#dirumahajaItinerary

Tuliskan Perjalananmu, Mumpung Lagi di Rumah Aja

Kayaknya banyak di antara kamu yang mesti berbesar hati buat ngebatalin rencana jalan-jalan karena wabah COVID-19. Nggak perlu kecewa. Mungkin memang sudah begini jalannya.

Nah, mumpung kamu lagi #dirumahaja, kenapa nggak coba menuliskan cerita soal perjalanan-perjalananmu yang sudah lewat saja? Itung-itung throwback. Lagian, sayang banget kalau cerita, foto, dan mungkin videomu cuma nganggur aja di laptop atau hardisk eksternal.

“Pengen, sih. Tapi gimana caranya?” kamu bertanya. “Terus, habis ditulis, mau diapain?”

Tenang, Sob. TelusuRI bakal jawab pertanyaanmu satu per satu. Untuk pertanyaan pertama, jawabannya ada di bawah:

1. Buka-buka buku catatan, foto, dan video

Mungkin kamu ingat banget sebagian besar kejadian yang kamu alami dalam perjalanan. Cuma, supaya tulisanmu lebih solid, nggak ada salahnya buat ngubek-ubek buku catatan yang kamu bawa pas traveling dan foto/video yang kamu ambil selama berkelana. Supaya bisa tahu detail-detail perjalanan semisal hari dan tanggal, kamu bisa membuka properties foto dan video itu (dengan catatan kamu menyetel tanggal dan jamnya dengan benar).

Peta, koran, dan buku catatan via pexels.com/Dominika Roseclay

2. Ingat-ingat peristiwa/tempat/orang menarik yang kamu jumpai dalam perjalanan

Supaya tulisanmu jadi bernyawa, tentulah kamu mesti paham betul apa yang hendak kamu ceritakan. 

“Susah banget itu,” ujarmu.

Memang susah, tapi bisa dilatih, kok. Salah satu cara melatihnya adalah dengan merekoleksi peristiwa/tempat/orang menarik yang kamu jumpai dalam perjalanan. Kalau sudah ketemu, kamu bisa menjadikan itu sebagai tema besar tulisan. Misal, pas di jalan-jalan, kereta api yang kamu tumpangi tiba-tiba mogok. Kamu bisa bercerita soal kereta yang mogok itu. Intinya, kembali lagi ke atas, kamu mesti paham betul apa yang hendak kamu ceritakan.

3. Tentukan format tulisan

Sekarang, ada dua format tulisan yang lazim digunakan penulis perjalanan, yakni listicle dan narasi. Format listicle ini cocok banget kalau kamu pengen berbagi informasi praktis seperti itinerary, tips dan trik, dos and don’ts, dll.Sementara itu, format narasi, dengan tokoh aku/saya, dia, mereka, latar, plot, klimaks, antiklimaks, kesimpulan, dll., lebih cocok digunakan kalau tujuanmu adalah mengajak pembaca ikut jalan-jalan bersamamu ke tempat itu.

Ilustrasi menyusun kerangka cerita perjalanan via pexels.com/Pixabay

4. Biarkan cerita mengalir begitu kamu mulai menulis

Bagian terberat dalam menulis cerita perjalanan adalah saat akan memulai. Tapi, begitu kalimat pertama meluncur, kalimat-kalimat selanjutnya akan bermunculan sambung-menyambung. Kadang-kadang, kamu bakalan terkejut sendiri dengan loncatan-loncatan ide yang kamu alami sewaktu menulis. Jangan terlalu lama berhenti di satu paragraf kalau kamu kurang yakini sama kata-kata yang ada di sana. Toh itu baru naskah kasar. Begitu rampung, kamu ‘kan bisa mengeditnya.

5. Kroscek fakta

Namanya tulisan perjalanan, tentu kamu bakal menuliskan nama kota. Kalau yang kamu ceritakan adalah tempat bersejarah, kemungkinan besar kamu juga bakal menuliskan nama para tokoh dan tanggal-tanggal penting. Nah, sebelum mengedit, sebagai bentuk tanggung jawab intelektual kepada para pembaca, sebaiknya kamu memeriksa kebenaran cara menulis nama tempat, cara menulis nama tokoh, dan akurasi penulisan tanggal. Sekarang sudah gampang banget buat mengkroscek data di internet. Jadi nggak ada alasan lagi buat keliru menuliskan nama orang atau tanggal penting. Ingat: tolong krosceknya ke sumber-sumber terpercaya, ya.

Dashboard blog via pexels.com/Pixabay

6. Cek lagi tulisanmu buat memastikan nggak ada yang ketinggalan atau salah tulis

Kalau sudah selesai menulis, jangan buru-buru ngacir. Kamu mesti mengecek lagi tulisanmu untuk memastikan bahwa nggak ada cerita yang ketinggalan. Selain itu, proses pengecekan ini juga ngasih kamu kesempatan untuk memastikan bahwa di tulisanmu nggak ada kesalahan tipografi (typo).

“Udah jadi, nih. Cakep!” ujarmu. Lalu, kamu meng-copas pertanyaan di atas banget: “Terus, habis ditulis, mau diapain?”

Ada dua pilihan. Pertama, kamu bisa bikin blog (kalau belum punya) dan mengunggah cerita perjalananmu di sana. Kedua, kamu bisa mengirimkan catatan perjalananmu ke website-website perjalanan, misalnya TelusuRI.id. Kalau ceritamu OK, website-website perjalanan bakalan dengan senang hati menayangkan tulisanmu.

Jadi, mumpung lagi #bukanliburan dan kamu #dirumahaja, coba deh tuliskan cerita-cerita perjalananmu!


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *