit yang berusaha curang dengan mendahului orang di depan atau di sampingnya, kalau istilah jawanya “nyerobot” lah. Ada juga yang belum giliran masuk lapangan, tapi nyelonong gitu aja. Alhasil, dia ditarik petugas dan harus mengulang duduk di tribun bagian atas.
Banyak warga yang sudah terlanjur lama mengantre, tapi harus pulang kembali karena tidak membawa surat keterangan domisili dari RT dan RW. Sayang sekali kan? Padahal sudah menunggu berjam-jam lamanya.
Saya salut dengan kesabaran petugas dan relawan. Setertib-tertibnya warga, tetap saja jumlahnya banyak. Pasti ada saja hal aneh yang mereka lakukan. Petugas pun tidak henti-hentinya menegur mereka yang tidak tertib, baik secara langsung atau melalui megaphone.
Akhirnya sekitar jam 12 siang, saya mendapat giliran. Screening aman. Saya tidak punya riwayat penyakit yang dapat menghambat proses vaksinasi. Lanjut ke penyuntikan vaksin. Saya kira akan sakit, ternyata malah nggak kerasa apa-apa. Nggak ada sakit sama sekali. Oke, mission completed.
Setelah vaksinasi, jantung ini berdebar cukup kencang. Sedikit pusing dan serasa ada yang mengalir ke seluruh bada. Orang Jawa menyebutnya, “kemerenyeng.” Tapi saya baik-baik saja. Sekitar jam 1 saya sudah tiba di rumah. Malam harinya, lengan kiri saya terasa sakit, tapi esok paginya sudah kembali normal.
Alhamdulillah, saya tidak merasakan efek menggigil atau sakit yang lain seperti yang disebutkan orang-orang. Setelah vaksinasi, saya tetap bisa bekerja seperti semestinya. Vaksin kedua saya dijadwalkan tanggal 7 Agustus 2021. Tak sabar.
Satu minggu kemudian, saya mendapatkan SMS notifikasi sertifikat vaksin bisa dilihat dan diunduh pada laman atau aplikasi pedulilindungi.id. Sertifikat ini banyak dijadikan syarat bepergian, entah di dalam kota atau di luar kota.
Kalau kalian gimana, sudah vaksin?
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Gemar membaca, begitu tertarik pada dunia tulis-menulis dan jurnalistik, dan pencinta kopi.