Itinerary

Nutrihiking: Rahasia Memilih Bekal Makanan Naik Gunung

Sebelum memulai, saya hanya ingin menekankan bahwa informasi dari tulisan ini sangat-sangat boleh untuk disanggah apabila tidak sesuai dengan apa yang ada di benak pembaca. Tulisan ini hanya memaknai kegiatan pendakian dari kacamata eksmahasiswa gizi. Saya membuka kesempatan seluas-luasnya untuk diskusi yang ilmiah.

Cheers!

Gizi. Nutrisi. Kalori. Basal metabolic rate (BMR).

Saya yakin istilah-istilah tersebut akan sulit dicerna tanpa modal pengetahuan kesehatan. Agar lebih mudah, mari kita sederhanakan istilah-istilah itu menjadi satu kata yang tentu saja familiar di kalangan pendaki: logistik.

Bagi pendaki, logistik adalah elemen penting dalam persiapan pendakian. Penting dan selalu dibawa, tapi tanpa manajemen. Biasanya kita memang tinggal masuk ke toserba terdekat, shuffling dengan elegan ke rak-rak yang menjajakan mi instan, lalu dilanda dilema: “Mau mi goreng atau mi rebus, ya? Hmm….” Tapi, semoga saya keliru dan kenyataannya tidak begitu.

Kalau dipikir-pikir, sulit memang memikirkan soal kebutuhan kalori sementara spasi dalam keril sudah telanjur penuh sleeping bag dan camping outfit. Tapi, itu persoalan lain. Sebelum sampai di bagian pengemasan logistik, ada baiknya kita menghitung kebutuhan kalori terlebih dahulu.

Ada banyak rumus yang bisa digunakan, di antaranya:

 BMR Pria = (10 x BB) + (6,25 x TB) – (5 x U) 
BMR Wanita = ((10 x BB) + (6,25 x TB) – (5 x U)) – 161

BMR atau basal metabolic rate adalah jumlah kalori mutlak yang diperlukan untuk hidup dan tidak melakukan aktivitas apa pun. BB adalah berat badan, TB adalah tinggi badan, dan U adalah umur. Begitu nilai BMR diketahui, kebutuhan kalori akan didapatkan setelah dikalikan dengan faktor aktivitas. Nilai faktor aktivitas untuk pendakian adalah 1,7.

Sebagai contoh, karena penulis diakui sebagai pejantan yang memiliki BB 65 kg dengan TB 182 dan umur 22 tahun, maka:

 Kebutuhan = ((10 x 65) + (6,25 x 182) – (5 x 22)) x 1,7  = 1677,5 x 1,7 = 2852 Kal 

Ribet? Tidak juga. Tinggal dicontek saja rumusnya. Coba-coba saja hitung dahulu. Bagaimana? Nilainya besar? Jelas. Nilai faktor aktivitasnya saja sudah 1,7 atau hampir dua kali lipat dari BMR tubuh kita.

Jadi, masalah selanjutnya adalah bagaimana kita bisa memenuhi kebutuhan kalori yang besar saat pendakian sementara kita hanya punya ruang terbatas dalam keril. Rumit? Tidak juga. Makanya dibaca dulu tulisan ini.

Dalam ilmu gizi, terdapat pembahasan soal zat gizi makro. Kamu barangkali familiar dengan istilah ini. Zat gizi makro itu maksudnya karbohidrat, protein, dan lemak. Selain tiga komponen itu, logistik dalam pendakian juga terkait cairan dan manajemen air. Tapi, harap dicatat bahwa yang dibahas di sini adalah logistik untuk medan pengunungan tropis yang berjejer di garis khatulistiwa kita. Beda persoalan kalau tujuanmu adalah K2 atau Everest.

Berkenalan dengan zat gizi makro

Pertama, karbohidrat (KH). Sekitar 60-70% kebutuhan kalori kita terpenuhi dari karbohidrat (dalam keadaan sehat). Ada banyak jenis karbohidrat. Tapi, supaya lebih mudah, dalam bahasan ini akan kita bagi jadi dua saja, yakni KH sederhana dan KH kompleks.

KH sederhana ialah karbohidrat yang mudah diserap tubuh dan dianjurkan untuk dikonsumsi setelah atau sebelum aktivitas. Konsumsinya pun dalam jumlah sedikit. Contoh makanannya ialah madu, permen, coklat, atau buah buahan. KH Kompleks ialah kebalikan dari KH sederhana. Karbohidrat jenis ini perlu waktu untuk diserap tubuh, namun tidak dikonsumsi sesering KH sederhana. Makanannya bisa berupa nasi, kentang, pasta, havermout, dan serealia lainnya.

“KH sederhana penyerapannya lebih cepat? Kalau begitu tak banyakin makan Choki-Choki aja, deh,” ujarmu.

pendakian gunung sindoro
Memasak makan malam di Sunrise Camp/Fuji Adriza

Ey, bukan begitu mainnya, anak muda. KH kompleks itu penting sekali. Lagipula, kalau kamu makan bahan dengan kandungan KH kompleks tinggi, otomatis zat gizi mikro seperti vitamin, mineral, dan serat juga akan ikut terkonsumsi, dan KH kompleks juga membuat rasa kenyang bertahan lebih lama sehingga kamu tak harus sebentar-sebentar bongkar keril untuk mengais logistik.

Kedua, protein. Kebutuhan kalori kita terpenuhi oleh 15% dari zat gizi ini. Protein dibutuhkan untuk me-recovery sel-sel otot kita yang rusak selama aktivitas pendakian. Tak usah dibayangkan bagaimana rusaknya sel-sel ototmu setelah menempuh tanjakan-tanjakan mesra dengan medan aneka warna—sebentar batu, sebentar pasir pasir, sebentar lumpur, sebentar lagi sampai….

Protein yang dipilih adalah protein (bernilai) biologis tinggi.

Err—apa pula itu?”

Maksudnya adalah protein yang berasal dari sumber hewani. Karena kita, manusia alias Homo sapiens, masih terdaftar sebagai rakyat kerajaan Animalia, protein dari sumber-sumber yang masih satu kingdom dengan kitalah yang paling mudah diserap. Contoh makanannya: telur, bakso, corned beef, dan susu.

Ketiga, lemak. Nah, ini zat gizi paling gurih. (Gorengan memang kanmaen kalau dimakan bareng senja.) Sekitar 20-25% kebutuhan kalori terpenuhi dari zat gizi ini. Gunanya? Untuk menggemukkan badan? Tidak, kisanak. Lemak berfungsi sebagai cadangan energi. Salah satu tempat penyimpanan lemak adalah bagian hipodermis atau kulit kita.

“Ngapain dia di situ?”

Untuk jadi isolator atau penghangat tubuh kita. Jadi, jangan heran kenapa yang gemuk bisa ngobak lama-lama di air curug ketimbang yang kurus. Soal sumber makanannya masih sama, yaitu dari sumber hewani.

“Yasudahlah olesin margarin aja di badan ora usah pakai SB. ‘Kan bisa buat penghangat.”

Iya, terserah. Suka-suka antum.

Keempat, cairan. Ini zat sangat vital. Kata Mbah Google, manusia bisa tahan tak makan sampai tiga minggu, tapi kalau tidak minum hanya kuat tiga hari—tergantung kondisi juga, sih. Makanya tak heran sampai ada yang bilang bahwa air sama dengan emas kalau di gunung.

Tanpa manajemen yang baik, ada kemungkinan seorang pendaki akan kehabisan air minum di gunung, terlebih jika tak ada mata air di sepanjang jalur. Umumnya manusia membutuhkan 2 liter air per hari. Tapi tak semua juga harus disokong dengan air putih, sebab air juga bisa didapat dari sumber makanan lain seperti buah-buahan.

“Jadi intinya saya harus bawa apa, sih?”

Nanti dulu. Sebelum sampai pada jawaban atas pertanyaan itu, saya mau berbagi rahasia bahwa setidaknya pemilihan logistik memenuhi tiga persyaratan berikut: (1) padat kalori, (2) cepat saji, dan (3) tahan lama. Ya, itulah tiga kriteria yang wajib dipenuhi.

Padat kalori maksudnya ialah makanan dengan berat serta packing yang kecil namun memiliki kalori yang tinggi. Cepat saji artinya tidak perlu waktu lama untuk dimasak supaya perut tidak semakin melintir. Logistik yang tahan lama bisa kamu peroleh dari produk-produk makanan kering atau yang dijual dalam kemasan kaleng. Kalau niatmu untuk membawa makanan basah tak terbendung, belilah beberapa jam sebelum pendakian dan langsung diolah secepatnya—kecuali memang kamu bawa kulkas.

“Setelah membaca ulasan ini, saya amati bahwasanya mi instan memang memenuhi segala kriteria.”

Duh, tak begitu juga, kisanak. Saya kasitau nih, ya. Mi instan banyak mengandung garam, memicu kamu untuk sebentar-bentar keluar tenda untuk buang air kecil. Seratnya juga sedikit, jadi kenyangnya tak lama.

“Ya, terus apa, dong?”

Nih! Boleh dicontek menu makan saya kalau lagi piknik:

Pagi hari ke-1Sarapan makanan apa saja yang ada di base camp.
Siang hari ke-1Nasi bungkus lauk dipisah (hewani dan nabati/sayur), dikukus di nesting.
Malam hari ke-1Parsleyed potatoes (kentang), sayur sop bakso.
Dini hari sebelum ke puncakEnergen/susu, sereal.
Ketika di puncakSusu Ultra, roti.
Turun dari puncakSpaghetti dan corned beef, nugget.
CamilanMadu sachet, roti gabin/Promina, air gula merah, snack asin (1 bungkus).

“Loh, kamu nggak masak nasi?”

Tidak. Karena saya malas mencuci kerak nesting.

Sekian dari saya. Jadi, ada yang mau goyang nesting bareng di hadapan Surken?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggal bahagia di Kecamatan Sawangan. Gemar mengemas keril walaupun tidak ada pendakian yang dilakukan. Seneng aja packing-nya.

Tinggal bahagia di Kecamatan Sawangan. Gemar mengemas keril walaupun tidak ada pendakian yang dilakukan. Seneng aja packing-nya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *