Travelog

PPKM Diperpanjang Kebun Nanas menjadi Pilihan

Semasa corona, pasien COVID-19 terus bertambah, ekonomi semakin turun, dan kebutuhan hidup terasa menjadi mahal. Semua masyarakat dipukul rata dengan keadaan yang kala itu terus mencekam. Tidak sedikit yang mengalami rasa takut untuk sakit yang berujung pada kematian. Untuk itu pemerintah melakukan berbagai upaya untuk meredam penyebaran COVID-19. Mulai dari social distancing, PSBB, dan sekarang PPKM. 

PPKM pertama kali diberlakukan sejak tanggal 11-25 Januari 2021 untuk wilayah DKI Jakarta dan 23 Provinsi lainnya yang memiliki risiko tinggi penyebaran COVID-19. Namun, solusi ini dianggap belum efektif dan akhirnya muncul  PPKM mikro yang mulai 9-22 Februari 2021 yang berlaku untuk tujuh provinsi.

Pada bulan Juli PPKM diberlakukan lagi dengan sebutan PPKM darurat yang berlaku mulai tanggal 3-20 Juli 2021, khususnya wilayah Jawa-Bali. Namun, seiring kasus yang terus meningkat PPKM darurat terus diperpanjang hingga saat ini. Seluruh kegiatan pembelajaran dilakukan secara daring, mal/swalayan/pusat perdagangan ditutup total, tempat wisata ditutup dan tidak boleh makan di restoran (dine-in).

Bagi kami seorang mahasiswa yang suka me-refresh pikiran disela-sela kesibukan kuliah terasa bosan dan sumpek. Mal, restoran, dan tempat wisata yang biasa dikunjungi tutup total. Bertemu dengan teman sekelas pun hanya bisa tatap muka secara daring. Tidak ada tawa renyah saat duduk di taman depan kelas sambil menunggu dosen. Kami hanya bisa berdoa wabah pandemi segera berakhir.Kesibukan yang tidak pernah usai walau hanya via daring, tapi membuat rasa jenuh semakin membara. Lalu bagaimana harus menghibur diri? Baca novel, nonton drama korea, dan bermain game online menjadi kebiasaan baru kami. Nyatanya itu semakin membuat beban menumpuk. Sedangkan untuk kondisi sekarang kita harus tetap bahagia supaya bisa meningkatkan iman dan imun.

Buah nanas
Buah nanas/Dwi Wigati

Kami orang desa yang memiliki mayoritas mata pencaharian sebagai petani menjadikan sawah sebagai tempat hiburan utama. Mulai dari menanam padi, jagung, tembakau, sayur-mayur, hingga buah-buahan. Salah satunya menanam buah nanas. Menanam nanas ini menjadi salah satu mata pencaharian pokok masyarakat Desa Ponggok, Kabupaten Blitar untuk memenuhi kebutuhan. Untuk itu, mayoritas lahan yang dimiliki masyarakat penuh dengan tanaman nanas. Anehnya hanya tanaman ini yang bisa tumbuh hingga berbuah dengan baik. 

Meskipun jalanan sawah yang kecil dan berliku tidak menyurutkan rasa bahagia kami yang mendapat hiburan sederhana. Bentuk unik dari pohon nanas, daun hijau yang runcing dan bergerigi pada sisi-sisinya, serta buah yang ada daunnya runcing menjadi pengetahuan baru bagi kami, khususnya saya. Ini adalah pengalaman pertama yang saya dapat. Selama ini suka dengan buah nanas tetapi tidak mengetahui wujud dari pohonnya.

Susur
Sungai dikelilingi pohon besar/Dwi Wigati

Tepat pada sawah paling bawah terdapat sungai kecil yang dikelilingi pohon-pohon besar. Saat turun ke bawah kami harus melewati jalan berkelok dan tertutupi daun nanas juga. Namun, membuat kami semakin penasaran dan tertantang. Sedikit demi sedikit melewati jalan yang licin dan menurun. Teman-teman yang ada di belakang saya harus bersabar dan perlahan menunggu antrian melalui jalan kecil. 

Sungai itu dikelilingi pohon besar yang sedikit rimbun. Walaupun sungainya kecil seperti tidak berpenghuni, di dalamnya juga ada ikan-ikan kecil dan kepiting sungai yang hidup. Bebatuan yang besar menjadikan mereka mudah untuk berlindung dari hujan dan panas. Airnya tidak begitu dalam, sehingga kami berani memanfaatkannya untuk menghibur diri dengan bermain air. Air-air yang mengalir dengan mudahnya membawa daun-daun yang berserakan di atasnya. Sungai ini sepi dan berada paling bawah, tetapi tidak membuat kami takut dan menyurutkan rasa ingin tahu kami untuk bermain air dan berfoto ria di tengah rasa panas dari matahari yang menyengat. 

Tempat yang sederhana itu tidak kalah estetis dengan tempat wisata lainnya. Sederhana tapi angelnya dapat. Matahari pun mau berkongsi dengan kamera ponsel Android sederhana milik Ila, teman saya. Pohon-pohon besar yang mengelilingi sungai juga tidak mau menghalangi sinar surya yang menerpa. Warna pastel dari jilbab dan jaket Levi’s warna hitam yang saya pakai mendukung background sekitar. 

Nanas yang berbuah manis dan segar ini biasanya dibuat rujak buah. Dan, ternyata satu buahnya memiliki harga yang sangat murah dari petani. Per biji yang lumayan besar hanya senilai Rp2 ribu. Bahkan harganya seperti makanan gorengan yang terdapat pada pinggir jalan. Padahal buah nanas ini memiliki banyak manfaat, loh. Salah satunya memiliki kandungan vitamin C yang berguna untuk meningkatkan imunitas tubuh. Sedangkan gorengan memiliki banyak lemak yang bisa memicu kolesterol.

Pernahkah teman-teman membayangkan kalau harga hasil panen petani tidak sesuai dengan jerih payah mereka? Mulai dari menanam hingga menunggu hasil panennya yang paling cepat sekitar sepuluh bulan. Jika mereka menanam yang berjenis madu hingga 24 bulan baru bisa dipanen buahnya. Belum hitungan seberapa banyak biaya pupuk yang mereka keluarkan. Bisa rugi yang mereka dapatkan. Inilah hal yang sangat disayangkan juga selama pandemi. Penghasilan menurun dari banyak segi termasuk pertanian. Sedangkan bahan makanan pokok semakin mahal.

Siangnya pada salah satu rumah masyarakat, kami diberi suguhan buah nanas yang sudah dipotong, cilok, kerupuk sambal, semangka, dan es sirup segar. Suguhan ringan tetapi menggiurkan. Rasa asam, manis, dan segar dari nanas cocok dimakan dengan cilok bersaus dan kerupuk sambal. Begitulah indahnya sikap dan nuansa desa yang tidak terlupakan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Dwi Dian Wigati asli dari Kabupaten Malang. Sekarang berdomisili di Kota Malang untuk menempuh pendidikan Perguruan Tinggi. Di sela-sela kesibukannya, Wigati hobi membaca buku dan travelling.

Dwi Dian Wigati asli dari Kabupaten Malang. Sekarang berdomisili di Kota Malang untuk menempuh pendidikan Perguruan Tinggi. Di sela-sela kesibukannya, Wigati hobi membaca buku dan travelling.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Menuntut Ilmu saat PPKM Darurat