ItineraryPesona Hutan

Ben dan LindungiHutan: Mengumpulkan Relawan untuk Melestarikan Hutan

Nama lengkapnya Miftachur Robani, panggilannya Ben. Ia adalah co-founder sekaligus CMO dari LindungiHutan. Beberapa waktu lalu TelusuRI sempat ngobrol dengannya. Ia bercerita cukup banyak tentang LindungiHutan dan misi besarnya.

“LindungiHutan adalah platform crowdsourcing. Kita menggalang dana, menggalang gerakan, untuk pelestarian hutan dan konservasi lingkungan. Kita bantuin orang yang pengen berkontribusi ke hutan dengan cara mudah dan berkelanjutan,” begitu kalimat pembuka obrolan dari Ben.

LindungiHutan punya dua misi besar untuk menghijaukan Indonesia, yakni mengedukasi dan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk berkontribusi dalam pelestarian hutan.

Maka, hal pertama yang dilakukan LindungiHutan adalah mengedukasi orang supaya paham betapa pentingnya peran hutan buat kehidupan. Edukasi tentu mulai mulai dari hal-hal yang mendasar—semisal apa dampaknya [pada kita] kalau hutan nggak dijaga—sampai yang agak advance seperti gimana cara untuk mulai menjaga kelestarian hutan.

Lalu, saya dibenturkan pada pertanyaan: “Setelah tahu, terus ngapain?”

Jawabannya: aksi. Makanya LindungiHutan juga sudah menyiapkan program partisipasi. Siapa saja dapat terlibat secara langsung. Mereka yang punya waktu bisa ikut melakukan konservasi, sementara orang-orang yang mau terlibat tapi punya keterbatasan waktu bisa memberikan donasi lewat laman lindungihutan.com.

Lewat LindungiHutan, Ben pria berusia 26 tahun lulusan Magister Sistem Informasi Universitas Diponegoro ini ingin menumbuhkan kesadaran bahwa hutan adalah tanggung jawab bersama. Ia berharap orang-orang bisa terlibat bersama secara langsung dalam kampanye pelestarian hutan.

“Dari dulu, masalah hutan ada—dan selalu ada. Tapi, kontribusinya terbatasi pada pihak tertentu,” ungkap Ben. “Makanya kita pengen ngebuka akses ini ke siapa pun. Harapannya semua orang bisa akses informasi yang sama.”

Menggerakkan ribuan relawan dari penjuru Indonesia

Sejak awal didirikan pada 18 Desember 2016, yang ditandai dengan penanaman sekitar 2.000 pohon di Tambakrejo, Semarang, LindungiHutan mulai membagikan aktivitas dan kampanye konservasinya di media sosial. Ternyata respon netizen positif. Banyak yang bertanya soal lokasi kegiatan LindungiHutan dan apakah agenda serupa juga diadakan di kota mereka.

LindungiHutan pun kemudian berkembang menjadi wadah bagi para relawan di penjuru Indonesia. Saat ini jumlah relawan LindungiHutan sudah lebih dari 5.000 orang dan tersebar di 80 daerah.

ben lindungi hutan
Ben, CMO LindungiHutan/Mauren Vitri

Keaktifan tiap-tiap daerah, karena ini gerakan sukarela, tentu saja berbeda. Menurut Ben, ada beberapa daerah yang sangat aktif sampai-sampai mereka punya movement besar selain program LindungiHutan (pusat). Namun ada pula chapter yang pasif. Jadi, kalau nggak ada kegiatan dari LindungiHutan yang di pusat, ya sudah, sepi-sepi saja. Ini jadi tantang tersendiri buat Ben dan kawan-kawan; bagaimana menyamakan value biar gerakan-gerakan di berbagai penjuru itu nggak jomplang.

“Kita nggak pengen ini ekslusif. Jadi, ya, mereka [bisa] gabung-gabung aja di event-event penanaman dan kegiatan lain di konservasi,” ujar Ben. “Ada banyak sekali akun LindungiHutan yang diikuti dengan nama kota. Kadang bikin bingung; ini LindungiHutan yang mana? [Tapi] pada intinya mereka adalah [satu] komunitas.”

LindungiHutan bergerak di jalan yang sepi dengan mengerjakan hal-hal yang belum disadari oleh banyak orang. Dampaknya juga tentu saja belum terasa.

“Harapannya, 25 tahun mendatang, apa yang sudah kita mulai hari ini bisa dilihat hasilnya … Kita mau prosesnya bisa dapat dukungan dan sorotan, sebelum semua dampak buruknya terjadi.

“Kira-kira 25 tahun ke depan, orang keknya udah well-educated, ya. Anak-anak muda zaman sekarang, para generasi 30 tahun ke bawah, udah peduli dengan lingkungan,” lanjut Ben optimistis. “Mereka bisa jadi SJW [social justice warrior] yang bisa mencaci maki orang yang nggak care dengan lingkungan.”

Jalan berliku LindungiHutan

Tentu banyak tantangan yang harus dihadapi Ben dan kawan-kawan saat berproses di LindungiHutan. Salah satunya adalah menghadapi market yang belum well-educated; butuh proses panjang untuk menyampaikan pesan agar orang mau bergerak bersama.

Pernah juga anggota timnya berguguran dengan alasan klise: finansial yang belum oke. Mau nggak mau, ia harus “melepas” mereka dan kembali bergerak dalam tim yang kecil.

Saat LindungiHutan berada di titik-titik terendah, ia bertanya-tanya apakah [sebaiknya] segala yang tidak sesuai proyeksi ini harus tetap dijalankan (tetap istiqomah), tetap diperjuangkan, atau [apakah mereka harus] mengambil jalan lain.

“Tapi, makin ke sini [aku] makin merasa [bahwa] kita tuh nggak harus memenuhi [keinginan] semua orang apalagi diri sendiri. Misalnya, aku merasa paling gagal ketika aku eksekusi [program] yang aku inginkan, bukan yang dibutuhkan oleh LindungiHutan.”

Saya pun bertanya, “Ben, terus caramu [buat] semangat lagi gimana?”

Jawaban Ben menarik: “Sederhana, sih. Selain evaluasi diri, aku juga mengibaratkan diriku … [sebagai] orang yang menggali berlian, nggak dapet-dapet, tapi ternyata berliannya ada di belakang …. Tinggal aku sadar atau enggak untuk terus menggalinya. Kadang ‘kan orang baru segitu aja udah merasa gagal. Ketika aku konsisten, mengerjakan dengan niat baik, aku percaya LindungiHutan akan jadi pionir yang akan diingat orang saat orang membicarakan tentang pelestarian hutan.”

Di akhir obrolan, Ben bercerita bahwa sekarang LindungHutan sedang menggarap project Jelajahi. Jargonnnya adalah “jelajahi lalu lindungi.”

“Aku rasa ketika kita menemukan suatu hal baru, belum pernah ditemui, … [kita pasti ingin] melihat hal tersebut nggak hanya dari dunia digital saja, dan berharap … hal tersebut masih bisa dinikmati oleh anak cucu kita,” ujar Ben. “Harusnya kita menjaganya, merawatnya, melindunginya.”


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Suka gendong ransel, suka motret, kadang nulis.

Suka gendong ransel, suka motret, kadang nulis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *