Nama es badeg yang populer di daerah Banyumasan ini mungkin masih terdengar asing di telinga kamu. Minuman ini memang kalah tenar dibandingkan minuman-minuman tradisional lain.
Badeg sendiri terbuat dari hasil sadapan bunga kelapa. Hasil sadapan itu kemudian disimpan dalam wadah bambu bernama pongkor.
Tapi, badeg dijual per gelas, bukan per pongkor. Soalnya, satu pongkor bisa untuk dua puluh gelas! (Kecuali mungkin kamu pulang dari gurun pasir terus haus minta ampun.) Nah, badeg akan terasa jauh lebih segar kalau ditambahkan es.
Rasanya segar-segar “semriwing”
Soal rasa, minuman dingin ini segar-segar manis semriwing, gitu. Dipikir-pikir, rasanya mirip-mirip es legen yang jamak ditemukan di daerah Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Bedanya, es badeg dari pohon kelapa sementara es legen dari pohon siwalan. Kalau ditanya, saya sendiri lebih suka badeg. Alasannya, menurut saya rasanya lebih legi (manis) ketimbang siwalan.
Sebenarnya air badeg ini bisa diolah menjadi gula merah. Tapi di kota saya, Cilacap, malah banyak yang sengaja mendiamkan es badeg selama berhari-hari biar ada kandungan alkoholnya.
Dulu penjualnya berkeliling dengan sepeda
Dulu, sekitar tahun 90-an, ramai sekali yang menjual es badeg. Biasanya para penjualnya akan berkeliling menjajakan es dengan bersepeda.
Pongkor-pongkor berisi badeg akan ditaruh di bagian belakang sepeda. Kekhasannya itulah yang bikin sepeda penjual es badeg gampang dikenali meskipun dari jauh.
Namun, seiring berjalannya waktu, penjual badeg menghilang satu per satu. Di Cilacap sendiri saya hanya menemukan seorang penjual badeg saja. Itu pun bukan bersepeda, melainkan menggunakan gerobak. Soal harga, di Cilacap sendiri harga es badeg sekitar Rp 2.500 per gelas. Minat?
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.