Interval

Mura Aristina dan Kisahnya di Candi Borobudur

Namanya Mura Aristina. Namanya mendadak jadi perbincangan masyarakat saat ia menjadi pemandu wisata Barack Obama ketika mengunjungi Candi Borobudur. Dengan lincahnya, Mura menjelaskan tiap panil relief yang dilewati Barack Obama meskipun dengan waktu terbatas. Selain itu, dia pernah memandu Putri Kerajaan Thailand, Mantan Presiden Singapura, Mantan Perdana Menteri Australia, dan masih banyak lagi tamu-tamu VVIP lainnya. Perjuangan Mura untuk meraih posisi “pemandu spesial” tidaklah mudah. Perlu ketekunan dan keuletan tiada henti untuk berada di posisinya sekarang.

Mura lulus SMA tahun 1999 di usianya yang masih 16 tahun. Memang, sekolah di kampung kala itu lebih cepat selesainya karena tidak ada pendidikan kanak-kanak (TK). Ketiadaan biaya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang jauh lebih tinggi, ia mengikuti saran bapaknya untuk menjadi tukang sapu di Candi Borobudur.  Dari saran inilah yang membawa jalan hidupnya berubah.

Candi Borobudur yang sedari dulu sudah menjadi tujuan wisatawan seluruh dunia untuk berlibur, menjadi awal mula Mura belajar kehidupan yang mandiri. Ia bertemu banyak orang; wisatawan asing, wisatawan lokal, dan pemandu senior yang mulai menarik minatnya semakin dalam akan Candi Borobudur dan membentuk mentalnya menjadi tahan banting. 

Kurang lebih lima tahun dalam kurun waktu 1999-2004, ia menjadi tukang sapu. Selama menjadi tukang sapu, ia seringkali ditanya pengunjung letak-letak relief yang terpahat di Borobudur, yang membuatnya mau tidak mau, harus belajar. Pernah suatu ketika, ada seorang pengunjung yang meminta petunjuk kepadanya dan memberikan tip, dari sinilah dia berpikir bahwa pemandu adalah suatu pekerjaan yang luar biasa.

Kemudian pada 2004, setelah ada penerimaan posisi satpam, ia masuk dan menjadi satpam Candi Borobudur hingga tahun 2008. Barulah pada 2008 karirnya menjadi pemandu dimulai.

Menjadi Pemandu

Untuk menjadi pemandu, tentu dibutuhkan kecakapan yang memadai—terutama dalam bahasa Inggris. Ini yang membuat Mura belajar lebih giat untuk memperlancar bahasa Inggrisnya. Begitupun soal sejarah, makna, hingga fungsi Candi Borobudur yang ia pelajari dari senior pemandu dan buku.

“Pada waktu itu bahasa Inggris saya masih pas-pasan kemudian suatu ketika saya sudah bekerja di balai konservasi, saya disuruh memandu tamu. Padahal tamu itu tamu spesial dari Thailand,” tutur Mura sembari mengingat kembali pengalamannya.

Mura aristina
Mura Aristina siap memandu siapapun yang membutuhkan jasanya/Kompas.id

“Kemudian, saya belajar bahasa Inggrisnya harus segera. Singkat kata saya belajar, kemana-mana membawa kamus udah kayak orang gila, sampai masuk angin juga,” kenangnya. 

Selain banyak membawa tamu asing, ia juga kerap kali mendampingi tamu-tamu lokal yang memang tidak hanya tertarik dengan keindahan arsitektur Candi Borobudur, tetapi juga kisah dibalik relief dan pembangunannya. Anak SD, remaja tanggung, hingga orang dewasa mengantri untuk mendapatkan jasanya.

Selama menjadi pemandu, ada banyak hal unik yang dia temui. Salah satunya adalah pertemuannya dengan akademisi yang ahli soal Borobudur. 

“Ada sebuah situasi di mana saya pernah memandu Profesor Doktor Agus Aris Munandar, waktu itu beliau masih S2 mau S3. Beliau waktu itu mau ujian S3, ujiannya di Candi Borobudur, yang menguji waktu itu Profesor Doktor Hariyani Santiko. Jadi saya menang banyak! Bisa dibayangkan S3 relief Borobudur, pengujinya juga ada di situ. Akhirnya saya dapat jaringan dan jadi kenal Pak Agus Aris Munandar,” kenangnya.

