Menyambung artikel sebelumnya, Nutrihiking: Rahasia Memilih Bekal Naik Gunung, belum lengkap rasanya jika belum mengupas satu per satu zat gizi dalam bekal naik gunung. Sebelum masuk ke bahasan utama, kembali saya ingatkan bahwa pendakian gunung masuk dalam kategori olahraga. Selain persiapan fisik sebelum pendakian, kalori untuk mendukung aktivitas fisik juga perlu dipersiapkan dengan baik. Persiapan ini biasa disebut sebagai manajemen logistik dalam dunia pendakian.
Yak…
Sebenarnya, di setiap acara jalan-jalan, entah piknik chilling out on the beach atau kemcer atau naik gunung, yang namanya makan itu penting. Bedanya, dalam pendakian kita harus menyiapkan makanan secara efektif dan efisien. Mengapa? Ada banyak faktor yang menyebabkan, mulai dari alat masak yang terbatas, waktu pengolahan, maupun ketahanan bahan pangan itu sendiri. Semua harus diatur dengan baik.
Nah, salah satu komponen yang perlu diperhatikan ialah sumber karbohidrat. Karbohidrat adalah bensin utama tubuh kita. Antara 60-70% bahan bakar tubuh kita berasal dari zat gizi ini. Banyak sekali sumber karbohidrat yang tersedia di sekitar kita. Tapi, apakah semua kompatibel untuk dibawa ke gunung?
Bisa iya bisa tidak, tergantung kemampuan memasak kamu. Kali ini saya akan mencoba mengupas tuntas berbagai macam pangan karbohidrat yang bisa kita bawa dalam pendakian. Semua bahan pangan karbohidrat yang tertulis di sini memiliki jumlah energi sebesar 175 Kal, dengan jumlah zat gizi protein sebesar 4 g dan karbohidrat sebesar 40 g dalam satu URT (Ukuran Rumah Tangga). Data yang saya sebutkan merujuk pada panduan DBMP (Daftar Bahan Makanan Penukar) yang bisa kamu lihat di sini. Kuy, ah!
1. Beras
Ketersediaan pangan | Mudah |
Teknik memasak | Boiling-steaming |
URT | 100 g/tiga per empat gelas |
Pilihan menu | Nasi uduk, nasi liwet, nasi kebuli |
Bahan pangan ini paling mudah ditemui karena tersedia di mana-mana. Dengan ukuran pengemasan yang kecil, bahan pangan ini mudah dibawa kemana-mana.
Kekurangan? Tentu ada. Bahan pangan ini merupakan bahan yang agak sulit dimasak menggunakan nesting. Banyak kejadian beras yang dimasak menjadi kletis (tidak matang) atau malah terlalu lembek, yang berdampak pada menurunnya nafsu makan. Namun kelemahan ini tentu dapat diatasi dengan sering berlatih memasak nasi menggunakan nesting sebelum melakukan pendakian. Kelemahan lainnya ialah apabila tidak diolah dengan benar akan meninggalkan kerak yang agak sukar dibersihkan. Tapi jangan takut, kelemahan ini bisa diakali menggunakan kain kukusan. Cara masaknya? Cari sendiri.
Menu yang bisa dikembangkan dari bahan ini cukup bervariasi. Jika ingin menjadi nasi uduk cukup tambahkan santan, daun salam, serai, lengkuas, dan garam. Nasi liwet? Bisa tambahkan irisan bawang merah, irisan cabai, salam, serai, dan tentunya teri Medan—yang ternyata malah asli Lampung—yang telah digoreng. Nasi kebuli bisa dimasak dengan menambahkan bumbu kare sachet dan santan. Mudah bukan? Engga, dong. Latihan dulu di rumah kalau mau jadi chef gunung.
2. Kentang
Ketersediaan pangan | Mudah |
Teknik memasak | Boiling, steaming, grilling, deep-frying |
URT | 210 g/2 buah ukuran sedang |
Pilihan menu | French fries, parsleyed potatoes, grilled potato |
Ini bahan pangan favorit saya. Pilihan cara memasak yang banyak membuat saya bisa leluasa berkreasi dengan bahan pangan ini. Kelebihan kentang ialah perlakuan memasak yang tidak membutuhkan skill khusus. Pemula sekali pun akan mudah mengolah bahan pangan ini. Tidak hanya itu, bahan pangan ini juga tidak meninggalkan kotoran di nesting saat diolah. Kelemahan? Tentu ada. Kentang bisa dikatakan yang paling berat dan ukuran pengemasannya lumayan besar. Bahan pangan ini cocok untuk solo hiking. Kalau kelompok? Aduh, kasian porter logistiknya.
Pilihan menunya? Gampang-gampang koq. Bisa kamu potong-potong lalu goreng dan tambahkan bon cabe atau cocol saus: jadilah french fries. Malam datang sambil menunggu perapian kamu bisa bungkus kentangnya dengan aluminium foil lalu taruh di perapian: jadilah grilled potato. Mau agak Western dikit? Potong dadu kentangnya, boleh kamu goreng atau rebus. Lalu tumis dengan mentega, tambahkan bumbu ajian lalu taburkan daun seledri yang telah dicincang halus, tumis sebentar dan—taraaaa—parsleyed potatoes-mu telah matang.
