ItineraryNusantarasa

Madu dan Laut: Menggali Seutas Cerita dari Sebotol Madu Baduy

Madu merupakan salah satu panganan tertua yang pernah dikonsumsi manusia, konon madu sudah menjadi makanan manusia semenjak ribuan tahun yang lalu. Madu dipercaya berkhasiat untuk kesehatan manusia, salah satunya adalah untuk meningkatkan imunitas tubuh. Oleh karena itu, sampai sekarang madu tidak pernah kehilangan peminatnya, dan seringkali dipadukan dalam berbagai olahan; makanan, minuman, dan cemilan. 

Madu dan Laut, salah satu UMKM yang memproduksi madu, juga turut meramaikan penjualan madu di Indonesia. Madu dan Laut baru saja berdiri semenjak pagebluk COVID-19. Anjani dan Rahadian, yang sudah lama menjalin relasi dengan masyarakat Baduy, ingin membantu masyarakat Baduy yang menjual madu yang terkendala kondisi pagebluk sehingga tidak bisa datang ke Jakarta.

Madu dan Laut
Anjani dan Rahadian bersama orang-orang Suku Baduy/Anjani

“Kebetulan saya dan Rahadian berelasi baik dengan masyarakat Baduy sejak kecil. Kami sehari-hari juga mengkonsumsi madu Baduy,” papar Anjani.

Berangkat dari kondisi tersebut, Anjani dan Rahadian mencoba menjadi kepanjangan tangan masyarakat Baduy dan mulai menjual madu ke beberapa keluarga dan koleganya. Tak disangka, respon yang mereka terima bagus dan lambat laun mereka harus memperluas ekspansi bisnis mereka dengan membuka toko online di salah satu marketplace. Sampai sekarang mereka akhirnya bisa menambah jumlah personil mereka dua orang.

Madu bukanlah sesuatu yang unik untuk dijual. Kru Madu dan Laut juga menyadari hal tersebut. Mereka ingin agar produk ini dikemas dan memiliki presentasi visual yang menarik. Tujuannya adalah mampu menarik kalangan luas untuk tidak hanya mengkonsumsi madu Baduy, tetapi juga mengenal masyarakat Baduy. Produk Madu dan Laut selalu mengikutsertakan cerita mengenai masyarakat adat Baduy seperti pada stiker botol ataupun kotak kemasan, ada cerita singkat mengenai Baduy. 

Madu dan Laut
Madu dari Baduy yang dikemas dalam kemasan yang cantik/Anjani

“Kami ingin Baduy sebagai masyarakat adat lebih dikenal oleh masyarakat luas melalui produk ini, salah satu cara yang dapat kami tempuh adalah merepresentasikan produknya dengan kemasan yang menarik dan juga higienis.”

“Dalam beberapa kesempatan, kami juga turut mengundang masyarakat Baduy untuk berinteraksi langsung dengan pembeli dan pengunjung jika ada pameran yang biasa kami ikuti,” tambahnya.

Bagi Baduy, madu bukanlah sekedar bahan pangan biasa, tetapi lebih dari itu, madu merupakan bagian dari penghidupan, baik untuk dikonsumsi, ritual, atau dijual kembali. Madu adalah berkah. Proses panen madu juga tidak hanya sekedar memanen kemudian menjualnya. Ada keberlanjutan yang dilakukan masyarakat Baduy; untuk menjaga madu dan hutan agar tetap lestari di lingkungan hutan adat mereka.

Ada dua jenis madu Baduy yang diproduksi oleh Madu dan Laut. Pertama ada madu odeng yang dihasilkan oleh lebah apis dorsata yang berwarna coklat dengan rasa manis. Selanjutnya ada madu hitam yang berwarna hitam dengan rasa yang pahit. Keaslian produk Madu dan Laut terjamin karena madu ini didistribusikan langsung dari tangan pertama masyarakat Baduy Dalam.

“Untuk kerjasama, kami mengambil langsung dari tangan pertama masyarakat Baduy Dalam. Perlu diketahui bahwa Baduy Dalam memiliki keterbatasan aturan adat tidak boleh menaiki moda transportasi dalam bentuk apapun, jadi untuk pengiriman ke Jakarta, kami dibantu rekanan kami dari Baduy Luar.”

Anjani dan kawan-kawan nampaknya begitu menikmati mengelola Madu dan Laut dan dalam waktu dekat bakal melakukan ekspansi dengan mengenalkan berbagai produk madu dari berbagai daerah lainnya yang memiliki latar belakang kearifan lokal yang sejalan dengan misi Madu dan Laut. Ada banyak jenis madu Nusantara yang mungkin bisa dipromosikan dengan kearifan lokal seperti madu kelulut, madu hutan Timor, madu pelawan, dan lain sebagainya. 

Pasalnya, tidak banyak orang tahu madu banyak ragamnya; beda jenis lebah dan beda bunga berbeda pula madunya.

Saya awalnya sempat terpikir Madu dan Laut menjual produk selain madu karena mengandung kata “laut”. Anjani menjelaskan bahwa penamaan “Madu dan Laut” untuk mudah diingat semua orang dan memancing konsumen bertanya-tanya lebih lanjut, seperti saya.

“Dari situlah akhirnya lahir Madu dan Laut, dimana keduanya adalah entitas yang berbeda dan nggak nyambung, tapi ketika disatukan, kok jadi enak, baik dari pengucapan ataupun nadanya,” jelasnya.

Saya jadi teringat judul lagu Bill & Brod yang hampir senada dengan Madu dan Laut, Madu dan Racun.

Produk lokal memang belum menjadi primadona di negeri sendiri, harus bersaing dengan produk-produk luar, yang secara branding sudah mendapat tempat tersendiri. Segala sesuatu yang bernilai luar negeri seakan lebih prestisius daripada produk dalam negeri, padahal sejatinya produk kita sudah bagus dan bermacam-macam. 

“Harapan kami adalah agar semua produk lokal memiliki panggung yang layak di mata publik. Menurut kami, sudah saatnya produk lokal bangkit untuk menjadi salah satu pondasi penopang perekonomian bangsa, tinggal bagaimana disiplin dan konsistensi kita dalam terus menyuarakan dan mengawal perkembangan produk lokal Indonesia.”

Madu dan Laut ingin menjadi inspirasi untuk para pemilik produk lokal yang ingin berkembang dan memasarkan produknya. Memang pada perjalanannya tidak akan semudah membalikkan telapak tangan. 

“Kami percaya bahwa suatu produk yang dipersiapkan secara matang dan sungguh-sungguh dapat selalu diterima di hati masyarakat,” pungkasnya.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu
!

Penikmat budaya lintas masa dan lintas benua.

Penikmat budaya lintas masa dan lintas benua.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Berkah dari Limbah