Bagi publik, justru nama Mura menggaung kala ia mendampingi mantan presiden Amerika Serikat, Barack Obama ketika berkunjung ke bangunan ini 2017 silam. Ia menjadi tajuk utama pemberitaan media baik daring maupun cetak. Apa sebab kehebohannya?

“Teman-teman media itu mereka bisa berharap besar bisa dapat foto dari Obama, tapi jangankan media, paspampres Indonesia saja tidak boleh berada dalam ring Obama, anda bisa bayangkan. Saya termasuk orang spesial, karena hanya saya yang boleh dekat dengan Obama (secara fisik) ketika kunjungan waktu itu.”

Dari kunjungan Obama waktu itu, ia sempat melakukan kesalahan yang mengakibatkan kemarahan ajudan Obama. Telepon genggamnya sempat disita sang ajudan karena Mura yang mengambil foto Obama.. Tak lama, Obama pun mengetahui permasalahan mereka berdua

“Ada apa sih?” tanya Obama

“Ini sudah dikasi tau nggak boleh foto malah foto!” seru ajudannya.

“Yaudah, nggak papa, yuk selfie,” ajak Obama.

Mura tidak berani mengiyakan ajakan selfie mantan kepala negara tersebut. Menurutnya, hal ini kurang sopan untuk dilakukan kepada orang yang lebih tua. “Saya malah minta ajudannya yang marah ke saya itu untuk memotretkan. Akhirnya foto yang bisa saya kirim ke teman-teman media kan foto saya dirangkul Obama. Akhirnya saya diliput habis-habisan, diwawancara sana-sini.”

borobudur
Christine Lagarde kala mengunjungi Borobudur didampingi Mura/Borobudurpark.com

Pengalaman lainnya adalah sewaktu Mura membawa seorang gubernur dari Indonesia timur. Setelah tur selesai, dia bertanya ke Mura “saya harus bayar berapa ke kamu?” Mura kemudian menyebutkan harga standar pemandu di candi. 

“Saya mintanya rendah, dia malah mintanya tinggi. Baru kali ini saya menemukan tawar-menawar tapi kebalik. Waktu itu standarnya 30.000 rupiah, malah dikasih 300.000 rupiah. Rasanya tumpah ruah. Setelah saya renungi, ternyata menikmati pekerjaan itu luar biasa,” ungkapnya.

Ini pula yang akhirnya membuat Mura sering memberikan wejangan kepada juniornya tentang bagaimana para pemandu wajib melayani wisatawan yang datang dengan sepenuh hati. Teknik public speaking harus selalu diasah dan disesuaikan dengan latar belakang peserta, dan tentunya dalam memandu harus menggunakan hati dan totalitas.

Borobudur dan Pariwisata

Borobudur bukan hanya menyoal candi Budha termegah dan terbesar di dunia yang berasal dari masa lalu. Pariwisata kini mulai menyisakan beragam masalah pada bangunan candi semisal lantai candi yang semakin aus akibat pengunjung yang membludak karena jumlah kunjungan yang melebihi kapasitas. Satu hal yang Mura garis bawahi adalah sustainable tourism belum banyak dipahami masyarakat.

“Yang masih belum terbangun di masyarakat adalah sustainable tourism. Pariwisata itu harus benar-benar berkualitas, bukan sekedar naik candi, pegang patung, foto-foto, beli souvenir terus pulang.”

borobudur
Mura Aristina bersama Duta Besar Republik Ceko, Jaroslav Doleček/BUMN.go.id

Di sinilah letak pentingnya kenapa harus menggunakan pemandu. Menurut Mura, pemandu bisa menjelaskan banyak hal kepada pengunjung: menyebarkan pengetahuan dan juga menyebarkan pesan. Pemandu punya tugas mulia untuk menemani pengunjung berkeliling Borobudur sekaligus mengisi pengetahuan pengunjung dengan berbagai hal dari segala aspek dan sekiranya selepas dari kunjungan, orang-orang menjadi “tercerdaskan”.

“Masyarakat pariwisata secara umum sudah terbiasa dengan pariwisata massal yang mana ribuan orang datang tapi tentunya banyak situasi dan kondisi yang berbeda dengan itu [pariwisata massal].”

“Kadang ada yang datang hanya beberapa orang saja, tapi yang datang benar-benar berkualitas sehingga mereka ikhlas mengeluarkan uang dan sebanding dengan apa yang mereka dapatkan.“

Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Penikmat budaya lintas masa dan lintas benua.

Penikmat budaya lintas masa dan lintas benua.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Wahyu dalam Pengolahan Sampah Lembongan