Itinerary

7 Tips dan Trik Naik Gunung di Puncak Musim Kemarau

Puncak musim kemarau adalah saat favorit para pendaki untuk naik gunung. Sebabnya jelas, yakni nggak ada hujan. Meskipun begitu, kamu perlu baca 7 tips dan trik berikut biar naik gunung di puncak musim kemarau jadi jauh lebih seru:

1. Bawa air agak banyak

Memang banyak gunung yang punya mata air di sekitar jalur pendakian, jadi kamu nggak perlu bawa air banyak-banyak. Masalahnya, mata air yang biasanya ada di gunung saat musim hujan bisa jadi kering di musim kemarau.

Makanya pas naik gunung di puncak musim kemarau kamu mesti bawa air yang agak banyak supaya nggak kehabisan di tengah jalan. Cuma kamu sendiri yang tahu seberapa banyak konsumsi airmu, jadi jangan ikut-ikutan pake takaran temen-temenmu.

2. Pakai “water bladder”

Kadang kalau minum air dari botol kita suka kalap. Pengennya minum dikit malah kebablasan. Alhasil, sebelum tiba di kamp terakhir sebelum puncak air bawaanmu tinggal sedikit—harus berhemat, deh.

Memakai water bladder bisa mengurangi konsumsi air. Soalnya kamu bakal menyeruput air sedikit-sedikit pakai sedotan. Jadi air yang kamu bawa bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain, misalnya memasak.

3. Buff jangan lupa

View this post on Instagram

#PNDKIDtips from @inosetyo_ TREKKING POLE . TRAKKING POLE atau di kenal para pendaki indonesia Tongkat Pendaki. TRAKKING POLE adalah perlengkapan standar bagi penggiat outdoor terutama dalam kegiatan hiking. Penggunaan tongkat sebagai perlengkapan pendukung sudah lama digunakan oleh penggiat outdoor. Di etsa dari William Blake’s Europe of the Prophecy yang dicetak pada tahun 1794, terlihat seorang orang menggunakan trekking pole. . Lanjut gue bagi fungsi dari Trakking Pole tersebut : . 1. Sebagai peralatan pendukung dalam berjalan.Penggunaan trekking pole dapat meningkatkan keseimbangan tubuh pada saat berjalan, mampu memberikan dorongan tenaga tambahan pada saat tanjakan, dan bisa membantu pengereman pada saat turunan yang curam. . 2. Menjaga postur tubuh. Penggunaan trekking pole membantu badan untuk tetap berjalan dengan tegak, nggak membungkuk. Terlalu sering berjalan membungkuk dapat menyebabkan berbagai gangguan metabolisme, nyeri punggung dan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. . 3. Membagi pembakaran kalori secara merata. Penggunaan trekking pole memaksa tangan untuk tetap bergerak. . 4. Tempat nyender pas lagi istirahat. Saya sendiri seringkali istirahat kecil sejenak untuk mengambil nafas dengan cara bersandar di trekking pole. Hal ini bisa dilakukan apabila tidak ditemukan pohon yang pas buat nyander dan dirasa belum terlalu butuh buat dudukin bokong. Tapi Lihat-lihat sikon juga kalau mau melakukan ini, jangan nyender-nyender trekking pole di pinggir jurang. Bahaya bray.. ? . 5. Sebagai tiang tarp, flysheet, atau vestibule tenda. Dengan membawa trekking pole, tidak lagi dibutuhkan tiang tambahan untuk flysheet sehingga bisa menghemat beban. . 6. Menghalau rumput, duri, ranting yang menghalangi jalan. . 7. Menghalau binatang buas. ( trakking pole juga efektif untuk menghalau orang yang mau nikung gebetan ? ) . Sekian berbagi ilmu tentang Trakking Pole kali ini. . HAPPY SAVE TRAKKING! Salam Lestari, Sampai Jumpa.. ? . #PNDKID #pendakiindonesia

A post shared by Pendaki Indonesia (@pendakiindonesia) on

Naik gunung di puncak musim kemarau, yang kamu hadapi bukan trek yang lembap dan berair, tapi trek yang kering dan berdebu. Kalau kamu naik sendirian, debu itu barangkali nggak bakal jadi persoalan—soalnya ‘kan biasanya terbangnya ke belakang. Tapi kalau kamu naik berombongan ada kemungkinan kamu bakal terpapar debu yang dihasilkan kawan di depan.

Makanya kamu mesti bawa buff. Tapi kalau nggak ada buff juga nggak apa-apa, sih, sebenernya. Pokoknya kamu mesti bawa sesuatu yang bisa melindungi hidung dan mulut dari debu-debu yang mengepul di trek, misalnya slayer atau masker.

4. Mulai mendaki pagi-pagi sekali

Naik pagi-pagi sekali, tubuh kamu bakal perlahan menyesuaikan suhu. Jadi ntar badanmu nggak kaget-kaget amat kalau pas siang tiba-tiba udara jadi panas meranggas.

Hindari memulai perjalanan tengah hari pas naik gunung di puncak musim kemarau. Soalnya pasti bakal panas banget. Bisa jadi kamu bakal mengalami dehidrasi atau serangan panas. Selain itu kamu juga pasti bakal mengonsumsi air dalam jumlah yang lebih banyak.

5. Bawa “sleeping bag” yang nyaman dipakai pada suhu rendah

Suhu malam hari di gunung akan lebih rendah di musim kemarau. Kamu pasti udah familiar sama cerita-cerita tentang butir-butir es di Ranu Kumbolo atau di Dataran Tinggi Dieng yang selalu muncul di puncak-puncak musim kemarau kayak gini.

Supaya tidur kamu di gunung nyaman, pastikan sleeping bag yang kamu pakai kuat menahan suhu rendah. Biasanya, sleeping bag yang nyaman dipakai pada suhu rendah harganya memang agak mahal. (Yang cuma Rp 100 ribuan biasanya cuma kuat sampai 15 derajat Celsius.) Daripada kedinginan, nggak apa-apa investasi agak banyak dikit buat sleeping bag.

6. Kalau mau menghindari keramaian hindari gunung-gunung tertinggi atau favorit

Ingin mencari ketenangan? Pas musim kemarau jangan sekali-sekali ke gunung-gunung tertinggi atau favorit. Pasti bakal ramai. Nggak percaya? Coba aja lihat sendiri di akun-akun media sosial berbau pendakian.

Naik aja gunung-gunung yang nggak terlalu tenar atau yang jarang tampil di media sosial. Nekat naik Semeru di puncak musim kemarau cuma bakal mempertemukanmu sama lautan manusia.

7. Hindari turun berlari, kecuali kalau trek lagi sepi

Sebagian pendaki lebih senang turun berlari. Alasannya biasanya dua: supaya lebih cepat tiba di base camp dan supaya nyeri di dengkul bisa tersamarkan.

Kalau mau turun lari silakan saja. Tapi pastikan trek lagi sepi dan di sekitarmu nggak ada orang. Kasian orang lain kalau kamu berlari, soalnya kamu bakal ninggalin debu yang mengepul kayak mobil rally.

Jadi kamu mau naik gunung apa pas musim kemarau ini?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *