Saya tiba di Stasiun Padang, Simpang Haru, sekitar lima belas menit sebelum jam empat sore. Karena masih lengang, saya tak perlu mengantre. Sebentar saja secarik tiket KA Minangkabau Ekspres, kereta api bandara Padang yang baru beberapa waktu lalu diresmikan, sudah berada di tangan.
Harganya lumayan murah, hanya Rp 10.000. Dibanding Damri dan Tranex yang ongkosnya di atas Rp 20.000 tentu kereta api bandara Padang adalah pilihan yang jauh lebih ekonomis.
Selepas pemeriksaan, saya diarahkan untuk ke ruang tunggu khusus KA Minangkabau Ekspres. Ruang tunggu itu lumayan nyaman meskipun penerangannya agak sedikit lindap.
Sayang sekali saat saya masuk semua bangku sudah ditempati. Daripada bersempit-sempit di dalam atau lesehan di lantai saya menunggu di luar saja sambil melihat-lihat sekitar.
Stasiun Padang yang diresmikan pada dekade terakhir abad ke-19 itu jelas sedang dibenahi. Sebagian sudah selesai—misalnya kanopi bergaya modern di sebelah utara itu—dan sebagian lagi sedang dikerjakan. Ke sini beberapa tahun lagi barangkali saya akan mendapati Stasiun Padang dalam wujud yang berbeda.
KA Minangkabau Ekspres bersih dan nyaman
Menjelang pukul 16.20, terdengar pengumuman bahwa kereta api bandara Padang akan segera diberangkatkan. Bergegas saya naik ke dalam gerbong.
Ternyata tidak banyak yang berangkat dari Simpang Haru sore itu sehingga saya tak perlu bersaing untuk mendapatkan bangku. Tak berapa lama setelah saya masuk, pintu ditutup dan kereta mulai melaju.
Gerbong KA Minangkabau Ekspres sangat nyaman. Hawa dingin dari pendingin ruangan sangat kontras dengan Padang yang membara. Bangku empuk bersandaran tingginya mengingatkan saya pada kereta ETS Padang Besar-Kuala Lumpur di Malaysia.
Di beberapa sudut ada monitor dan rak besi tempat para penumpang bisa meletakkan barang-barangnya. Untuk penumpang berdiri, PT KAI menyediakan pegangan-pegangan yang digantungkan pada besi yang membujur di langit-langit gerbong.
Kamar mandinya pantas diacungi jempol—toilet duduk, wastafel dan cermin, tempat mengganti popok bayi, sabun cuci tangan. Rasa-rasanya toilet KA Minangkabau Ekspres bisa disandingkan dengan kamar mandi pesawat.
Jadi atraksi wisata lokal
KA Minangkabau Ekspres berangkat lima kali sehari dari Simpang Haru dan lima kali pula dari Stasiun BIM (Bandara Internasional Minangkabau) di Kabupaten Padang Pariaman. Sepanjang perjalanannya kereta itu akan berhenti di tiga stasiun, yakni Tabing, Duku, dan BIM. Lama perjalanan dari ujung ke ujung sekitar 40 menit.
Karena ongkosnya murah dan perjalanannya sebentar, kereta api bandara Padang jadi salah satu atraksi wisata primadona bagi warga lokal. Kumparan bahkan sampai merilis berita yang berjudul “Kereta Bandara Internasional Minangkabau yang Jadi Magnet Wisata Warga.”
Maka wajar saja kalau sore itu lebih banyak orang yang hendak piknik ketimbang mereka yang akan berangkat lewat BIM. Alhasil, suasana kereta lumayan meriah, tidak seperti suasana angkutan khas bandara lainnya yang cenderung hening. Orang dewasa asyik mengobrol, sementara anak-anak terpana melihat rumah-rumah, persawahan, dan perbukitan yang berlarian di luar jendela.
Setelah melewati Tabing dan Duku, akhirnya KA Minangkabau Ekspres berhenti di Stasiun BIM. (Stasiun BIM lumayan besar dan dilengkapi dengan pusat informasi.) Dari perhentian terakhir itu saya naik eskalator kemudian jalan kaki beberapa menit lewat koridor nyaman penghubung stasiun dan bandara.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Pembaca realisme magis dan catatan perjalanan.