NusantarasaTravelog

Memoar Menjelajah Kuliner Kota Tegal

Menyebut kuliner Kota Tegal, yang ada di benak saya adalah sate kambing muda. Ya, Kota Tegal memang punya nama besar di bidang sate kambing muda. Dari kalangan persatean Tegal, muncul istilah sate kambing batibul dan balibul yang sangat populer.

Batibul dan balibul merujuk pada usia kambing yang dijadikan sate. Batibul berarti bawah tiga bulan dan balibul berarti bawah lima bulan. Tapi, kuliner Kota Tegal tak hanya sate kambing. Kota Tegal juga kaya akan khazanah kuliner khas lainnya. Selain sate kambing, ada kupat glabed, kupat blengong, nasi lengko, sate ayam Margasari, sauto, dan nasi ponggol.

Kekayaan kuliner khas yang dipadu dengan letak yang strategis di jalur pantura, menjadikan Kota Bahari itu dicanangkan sebagai “Kota Kuliner” pada 17 Maret 2017 oleh Pemerintah Kota Tegal. Dengan dicanangkannya Kota Tegal sebagai Kota Kuliner, diharapkan mendongkrak daya tarik wisatawan lokal maupun mancanegara.

Apalagi Kota Tegal sudah punya citra tersendiri di kancah kuliner nasional. Selain sate kambing, juga ada warteg alias warung tegal yang telah ekspansif di banyak daerah, terutama di pelbagai sudut ibu kota negara, Jakarta.  

Saya sendiri telah beberapa kali berkunjung ke Kota Tegal dengan beragam tujuan, antara lain liburan bersama keluarga. Pada kesempatan liburan itu, di antaranya saya manfaatkan untuk menjelajah kuliner khas Kota Tegal. 

Ada banyak kuliner khas Kota Tegal yang telah saya jelajahi. Namun, saya mempunyai ‘catatan khusus’ terhadap beberapa kuliner khas Kota Tegal, yang memikat lidah saya. Setidaknya ada lima kuliner khas Kota Tegal yang, menurut lidah saya, bercita rasa istimewa. 

Nasi Lengko Warma Pi’an

Nasi Lengko Warma Pi_an. [Badiatul Muchlisin Asti]
Nasi Lengko Warma Pi’an/Badiatul Muchlisin Asti

Inilah kuliner khas Kota Tegal pertama yang saya cicipi. Nasi lengko, kuliner yang sebenarnya lebih masyhur sebagai kuliner khas Cirebon. Namun, Nasi lengko juga dapat dijumpai di kawasan pantura lainnya seperti Indramayu, Brebes, dan Tegal—dengan ciri khas masing-masing.

Nasi lengko adalah makanan sederhana ala rakyat tempo dulu. Dalam sejarahnya, Nasi lengko dikreasi ketika masa paceklik pangan di masa kolonial. Namun, di balik kesederhanaannya, nasi lengko menyimpan cita rasa kuliner yang istimewa.

Secara umum, nasi lengko adalah nasi yang disajikan bersama irisan ketimun, tauge yang sudah diseduh, dan potongan tahu tempe goreng. Kemudian diguyur saus kacang dan kecap manis, serta diberi taburan kucai dan bawang merah goreng. 

Di Kota Tegal, Warma (Warung Makan) Pi’an adalah warung paling legendaris yang menyediakan nasi lengko lezat yang sudah teruji oleh waktu. Warung ini eksis sejak 1926, dirintis oleh sepasang suami-istri, Nurrahman dan Danyi. Tahun 1950-an beralih generasi, diteruskan oleh anak tunggalnya bernama Rapi’an—sehingga warung ini kemudian populer dengan nama Warma Pi’an. Sepeninggal Rapi’an pada 2015, kemudi warung dilanjutkan anaknya, kakak beradik bernama Budi Raharjo dan Budi Santoso, hingga kini.

Nasi lengko yang disuguhkan Warma Pi’an adalah nasi lengko ala Kota Tegal. Secara komposisi tidak terlalu berbeda dengan nasi lengko khas Cirebon. Bedanya, Nasi Lengko Warma Pi’an tanpa ada taburan kucai, namun diberi remahan kerupuk mi.

Saya [baju putih] berfoto dengan kakak-beradik, Budi Raharjo dan Budi Santoso--generasi penerus Warma Pi_an dan salah satu pelanggannya [paling kanan] (Badiatul Muchlisin Asti)
Saya [baju putih] berfoto dengan kakak-beradik, Budi Raharjo dan Budi Santoso–generasi penerus Warma Pi’an dan salah satu pelanggannya [paling kanan]/Badiatul Muchlisin Asti

Sejak berdiri, Warma Pi’an beralamat di Jalan Kolonel Sudiarto No. 25 Kota Tegal. Lokasinya tidak jauh dari Stasiun Kota Tegal, hanya sekitar  50-an meter saja. Di alamat inilah saya datang, suatu siang di akhir bulan Desember 2018, mencicipi lezatnya nasi lengko, dan sempat berbincang santai dengan kakak-beradik Budi Raharjo dan Budi Santoso—generasi ketiga penerus Warma Pi’an.