3. Bihun
Ketersediaan pangan | Mudah |
Teknik memasak | Blanching, stir-frying |
URT | 50 g/setengah gelas |
Pilihan menu | Bihun goreng, bihun gulung |
Kalau kamu cari yang putih, bersih, dan langsing, mungkin kamu boleh memasukkan bahan pangan ini ke list kandidat pasangan hidupmu. Engga, deng. Faktanya, di balik kesempurnaan estetikanya, bahan ini justru yang paling jarang dipilih. Banyak faktor, sih, mulai dari mindset “ga kenyang kalau ga makan nasi,” karakteristik yang rapuh, sampai ukuran pengemasan yang lumayan besar sehingga sulit dimasukkan ke dalam keril. Kelebihan? Jelas bihun adalah yang paling enteng. Cara memasaknya pun paling mudah. Cukup diseduh dengan air panas, bihun telah matang.
Contoh pertama olahan bihun ialah bihun goreng. Saya biasa memasak ini. Langkah-langkahnya, potong sayuran seperti wortel berbentuk julienne, rebus wortelnya, lalu jika telah matang gunakan air rebusannya untuk menyeduh bihun. Kemudian tumis bihun dan sayuran, tambahkan bumbu ajian dan juga kecap serta jangan lupa irisan daun bawang sebagai pemanis saat dihidangkan. Bihun gulung? Tengok sajalah abang-abang jualan di depan SD.
4. Mi kering
Ketersediaan pangan | Mudah |
Teknik memasak | Boiling-blanching, stir-frying |
URT | 50 g/gelas |
Pilihan menu | Mi goreng, mi rebus |
Inget, ya: mi kering bukan mi instan. Meskipun sama-sama mi, saya lebih menyarankan mi kering alias mi telor. Kenapa? Dalam mi instan terlalu banyak mineral garam yang bersifat diuretik sehingga kita akan menjadi lebih sering buang air kecil. Padahal kita tahu bahwasanya cairan sangat vital dalam pendakian. Terlalu sering BAK tentunya akan mudah membuat kita menjadi dehidrasi. Tak perlu dijelaskan, ya, dampak dehidrasi saat pendakian.
Mi telor sendiri cukup diseduh dengan air panas sehingga irit penggunaan kompor lapangan. Tergolong ringan namun ukuran pengemasannya agak lumayan. Pengolahannya pun cukup mudah, bisa disulap jadi mi goreng atau mi rebus. Cara masaknya? Interview kang nasgor sajalah pas lagi jajan malam.
5. Mi basah
Ketersediaan pangan | Sulit |
Teknik memasak | Blanching, boiling, stir-frying |
URT | 200 g/2 gelas |
Pilihan menu | Mi goreng, mi godog ala Jawa, pecel mi |
Bahan pangan ini biasanya tidak dijual di swalayan mini. Kamu harus membelinya di tukang sayur maupun pasar yang dekat dari base camp pendakian. Ketahanan pangan ini juga tak seperti saudaranya di atas, tapi masih kompatibel kalau mau dibawa ke gunung. Nilai plus dari mi basah ialah waktu memasak yang relatif singkat. Cukup diseduh saja dengan air panas. Bumbunya pun sama dengan mi goreng atau mi godog pada umumnya. Sementara untuk pecel mi kamu bisa menggunakan bumbu kacang instan yang beredar luas di pasaran.
6. Pasta
Ketersediaan pangan | Mudah |
Teknik memasak | Boiling, stir-frying |
URT | 50 g/setengah gelas |
Pilihan menu | Pasta dengan saus Bolognaise atau saus Hollandaise, dll. |
Pasta ini banyak macamnya. Yang umum dijual di swalayan, ya, macam spaghetti, macaroni, fusilli (bentuk spiral), dan conchiglie (kerang). Memasaknya cukup dengan direbus, namun agak sedikit lama agar mencapai tekstur kenyal atau al dente. Panganan ini recommended banget, sih, soalnya enteng, ukuran pengemasannya kecil, dan teknik memasaknya mudah. Pengolahan pun tergantung saus yang kita bawa. Gampanglah….
Bahan-bahan di atas adalah sumber karbohidrat kompleks. Mengapa tidak saya masukkan roti, crackers, biskuit, havermout, dan sereal? Ya karena bahan-bahan tersebut tak perlu pengolahan khusus. (Mungkin bahan-bahan pangan itu akan saya ulas mendalam di serial Nutrihiking selanjutnya.) Yang terpenting, semoga dengan ulasan di atas kamu dapat memilah dan memilih sumber pangan karbohidrat yang sesuai untuk diaplikasikan dalam pendakianmu, entah solo hiking, grup, kemcer, dll.
Jadi, kurang-kurangin mi instan, ya.
Untuk merekap, saya ulang lagi bahwa sumber-sumber karbohidrat di atas adalah yang paling kompatibel sepengalaman saya mendaki, dengan mempertimbangkan beberapa aspek seperti kecepatan pengolahan, ketersediaan alat masak, serta ketahanan bahan pangan itu sendiri. Kembali saya ingatkan: URT yang tertulis di tiap bahan berarti 1 URT sama dengan 175 Kal. Artinya apa? Kamu bisa menghitung berapa jumlah bahan makanan yang kamu butuhkan sehingga sesuai dengan kebutuhan kalori kamu saat pendakian.
Ribet, ya? Yaudah, kalau malas masak-masak di gunung, kamu bisa ajak saya kalau mau mendaki.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
2 comments
[…] lama tampaknya sejak serial Nutrihiking kedua saya, Nutrihiking: Karbohidrat Tepat agar Pendakian Makin Mantap, tayang. Dalam tulisan itu sudah dikupas tuntas manajemen logistik dari sudut pandang zat gizi […]
[…] tulisan sebelumnya, “Nutrihiking: Karbohidrat Tepat agar Pendakian Makin Mantap,” sudah disinggung soal bahan-bahan karbohidrat kompleks yang kompatibel untuk diajak mendaki. Nah, […]