Pilihan EditorTravelog

Setengah Hari di Kampung Alam Malon, Kampung Batik di Kota Semarang

Belum banyak yang tahu kalau di Gunung Pati, Kota Semarang, ada sebuah perkampungan batik bernama Kampung Alam Malon. Tapi, di sana kamu bisa menemukan banyak atraksi lain selain batik.

Wedang Malon, misalnya. Minuman khas Kampung Malon itu menyambut kedatangan kami siang itu. Minuman itu terbuat dari rempah seperti jahe, kapulaga, jeruk purut, kayu manis, gula jawa, pandan, irisan daging kelapa muda, dsb. Supaya lebih nikmat, wedang Malon bisa ditambahkan susu sapi segar. Rasanya? Seperti STMJ.

kampung alam malon
Wedang Malon/Mauren Fitri

Nggak hanya aroma, rasa rempahnya juga cukup kuat. Untuk sekadar menghangatkan dan menyegarkan badan, cocok sekali.

Setelah menghabiskan dua gelas wedang Malon dan beberapa potong ketela rebus, saya dan teman-teman penggiat wisata diajak berkeliling kampung oleh Pokdarwis Kampung Malon.

kampung alam malon
Kegiatan membatik di Kampung Alam Malon/Mauren Fitri

Ketika berjalan menelusuri kampung, saya melihat bahwa beberapa rumah warga Kampung Malon dijadikan workshop pembuatan batik sebagai atraksi wisata.

Batik dengan pewarna alami

Kampung Alam Malon nggak cuma punya batik cap, tapi juga batik tulis. Motifnya bervariasi. Tapi, umumnya motif batik Malon adalah yang berciri Semarangan dan Gunung Pati. Selain durian dan jambu kristal, motif-motif yang jamak adalah ragam flora dan fauna.

kampung alam malon
Mengecap batik/Mauren Fitri

Batik di Kampung Malon dihias dengan pewarna alami yang berasal dari limbah bakau, tingi, jelawe, indigofera, secang, tegeran, dan kulit jambal. Sebagian besar tumbuhan yang jadi bahan baku pewarna alami ini dibudidayakan sendiri oleh warga.

Penggunaan pewarna alami ini juga jadi salah satu media kampanye pelestarian lingkungan. Bahan-bahan nonkimia tentunya nggak menghasilkan limbah yang akan mencemarkan lingkungan.

kampung alam malon
Canting dan malam/Mauren Fitri

Mencicipi sate krembi

Waktu keliling kampung, saya dan rekan-rekan juga diajak menyantap sate krembi, yang juga makanan khas Kampung Alam Malon. Wujud sate ini adalah setusuk ketan rebus yang dikepal, irisan tempe, dan daging ayam.

Aromanya khas seperti jajanan penthol di Madiun sana. Sate krembi jadi lebih menggiurkan kalau disiram dengan bumbu kacang seperti yang biasanya melengkapi sate ayam.

kampung alam malon
Mewarnai batik/Mauren Fitri

Setelah beberapa tusuk sate saya tandaskan, makan siang yang sesungguhnya muncul. Kalau kata rekan saya, “Belum โ€ฆ makan kalau belum makan nasi.”

Tak menunggu lama, menu makan siang yang lezat lagi njawani itu pun berakhir dalam perutโ€”nasi urap, sate krembi, ditambah ikan asin dan perkedel kentang.

kampung alam malon
Sate krembi dkk./Mauren Fitri

Setelah kenyang, saya dan rekan-rekan kemudian dituntun oleh Pak Gareng yang memandu kami siang itu ke kebun warna untuk melihat tanaman-tanaman pewarna, seperti indigofera.

“Jegog lesung” di Padepokan Ilir-ilir

Matahari siang itu sungguh terik. Kepala saya jadi pusing karena kami berpanas-panasan di tengah kebun tanpa tutup kepala. Setelah sesi keliling kebun berakhir, kami bergegas ke Padepokan Ilir-ilir.

kampung alam malon
Bahan pewarna alami/Mauren Fitri

Saat menuju padepokan itu, sayup-sayup terdengar suara seperti jegog lesung. Semula saya bertanya-tanya ada apa gerangan. Setiba di padepokan, barulah saya tahu bahwa suara itu berasal dari ibu-ibu Kampung Malon yang sedang memainkan alu dan lesung.

Ternyata padepokan itu memang jadi tempat warga Kampung Malon belajar seni dan budaya. Padepokan itulah yang jadi atraksi pamungkas dalam perjalanan pertama saya ke Kampung Alam Malon kali itu.

kampung alam malon
Ibu-ibu sedang “jegog lesung”/Mauren Fitri

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Suka gendong ransel, suka motret, kadang nulis.

Suka gendong ransel, suka motret, kadang nulis.

8 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *