Berkunjung ke Masjid Agung Demak tak lengkap rasanya bila tak sekalian singgah ke Museum Masjid Agung Demak yang masih satu kompleks dengan lokasi masjid. Letaknya di sebelah utara serambi Masjid Agung Demak atau sebelah utara persis situs kolam wudu bersejarah.
Museum Masjid Agung Demak berdiri di atas lahan seluas 16 meter persegi, dibangun dengan anggaran mencapai Rp1,1 miliar yang berasal dari APBD Demak dan sisanya dari Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) Masjid Agung Demak. Di dalam museum tersimpan koleksi benda-benda bersejarah peninggalan Walisongo dan Masjid Agung Demak yang jumlahnya mencapai 60 koleksi.
Museum ini buka dari Senin hingga Minggu pada jam kerja. Tak ada tiket masuk alias gratis, tapi pengunjung dianjurkan untuk berinfak seikhlasnya di kotak infak yang telah disediakan. Benda-benda bersejarah apa saja yang dapat kita lihat di Museum Masjid Agung Demak? Dari 60-an koleksi, berikut ini di antaranya.
Maket Masjid Demak
Maket atau miniatur Masjid Agung Demak 1845–1864 M tersimpan di Museum Masjid Agung Demak. Maket itu konon aslinya dibuat oleh Sunan Kalijaga—yang memang ditunjuk sebagai arsitek pembangunan Masjid Agung Demak. Termasuk dalam penentuan kiblat masjid yang konon dilakukan oleh Sunan Kalijaga.
Soal kiblat ini, pada abad ke-18 M (Masjid Agung Demak berdiri pada abad ke-15 M), pernah Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari—mufti Kerajaan Banjar dan penulis Kitab Sabilal Muhtadin—melawat ke Tanah Jawa dan menyelidiki pembuatan Masjid Demak, bahkan masjid-masjid di seluruh Jawa. Maka, beliau menyimpulkan bahwasannya masjid yang benar-benar tempat mihrabnya menghadap kiblat adalah Masjid Demak.
Menurut Zainal Abidin bin Syamsudin dalam buku Fakta Baru Walisongo (2017), demikian itu karena kepiawaian para sunan sebagai ahli dalam ilmu falak (astronomi).
Saka Guru Peninggalan Para Wali
Di museum juga tersimpan empat saka guru (tiang penyangga) bagian bangunan induk Masjid Agung Demak yang asli. Empat saka guru itu adalah peninggalan empat wali, yaitu Sunan Bonang (Tuban), Sunan Gunung Jati (Cirebon), Sunan Ampel (Surabaya), dan Sunan Kalijaga (Demak).
Saka guru yang saat ini menyangga bangunan induk Masjid Agung Demak adalah replikanya, di mana formasi tata letak keempat saka guru tersebut adalah sebagai berikut: bagian barat laut, yakni saka guru buatan Sunan Bonang; bagian barat daya, yakni saka guru buatan Sunan Gunung Jati; bagian tenggara, saka guru buatan Sunan Ampel; dan bagian timur laut, saka guru buatan Sunan Kalijaga.
Pintu Bledeg Ki Ageng Selo
Pintu bledeg adalah daun pintu berukir peninggalan salah satu murid Sunan Kalijaga yang bernama Ki Ageng Selo (Grobogan) yang dibuat pada sekitar tahun 1466 M atau 887 H. Daun pintu terbuat dari kayu jati berukir tumbuh-tumbuhan, jambangan, sejenis mahkota, dan kepala binatang mitos dengan mulut bergigi yang terbuka.
Menurut cerita rakyat yang berkembang, kepala binatang tersebut menggambarkan petir yang konon pernah ditangkap oleh Ki Ageng Selo. Karena itulah orang-orang menamakan pintu itu sebagai pintu bledeg dan merupakan candra sengkala yang berbunyi nogo mulat saliro wani, yaitu tahun 1388 Saka atau tahun 1466 Masehi atau 887 Hijrah.
Daun Pintu Makam Kesultanan
Pintu makam kesultanan berangka tahun 1710 M ini masih terlihat utuh dan indah dengan ragam ukir suluran dan bunga pada bagian tengah pintu. Hanya saja kusen-kusennya, yang berada di samping dan atasnya memang terlihat sudah rusak dan tampak sangat tua.
Bedug dan Kentongan Wali Abad XV
Bedug dan juga kentongan merupakan properti hasil kreasi budaya para wali yang menjadi sarana untuk menginformasikan kepada masyarakat akan masuknya waktu salat. Bedug dan juga kentongan yang tersimpan di Museum Masjid Agung Demak tertulis merupakan peninggalan abad XV.
Gentong Kong dari Dinasti Ming
Gentong kong berupa guci keramik peninggalan Dinasti Ming jumlahnya ada 3 buah. Merupakan hadiah dari Putri Campa pada abad XIV. Tinggi guci 90 cm dan garis tengahnya 100 cm. Guci milik Kesultanan Demak itu dulu digunakan sebagai penampung air untuk memasak.
Kap Lampu Peninggalan Pakubuwono ke-1 dan Kayu Tatal Buatan Sunan Kalijaga
Kap lampu yang ada di Museum Masjid Agung Demak tertulis tahun 1710 M. Merupakan peninggalan Pakubuwono ke-1.
Sunan Kalijaga dalam membuat salah satu tiang penyangga (saka guru) bangunan induk Masjid Agung Demak tidak menggunakan kayu utuh, namun serpihan kayu yang kemudian dikenal dengan nama saka tatal atau kayu tatal. Baik tiang penyangganya maupun beberapa serpihan kayu tatal itu kini tersimpan di Museum Masjid Agung Demak.
Kitab Suci Kuno Al-Quran 30 Juz Tulisan Tangan
Menurut cerita, Al-Quran bertuliskan tangan 30 juz itu ditemukan di bawah atap (bangunan atas) ketika Masjid Agung Demak sedang dipugar. Koleksi kitab suci kuno Al-Quran 30 Juz tulisan tangan tersebut disimpan di dalam lemari pajang kaca, dengan pengawet alami di dekatnya.
Tafsir Al-Quran Juz 15-30 Karya Sunan Bonang
Tafsir Sunan Bonang Juz 15 s/d 30 yang tersimpan di Museum Masjid Agung Demak ini tertulis selesai ditulis pada saat terbitnya matahari (waktu dhuha) hari Sabtu, tanggal 20 bulan Syakban tahun 1000 H. Sebuah sumber menyebutkan, kitab ini adalah satu harta kaum muslim Jawa yang selamat dari ‘perampokan’ manuskrip oleh Raffles.
Batu Umpak Andesit
Batu umpak andesit adalah batu-batuan yang diambil dari Majapahit. Fungsinya sebagai pengganjal tiang agar tidak keropos, sebab keadaan tanah di kawasan Demak pada waktu itu masih banyak yang becek (rawa-rawa).
***
Itulah beberapa koleksi yang bisa kita lihat di Museum Masjid Agung Demak, yang bisa mengantarkan imajinasi kita ke masa lampau, saat majelis dakwah Walisongo masih hidup dan gigih menyiarkan dakwah Islamiyah ke segenap penjuru tanah Jawa.
Sejenak menikmati dan menyelami berbagai koleksi benda-benda bersejarah di Museum Masjid Agung Demak menjadi penutup lawatan ke Demak. Semoga bermanfaat.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Badiatul Muchlisin Asti Penulis lepas di media cetak dan online, menulis 60+ buku multitema, pendiri Rumah Pustaka BMA, dan penikmat (sejarah) kuliner tradisional Indonesia