Kali pertama saya kenal dengan sosok Ranar Pradipto adalah saat ia menjadi guru di Sekolah TelusuRI Semarang. Kala itu ia berbagi insight tentang fotografi lanskap.
Sejak kecil lulusan Teknik Sipil ini menyukai hal-hal yang berbau seni—menggambar dan melukis. Saat kelas 3 SMA ia mulai berkenalan dengan dunia fotografi, berawal dari melihat temannya yang punya kamera DSLR. Lalu, pas kuliah, ada gawe yang membuatnya bisa beli sebuah kamera. Itulah yang kemudian jadi kamera kesayangan yang ia bawa traveling ke mana-mana.
Dari jaman SMA, ia memang sudah senang jalan, ngebolang bareng teman-temannya di akhir pekan. Jogja jadi teman akrabnya waktu itu, jadi saksi perjalanan masa mudanya. Lalu, setelah kuliah, ia punya lebih banyak waktu untuk ngebolang. Ia mulai sering backpacking lama—sepuluh-dua puluh hari hingga sebulan—keliling Indonesia dengan bujet pas-pasan.
Proses inilah yang akhirnya bikin ia sadar bahwa ada “Indonesia” dalam dirinya. Lewat bidikan lensa kameranya, ia ingin dunia tahu bahwa Indonesia begitu menarik untuk dijelajahi.
“Dulu aku belajar fotografi landscape. Dari situ aku sadar kalau sebenernya Indonesia itu banyak sekali yang bisa ditelusuri, nggak hanya landscape-nya doang. Indonesia punya budaya yang menarik, suku yang berbeda-beda dari barat sampai timur, wajah-wajah yang khas. Di fotografi travel, aku nggak hanya motret landscape-nya. Ada budaya, ada makanan, ada orang-orangnya,” ungkap Ranar.
Dari sekadar menggemari fotografi hingga membuat “photo tour” untuk para fotografer
Kegemarannya melakukan perjalanan dan relasinya dengan komunitas fotografer menginspirasi Ranar Pradipto untuk membuat wadah berbagi wawasan tentang dunia fotografi dan perjalanan. Maka lahirlah Potret Indonesia Tour.
Laki-laki yang sudah keliling 30 provinsi di Indonesia ini pun bercerita, sebelum peserta tur diajak hunting foto, ia membuat kelas fotografi terlebih dulu. Harapannya, teman-teman peserta tur akan mendapatkan foto yang maksimal saat “berburu” nantinya.
“Lewat workshop ini aku bisa berbagi ilmu dan bagaimana cara mengambil foto dengan baik, [memberi tahu] lokasi mana saja yang akan kami kunjungi, dan bagaimana melakukan pendekatan ke masyarakat lokalnya,” jelas Ranar Pradipto.
Menariknya, Potret Indonesia Tour nggak hanya membawa pesertanya untuk berwisata tapi juga melakukan bakti sosial. Sekali waktu, Ranar Pradipto pernah mengadakan bakti sosial di Tasikmalaya, di selter orang-orang dengan gangguan jiwa. Ia juga pernah mengajak para fotografer ke pelosok Maluku membawa buku-buku untuk didonasikan ke sekolah di sana.
Fotografi sebagai medium untuk mempromosikan pariwisata
Fotografi yang awalnya menjadi hobi kini menjelma bisnis menyenangkan bagi Ranar Pradipto. Namun, orientasi Ranar tak melulu bisnis. Lewat Potret Indonesia Tour, ia mengajak para fotografer untuk menelusuri Indonesia lebih dalam.
“Foto yang teman-teman jepret akhirnya diunggah ke media sosial. Dari situ orang bisa tahu potensi pariwisata di tempat lain,” ujar Ranar.
Dari situ, menurut Ranar, ia dan teman-teman fotografer bisa berkontribusi dalam promosi pariwisata. Tentunya, foto yang dibagikan harus bertanggung jawab. Foto yang diunggah tidak dibuat-buat. Pokoknya, menurut Ranar, sebelum mengunggah sebuah foto kita harus berpikir-pikir dulu; kira-kira apa dampaknya [pada destinasi] setelah foto itu diunggah.
Sekali waktu, ia dan teman-teman fotografernya pergi ke Argapura, Majalengka. Dulu tempat itu cuma sekadar hamparan sawah. Sekarang Argapura menjadi destinasi wisata populer di Majalengka.
“Aku sendiri sebagai owner dari Potret Indonesia Tour akhirnya diundang oleh Dinas Pariwisata Majalengka untuk berdiskusi dan ngobrolin soal wisata khususnya terasering,” Ranar Pradipto bercerita. “Sekarang masyarakat di sana juga ada penghasilan tambahan dari wisata. Ada yang buka warung, [tempat] parkir, dsb. Perekonomiannya jalan. Jalan ke sana juga sekarang udah bagus, sudah dibeton. Ada pertumbuhan kesejahteraan di sana karena bisa dikelola dengan baik.”
Tantangan membangun Potret Indonesia Tour
“Kendala pasti ada—banyak. Apalagi ini adalah … sesuatu yang dirintis dari awal, dari orang nggak tau, sampai sekarang udah lumayanlah banyak yang mulai tau [tentang Potret Indonesia Tour]. Jadi kendala awalnya lebih ke gimana ngenalin ini ke orang.”
Tapi, menurut Ranar Pradipto, hingga saat ini masih banyak fotografer yang mencari referensi sosok untuk dijadikan role model dalam memotret. Nggak sedikit juga di antara mereka yang ingin belajar memotret tapi sekaligus mencari pengalaman wisata. Mereka-mereka inilah yang akhirnya datang ke Potret Indonesia Tour.
Tantangan lain adalah perbedaan kondisi alam dan budaya di tiap-tiap daerah di Indonesia sehingga treatment untuk setiap perjalanan juga berbeda. Saat ke Wamena, Papua, misalnya, ia mesti mencari cara untuk melakukan pendekatan ke masyarakat di sana waktu akan memotret, terlebih ia datang dengan rombongan fotografer. Di Maluku, ia dan rombongan mesti berjuang mengarungi laut berombak tinggi.
Tapi, tantangan itu justru berujung pada berbagai pengalaman seru dan menarik. Ranar bercerita soal perjalanannya memotret komunitas suku Bajo di Banggai Laut. Waktu sedang asyik memotret, ia kaget mendapati reaksi ajaib seorang ibu, yang sedang menjemur baju, ketika anak balitanya jatuh ke laut.
“Bukannya panik, ibu ini masih lanjutin jemur tiga lembar baju dari embernya, baru setelah itu nolongin anaknya,” ujar Ranar Pradipto sambil tertawa. “Aku yang lihat [dari kejauhan] aja kaget; kok bisa si ibu sesantai itu?”
Di akhir obrolan dengan Ranar, tiba-tiba saja saya ingat bahwa dulu ia pernah bilang begini ke saya: “Salah satu [alasan] kenapa aku memotret adalah Indonesia; karena aku cinta Indonesia, aku suka menjelajah. Semua hal tentang Indonesia membuatku ingin terus memotret dan mempelajari cerita-cerita yang ada untuk kuabadikan dalam setiap jepretanku.”
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Suka gendong ransel, suka motret, kadang nulis.
1 Comment