Sekira setahun kemudian, saya mendengar kabar sedih. Warma Pi’an yang sudah berdiri lebih dari 90 tahun, digusur oleh Pemkot Tegal dan PT KAI pada Selasa (3/3/2020). Karena memang lahan yang selama ini ditempati Warma Pi’an adalah milik PT KAI. Warung legendaris yang penuh kenangan itu pun luluh lantak. 

Saat ini, Warma Pi’an menempati alamat baru di Jalan KH.  Zaenal Arifin, Panggung, Tegal Timur, Kota Tegal. Buka mulai jam 06.00 hingga 16.00 WIB.   

Sate Kambing WM. Sate Mendo Wendy’s

Sate kambing muda WM. Sate Mendo Wendy_s. (Badiatul Muchlisin Asti]
Sate kambing muda WM. Sate Mendo Wendy’s./Badiatul Muchlisin Asti

Sate kambing tak terelakkan setiap kali membincang kuliner Kota Tegal. Boleh dibilang, sate kambing Tegal sudah kawentar di seantero penjuru Indonesia. Karena itu, saat liburan di Kota Tegal akhir Desember 2019, sate kambing menjadi incaran saya. Dan WM. Sate Mendo Wendy’s menjadi pilihan saya.    

WM. Sate Mendo Wendy’s saya pilih karena selain populer, juga—sejauh yang saya tahu—menjadi jujugan para pesohor bila berkunjung ke Kota Tegal. Di antaranya yang pernah ke WM. Sate Mendo Wendy’s ada pedangdut Iis Dahlia, Anang Hermansyah, Ashanty, Mamah Dedeh, dan pengacara kondang Hotman Paris Hutapea.

Saya datang ke WM. Sate Mendo Wendy’s pada tengah hari. Usai menunaikan salat jamaah Zuhur di Masjid Agung Kota Tegal, saya bertolak ke Jalan R. Soeprapto 59 Pasar Sore, Kota Tegal—tempat WM. Sate Mendo Wendy’s berada. Setibanya di sana, warung sudah penuh. Semua meja sudah terisi. Saya mesti menunggu. Ramainya pengunjung, bagi saya sudah mengkonfirmasi cita rasa sate kambing di warung ini. 

Beberapa saat kemudian, seporsi sate kambing muda yang disajikan di atas hotplate sudah ada di hadapan saya. Cita rasa satenya memang tidak mengecewakan. Lezat dan empuk serta tidak bau prengus. Informasi yang saya peroleh, sate kambing di warung ini menggunakan daging kambing pilihan dengan usia antara tiga sampai empat bulan—khas sate kambing Tegal. 

WM. Sate Mendo Wendy’s buka mulai jam 10.00 hingga 19.00 WIB.

Kupat Blengong Mas Diryono

Kupat Blengong Mas Diryono [Badiatul Muchlisin Asti]
Kupat Blengong Mas Diryono/Badiatul Muchlisin Asti

Kupat blengong menjadi target kulineran saya saat liburan di Kota Tegal. Kupat Blengong memang kuliner khas Kota Tegal yang rugi bila dilewatkan, dan malam hari adalah saat yang tepat menyantap lezatnya kupat blengong.

Selepas menunaikan salat Magrib di tempat saya menginap, saya bertolak menuju ke Jalan Sawo Barat, Kelurahan Kraton, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal—tempat sentra Kupat Blengong berada.  Kupat Blengong Mas Diryono yang saya tuju. Letaknya paling pojok. Buka mulai jam 15.00 hingga 21.30 WIB.  

Kupat Blengong Mas Diryono berdiri sejak tahun 1996—meneruskan usaha keluarga yang sudah eksis sejak tahun 1970-an. Mas Diryono menyajikan kupat blengong dengan tambahan menu yang variatif. Selain daging blengong goreng, juga menyediakan varian olahan blengong dalam bentuk sate.

Kupat blengong sendiri adalah sajian berupa potongan ketupat dengan kuah kental bercita rasa gurih yang dipadukan dengan olahan daging blengong. Dalam penyajiannya, kupat diguyur kuah kental berempah, yang bercita rasa gurih, lalu ditaburi bawang merah goreng dan remahan kerupuk. Disajikan terpisah dengan daging blengong goreng atau sate blengong.

Oh ya, blengong adalah unggas hasil persilangan bebek dan mentok. Rasa dagingnya mirip daging bebek yang berserat, namun lebih lembut saat dikunyah. Blengong adalah unggas endemik yang hanya bisa dijumpai di Kota Tegal dan Brebes. 

Jadi, bila ke Kota Tegal saat sore atau malam hari, rugi bila tidak mencoba kuliner ini. Daging blengong akan memberi sensasi baru yang tidak kita jumpai pada sate mainstream seperti sate ayam, sate kambing, atau sate sapi.

Kupat Glabed Ibu Wartini

Kupat Glabed Khas Randugunting Ibu Wartini (Badiatul Muchlisin Asti)
Kupat Glabed Khas Randugunting Ibu Wartini/Badiatul Muchlisin Asti

Kupat glabed adalah kuliner khas Kota Tegal lainnya yang menarik minat saya untuk mencicipi. Apa itu kupat glabed? Sepintas, sajian kupat glabed mirip dengan kupat blengong—yaitu kupat dengan kuah kental yang amat gurih. Perbedaannya, setidaknya ada tiga: pertama, tekstur kuah dalam kupat glabed relatif lebih kental. Glabed sendiri bagi wong Tegal memang berarti kental. Dinamakan glabed karena kuahnya kental.  

Kedua;  dalam kuah kupat glabed ada potongan tempe, sambal merah, dan kerupuk mi kuning. Dan ketiga,  bila kupat blengong disajikan dengan olahan daging blengong, maka kupat glabed disajikan dengan sate kerang, sate ayam, dan sate kikil.

Meski di berbagai sudut Kota Tegal banyak kedai yang menawarkan kupat glabed, namun saya ingin mencicipi kupat glabed langsung dari daerah asalnya, yaitu Kelurahan Randugunting. Warung Kupat Glabed Khas Randugunting Ibu Wartini yang beralamat di Jalan Ayam 1, Kelurahan Randugunting, Kecamatan Tegal Selatan, Kota Tegal, yang saya tuju. Warung ini memang paling terkenal  di antara warung kupat glabed lainnya di Kelurahan Randugunting.

Kupat Glabed Ibu Wartini merupakan usaha turun-temurun sejak sejak tahun 1980-an. Awalnya dirintis oleh ayah dari ibu Wartini, kemudian diteruskan oleh Ibu Wartini, dan saat ini sudah beralih generasi ke anak Ibu Wartini yang bernama Rina Fatiana, hingga sekarang. Setiap hari, Warung Kupat Glabed Ibu Wartini buka mulai jam 16.00 hingga 22.00 WIB.

Sate Ayam Margasari

Selain punya nama besar di bidang sate kambing, Kota Tegal ternyata juga punya gaya sate ayam sendiri, yaitu sate ayam Margasari. Sate ayam Margasari ini merupakan sisi lain kuliner Kota Tegal yang sudah terlanjur identik dengan sate kambing. 

Meski tak sepopuler sate Madura, sate gaya Tegal ini memiliki ciri khas, di antaranya yakni pertama, daging ayam pada sate ayam Margasari dipotong besar-besar. Kedua, bumbunya saus kacang pada umumnya, dengan tone gurih manis. Saat disajikan, ada sambal kecapnya yang disajikan terpisah.

Ketiga, sate ayam Margasari biasa disantap dengan nasi atau lontong yang diguyur kuah kuning kental mirip kuah dalam kupat blengong atau mirip kuah sate Padang, tapi warna kuningnya lebih cerah. 

Sebuah sumber menyebutkan, sate ayam Margasari awalnya merupakan menu sebuah  keluarga di Margasari—sebuah kecamatan di Kabupaten Tegal. Mulai 1985, keluarga tersebut membuka kedai sate ayam di Tegal. Namun, warung satenya pindah di Kota Tegal, yaitu di Jalan Jendral A. Yani 188, Mangkukusuman, Kota Tegal, hingga sekarang. Karena berasal dari Margasari, sate tersebut kemudian populer dengan nama sate ayam Margasari.  

Sate Ayam Margasari buka mulai jam 10.00 hingga 22.00 WIB. Saya baru mencicipi kuliner ini saat berkunjung kesekian kalinya di Kota Tegal pada Oktober 2020. Saat itu masih suasana pandemi COVID-19 sehingga pengunjung tidak seramai sebelum pandemi mendera Indonesia.

Selain kelima kuliner yang saya ceritakan, tentu Kota Tegal masih banyak menyimpan khazanah kuliner khas lainnya. Namun, kelima kuliner khas Kota Tegal itulah, setidaknya yang telah berhasil menawan lidah saya.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Badiatul Muchlisin Asti Penulis lepas di media cetak dan online, menulis 60+ buku multitema, pendiri Rumah Pustaka BMA, dan penikmat (sejarah) kuliner tradisional Indonesia

Badiatul Muchlisin Asti Penulis lepas di media cetak dan online, menulis 60+ buku multitema, pendiri Rumah Pustaka BMA, dan penikmat (sejarah) kuliner tradisional Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Yang Tertinggal di Makam Kerkhof Jalan Hang Tuah, Tegal