NusantarasaTravelog

Menyantap Bubur Bali di Rumah Ibu

Saat itu hari libur, hari dimana saya terbebas dari pekerjaan kantor. Saya habiskan waktu luang dengan mengunjungi rumah orang tua di Denpasar. Saya sendiri tinggal di daerah Gianyar yang berjarak sekitar 9 km. Tidak begitu jauh memang, namun karena padatnya pekerjaan, saya baru bisa mengunjungi orang tua di hari Minggu. Hari yang saya tunggu-tunggu juga untuk menyantap kuliner Bali kesukaan ibu, bubur ayam Bali. Ibu biasanya memang menyuguhkan makanan khas Bali ketika anaknya berkunjung.

Setiap harinya ibu selalu berjalan-jalan di pagi hari, lebih tepatnya di waktu subuh. Tujuan utamanya adalah untuk membeli sayur dan lauk pauk. Namun, ada manfaat tambahan yang didapatkan, yaitu olahraga. Saat itu saya pun ikut untuk menggerakkan badan yang sedikit kaku karena terlalu banyak duduk di depan laptop.

Sebenarnya alasan terkuat saya ikut berjalan pagi dengan ibu adalah ingin melihat langsung penjual bubur Bali yang menurut pengakuan ibu enak. Ya, kami kala itu berencana akan membeli bubur sebagai sarapan. Bubur Bali memang berbeda dengan bubur Jakarta yang pernah saya cicipi. Pelengkap buburlah yang membuatnya berbeda. Saya sudah pernah merasakan bubur Bali tapi itu sudah lama dan kangen sekali untuk merasakannya lagi di lidah.

bubur ayam bali
Bubur Ayam Bali

Saya memang bukan penggemar berat bubur. Jujur makan bubur membuat saya lebih cepat lapar. Tapi sesekali, menyantap bubur juga dapat menjadi pilihan ketika sudah bosan menyantap nasi.

Mendengar kata bubur, mungkin pikiran kalian banyak yang mengarah ke makanan orang sakit atau lansia karena bubur mengandung banyak air, bubur memang lebih disarankan bagi mereka yang sedang mengalami permasalahan dalam mencerna makanan padat. Nasi dan bubur sama-sama berbahan dasar beras, namun bubur dimasak lebih lama hingga lunak dan menggunakan takaran air yang lebih banyak. Karena kadar air yang lebih tinggi, bubur dikatakan dapat mengganti cairan yang hilang saat sakit. Begitu katanya. 

Saya langkahkan kaki dengan semangat dan sesekali mengayunkan tangan ke depan dan ke belakang. Belum banyak kendaraan yang lewat dan matahari terlihat baru bersiap untuk menyapa. Tak terasa saya sudah berjalan selama 15 menit dan akhirnya sampai di tempat penjual bubur tujuan kami.

Sudah ada beberapa orang yang berdiri mengantri dan beberapa orang lainnya terlihat sudah duduk di kursi yang disediakan sambil menikmati hidangan di piring masing-masing. Di bagian pojok terdapat plang bertuliskan lawar ayam, bubur ayam, nasi lawar ayam. Itu artinya tidak hanya bubur yang dijual, tapi juga ada nasi dengan lauk andalannya menggunakan daging ayam.

beberapa pengunjung yang sedang antre
Beberapa pengunjung yang sedang antre

Terdapat etalase kaca pada warung itu sehingga para pengunjung dapat dengan jelas untuk melihat ragam makanan yang dijual. Tidak ketinggalan, saya pun mengintip dari kaca tersebut. Terlihat berbagai macam olahan ayam yang sungguh menggugah selera. Mulai dari lawar ayam hingga ayam suwir. Tentunya saya juga melihat bubur andalan dalam wadah yang sangat besar. Dilihat dari teksturnya, bubur ini memang terlihat sama saja dengan bubur kebanyakan, namun yang membuatnya berbeda adalah lauk pelengkapnya, salah satunya lawar. 

Lawar pasti sudah tidak asing lagi bagi para penikmat kuliner. Lawar merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan makanan khas Bali yang terdiri dari potongan sayur dan daging cincang yang dicampur bersama bumbu lengkap khas bali atau disebut bumbu genep. Biasanya sajian ini akan sering ditemukan saat kegiatan keagamaan di Bali dan menggunakan daging babi. Namun sekarang, daging yang digunakan tidak hanya daging babi, namun bisa juga ditemukan lawar dengan menggunakan daging ayam atau bebek.

Beberapa minuman yang dijual
Beberapa minuman yang dijual

Di bangunan sebelah, saya melihat tempat khusus untuk menjual minuman.  Beberapa pilihan minuman terdapat disana dan sangat sering dijumpai saat mengunjungi warung-warung yang menjual makanan bali.  Minuman itu adalah es gula, minuman yang berbahan dasar air putih yang kemudian diisi larutan gula kental yang sudah diberi pewarna merah sebagai pemikat dan terakhir diberikan perasan jeruk nipis yang membuatnya menjadi segar. Pilihan lainnya adalah teh, minuman sejuta umat.

Belum puas melihat-lihat, ibu sudah memanggil dan mengajak pulang. Ternyata ibu sudah menenteng plastik berisi beberapa bungkus makanan yang saya yakini adalah bubur Bali. Saya pun segera bergegas meninggalkan warung yang mulai ramai pengunjung itu. Selama perjalanan pulang, tak henti-hentinya saya memikirkan lezatnya makan kudapan ini. 

Sesampainya di rumah, saya buka kertas minyak pembungkus bubur. Tampak bubur putih yang diletakkan di bagian dasar dengan taburan lauk yaitu lawar ayam, ayam suwir bumbu kuning, urap sayuran, dan tidak ketinggalan sambal. Tidak lupa juga saya tuangkan kuah yang diberikan dalam bungkus plastik secara terpisah.  

Dengan menggunakan sendok, saya mengambil sedikit bubur putih, ditambah sedikit sayur urap, lawar bali, ayam suwir, sambal dan terakhir kuah. Lalu saya arahkan menuju mulut yang sudah dari tadi tidak sabar ingin melahap. Ketika mendarat di lidah, ada sensasi kuat yang muncul. Ada perpaduan rasa gurih dan pedas, sesuai harapan.Kekhasan bumbu genep juga amat terasa. Dari suapan pertama, rasanya begitu enak. Ada bermacam-macam rasa,  yang mendominasi yakni gurih pedas dari perpaduan sempurna bumbu, daging, dan sayurnya. Cobain deh!


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu

Berusaha mengabadikan ide dan kenangan dalam bentuk rangkaian kata

Berusaha mengabadikan ide dan kenangan dalam bentuk rangkaian kata

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Mencicipi Bubur Kampiun, Takjil Mengenyangkan dari Ranah Minang