Itinerary

7 Hal yang Kamu Perlu Tahu sebelum Mendaki Gunung Lawu

Dari dulu kamu pengen ke Lawu tapi belum kesampaian? Well, mungkin itu artinya kamu memang ditakdirkan buat baca 7 hal ini dulu sebelum mendaki Gunung Lawu.

1. Terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur

sebelum mendaki gunung lawu

Beberapa orang pendaki sedang bersiap sebelum menuju Hargo Dumilah/Fuji Adriza

Sebelum mendaki Gunung Lawu, tentu saja kamu mesti ngerti dulu di mana gunung ini berada.

Gunung Lawu terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada tiga kabupaten yang “ngapling” Lawu, yakni Kabupaten Karanganyar (Jawa Tengah), Kabupaten Ngawi, dan Kabupaten Magetan (Jawa Timur).

2. Gunung dengan nuansa mistis

sebelum mendaki gunung lawu

Batu bersusun di Pasar Dieng Gunung Lawu/Fuji Adriza

Di antara gunung-gunung lain di Jawa Tengah, barangkali Gunung Lawu adalah yang dianggap paling kental nuansa mistisnya.

Gunung setinggi 3.265 mdpl ini sering didatangi oleh peziarah yang pengen menelusuri jalur pengembaraan Prabu Brawijaya V (Jalur Candi Cetho) yang, menurut kepercayaan, moksa di Gunung Lawu. Jadi, mending kamu behave ya waktu naik Gunung Lawu.

3. Akses transportasi

Makan gorengan di dekat Candi Cetho seturun dari Gunung Lawu/Fuji Adriza

Kalau kamu dari arah barat dan utara, paling enak kalau kamu ke Surakarta dulu. Dari sana, kamu bisa lanjut naik bis ke arah Tawangmangu dari Terminal Tirtonadi—atau cegat bis di pinggir jalan.

Kalau dari arah timur, kamu bisa lewat Magetan dan Telaga Sarangan. Jalan yang kamu lewati indah banget. Tapi, ini lebih cocok kalau kamu naik kendaraan pribadi, soalnya rute ini lumayan sepi.

4. Tiga jalur pendakian

sebelum mendaki gunung lawu

Pesona pendakian Gunung Lawu via Cetho adalah sabana yang luas/Fuji Adriza

Nah, sebelum mendaki Gunung Lawu, kamu mesti tentukan dulu mau lewat jalur yang mana. Gunung Lawu punya tiga jalur pendakian yang umum digunakan, yakni Candi Cetho, Cemoro Kandang (Jawa Tengah), dan Cemoro Sewu (Jawa Timur).

Jalur Candi Cetho paling panjang, tapi juga paling keren karena sabananya luas (sumber air dekat Pos 3 dan telaga di sabana). Cemoro Kandang nggak sepanjang Cetho, tapi sabananya kalah luas (sumber air di Pos 3 Sendang Panguripan). Yang paling beda adalah Cemoro Sewu, soalnya sampai menjelang puncak jalurnya adalah tangga batu (sumber air di Sendang Drajat).

5. Enak buat lintas jalur

sebelum mendaki gunung lawu

Rumpun-rumpun cantigi di Jalur Cetho/Fuji Adriza

Gunung Lawu enak banget buat lintas jalur. Sesuai selera, kamu bisa pilih mau naik dari mana dan turun lewat mana.

Paling enak itu, naiknya dari Cemoro Sewu dan turunnya lewat Cemoro Kandang atau Candi Cetho. Kenapa? Soalnya, turun lewat Cemoro Sewu bakal benar-benar menyiksa dengkul karena kamu bakal menuruni tangga batu… beberapa kilometer.

6. Ada warung dekat puncak

sebelum mendaki gunung lawu

Di depan Warung Mbok Yem/Fuji Adriza

Sebelum mendaki Gunung Lawu, kayaknya kamu juga perlu tahu kalau dekat titik tertinggi Gunung Lawu ada beberapa warung. Tapi, yang paling legendaris adalah Warung Mbok Yem. Warung ini terletak strategis di pertemuan tiga jalur pendakian Gunung Lawu.

Di Warung Mbok Yem tersedia makanan dan minuman. Makanan paling legendaris di warung itu adalah pecel. Bayangin rasanya makan pecel hangat sambil nungguin sunrise di gunung!

7. Tiap 1 Suro Gunung Lawu rame banget

sebelum mendaki gunung lawu

Hargo Dumilah/Fuji Adriza

Sekali seumur hidup, kamu mesti cobain naik Gunung Lawu pas malam 1 Suro. Pas momen itu, Lawu bakal kedatangan ribuan pendaki. Jalur paling rame—bisa ditebak—ya Cemoro Sewu.

Yang bikin seru, pas malam 1 Suro banyak orang yang jualan. Hampir di tiap pos ada yang buka lapak. Pas istirahat, kamu bisa mampir ke salah satu warung itu buat menyantap gorengan dan teh anget. Dulu—kalau kata pendaki-pendaki jadul—ada yang jualan wedang ronde sampai dekat puncak!


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *