Pilihan EditorTravelog

Menyantap Martabak Mesir Spesial di Restoran Kubang Hayuda

Ketika masuk, hidung saya disambut perpaduan aroma rempah yang lembut dan margarin yang gurih. Mustahil untuk tidak lapar setelah mencium aroma itu.

Dibanding tiga tahun lalu, suasana Restoran Kubang Hayuda di Jalan M. Yamin Padang itu tak berbeda jauh. Nuansa warna interiornya memang berubah jadi merah, namun meja panjang, kursi-kursi nyamannya, bahkan kasirnya masih tetap sama.

restoran kubang hayuda

Etalase depan Restoran Kubang Hayuda/Fuji Adriza

Sesaat setelah mendapatkan bangku, saya dan Abenk langsung memesan makanan legendaris Restoran Kubang Hayuda, yakni martabak mesir. Tak tanggung-tanggung, yang kami pesan adalah dua porsi martabak mesir spesial. Untuk melepas dahaga tak ada yang lebih pas ketimbang segelas jus alpukat dingin.

Namun karena yang kami pesan bukan martabak biasa yang stoknya menumpuk di rak khusus di pojok barat, kami mesti bersabar menunggu sebentar.

Tak lama empat mangkuk kecil cuka diantarkan ke meja kami. Inilah salah satu yang membedakan martabak biasa dengan yang spesial. Martabak biasa hanya disertai dengan satu mangkuk mini cuka, sementara martabak spesial dilengkapi dua mangkuk kuah.

restoran kubang hayuda

Mengisi kulit martabak dengan adonan martabak mesir/Fuji Adriza

Sekitar lima menit kemudian dua porsi martabak mesir spesial yang masih mengepul-ngepul menyusul. Untuk memudahkan konsumen, martabak itu dipotong-potong menjadi enam belas fragmen. Saya langsung mengguyur martabak tebal itu dengan cuka berwarna coklat kehitaman penuh potongan bawang bombay, cabe rawit, dan tomat.

Warisan Haji Yusri Darwis

Sayangnya, meskipun nama Restoran Kubang Hayuda sudah ke mana-mana, tak banyak yang tahu “Hayuda” itu apa. (Saya sendiri selama ini menyangka Hayuda adalah plesetan dari jenama mobil, Hyundai.) Ternyata Hayuda adalah singkatan nama sang pendiri restoran—sekaligus inventor martabak mesir—yakni Haji Yusri Darwis.

Sejarah Restoran Kubang Hayuda diulas panjang lebar dalam skripsi tingkat sarjana Mhd. Rizki Feryan, mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Andalas Padang.

restoran kubang hayuda

Martabak mesir digoreng dengan wajan datar/Fuji Adriza

Restoran Kubang dan martabak mesir barangkali takkan pernah ada kalau Yusri Darwis, pemuda Nagari Kubang, Kabupaten Lima Puluh Kota, tidak merantau ke Bagan Siapi-api, Riau, dan bekerja di warung martabak.

Di kota yang terkenal dengan tradisi bakar tongkang itu Yusri Darwis muda belajar memasak martabak keling sampai akhirnya mendapat ide untuk menambahkan daging dan sayuran ke adonan martabak khas India yang “kering” itu. Ia kemudian menamakan penemuannya sebagai martabak mesir.

Pulang dari perantauan, sambil mengumpulkan modal untuk memulai usaha martabak mesir, Yusri Darwis berjualan martabak manis di Jalan Permindo Padang. Dari sana ia pindah ke Simpang Kandang (menumpang di Bofet Buya sekitar lima tahun) sebelum akhirnya menyewa kedai sendiri di Jalan M. Yamin tahun 1976 dan memulai legenda Kubang Hayuda.

restoran kubang hayuda

Suasana Restoran Kubang Hayuda/Fuji Adriza

Sekarang, empat puluh tahun lebih setelah Restoran Kubang Hayuda berdiri, resep martabak mesir warisan Haji Yusri Darwis telah menyebar ke segala penjuru.

Selalu mampir setiap kali mudik

Haji Yusri Darwis barangkali tak pernah menyangka resepnya akan menyebar ke mana-mana. Cobalah jelajahi Sumatera Barat. Di setiap pasar atau pusat keramaian pasti kamu akan menemukan sekurang-kurangnya sebuah kedai yang menjual martabak mesir.

restoran kubang hayuda

Seporsi martabak mesir spesial/Fuji Adriza

Bagi perantau Minang aroma martabak mesir selalu memancing nostalgia. Lebih dari sekadar makanan pemuas selera, martabak mesir jadi semacam memorabilia yang akan mengingatkan mereka pada rumah, kampung, balai (pasar), dan jalan-jalan sepi tempat mereka dahulu menghabiskan masa kecil dan remaja.

Saat mudik, tentulah kedai-kedai martabak mesir seperti Restoran Kubang Hayuda jadi salah satu lokasi favorit untuk reuni. Saya sendiri selalu menyisihkan waktu untuk mampir ke Restoran Kubang Hayuda untuk menyantap sepiring martabak mesir dan segelas jus alpukat sambil bertukar cerita dengan kawan-kawan lama.

“Masih mau, nggak?” ujar Abenk menawarkan dua potong martabak mesir pada saya. Martabak spesial memang sedikit lebih besar ketimbang yang biasa.

Saya—tentu saja—menyambut tawarannya dengan senang hati.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Pembaca realisme magis dan catatan perjalanan.

Pembaca realisme magis dan catatan perjalanan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *