Pada kesempatan kali ini, saya ingin bercerita tentang semangkuk soto dari Bumi Sukowati. Kabupaten Sragen—yang mendapat julukan Bumi Sukowati—memiliki brand soto yang sangat terkenal, yaitu Soto Gimo Girin. Mbah Girin ini memulai warung sotonya sejak tahun 1953. Kemudian, selepas beliau wafat, warung soto ini diteruskan oleh anak dan cucunya.
Sejak masih kecil, saya sudah mengetahui eksistensi soto ini. Mbah saya adalah orang asli Sragen. Otomatis, setiap pulang kampung selalu ada ritual makan Soto Girin. Belum afdal rasanya kalau pulang kampung, tetapi tidak berkunjung ke warung soto legendaris ini. Biasanya, kami mendatangi Warung Soto Girin beramai-ramai. Mbah, pakde, budhe, om, tante, hingga cucu. Semuanya ikut serta.
Oleh sebab itu, secara pribadi saya memiliki ikatan emosional dengan Soto Girin. Saat menyantapnya, tidak hanya tentang kenikmatan semangkuk soto, namun juga sebuah memori hangat yang melekat. Lama saya perhatikan, warga Sragen terbiasa menyebut soto bukan dengan bunyi “soto”, tetapi “sauwto”.
Bagi saya, soto merupakan comfort food yang bisa dinikmati di segala situasi. Kuahnya yang panas dan kaldu yang segar selalu berhasil membuat saya kembali bergairah. Biasanya, saya menyantap soto pada pagi hari. Kendati demikian, jika ada ajakan makan soto di siang atau malam hari, saya pun tidak akan menolak. Ya, sebesar itu rasa gandrung saya pada makanan berkuah ini.
Hidup bernomaden di beberapa pulau di Indonesia membawa saya pada keberuntungan. Pasalnya, saya bisa menjajal langsung soto-soto yang otentik dari tiap daerah. Di tiap daerah semua masakan bernama soto pasti berkuah. Namun demikian, karakter bumbu soto pada kuah itulah yang membedakan cita rasa tiap-tiap soto. Begitu juga dengan Soto Girin.
Karakter Kuah Soto Gimo Girin
Di Sragen sekarang, kira-kira sudah ada tujuh cabang Warung Soto Girin. Resepnya menggunakan resep asli dari Mbah Girin. Pak Gimo adalah anak Mbah Girin yang ke-4. Konon, sejak kecil mereka semua diajarkan oleh Mbah Girin untuk mengolah soto. Merek Girin ini hanya boleh dipakai oleh anak dan cucu dari keluarga inti saja.
Kebetulan mbah dan bapak saya sangat suka dengan Soto Girin yang cabangnya di Gimo Girin. Menurut mereka, kuah soto di Gimo Girin terasa lebih segar dari cabang lainnya. Sekilas memandang, kuah dan isian mangkuk soto di semua cabang sama saja. Akan tetapi, jika dicermati lebih lanjut, kuah Soto Gimo Girin tidak terlalu ada gajih sapinya sehingga terasa lebih ringan. Kalau sudah berbicara selera, persoalan ini pun menjadi subjektif. Saya sih manut saja karena ternyata selera mereka berdua menurun juga ke saya. Bagi saya, kuah soto yang ringan ini sangat effortless ketika diseruput.
Kalau kamu sedang berlibur atau melewati Kabupaten Sragen, jangan lupa mampir ke sini. Harganya sangat terjangkau. Seporsi soto daging sapi yang berisi nasi, kuah soto segar yang berwarna kuning keruh diisi irisan daging sapi, tauge, irisan daun bawang, seledri, dan juga bawang goreng hanya dibanderol dengan harga Rp8.000.
Bagi saya pribadi, kuah adalah kunci dari nikmatnya semangkuk soto. Selain rasanya yang harus sedap, kuah soto pun harus panas mongah-mongah. Fakta lain yang membuat kuah soto di sini terasa sedap adalah pengolahannya masih dilakukan secara tradisional dengan menggunakan kuali tanah liat dan tungku kayu bakar.
Daging, Babat, Paru, dan Gorengan sebagai Pelengkap Soto
Elemen lain yang spesial dan menjadi incaran para pelanggan adalah pelengkap soto seperti: empal, babat, paru, dan gorengan. Jika daging dalam semangkuk soto terasa kurang, kamu bisa menambahkan dengan empal goreng yang tersedia di sini. Dagingnya besar-besar, empuk, dan sangat gurih. Bagi penggemar babat dan paru, kalau ke sini pokoknya jangan sampai melewatkannya!
Buat kamu yang tidak bisa makan daging sapi, tenang saja. Masih tersedia pelengkap soto seperti tahu dan tempe goreng. Tahu dan tempe goreng di sini ukurannya besar, namun harganya sangat murah, hanya Rp1.000 per satuannya.
Lokasi Soto Gimo Girin
Berbeda dari cabang lainnya, Soto Gimo Girin letaknya tersembunyi—hidden gem—di gang yang sepi, tepatnya di Jalan Letjen Panjaitan Nomor 1, Sragen Kulon. Kendati tidak terletak di pinggir jalan raya dan hanya mengambil tempat di teras rumah, warung ini laris diserbu pengunjung. Kalau saya perhatikan, ada banyak plat mobil dari luar kota yang ikut meramaikan warung. Selain menjual soto yang enak, warung ini ternyata juga berhasil menjadi ajang pertemuan lintas kelas sosial yang ada di masyarakat.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.