Interval

Menyusuri Jejak Kejayaan Islam di Uzbekistan

Selain Turki, Uzbekistan bisa menjadi pilihan tujuan traveling dunia. Walaupun sepertinya belum banyak traveler Indonesia yang datang ke sana. Padahal negara berjuluk “Negeri 1001 Malam” itu menawarkan pesona keindahan alam dan sejarah yang memukau.

Penjelajah muslim kenamaan tempo dulu, Ibnu Batutah dalam buku magnum opus-nya yang berjudul Ar-Rihlah, sempat mengisahkan keindahan beberapa kota di Uzbekistan. Ia mengunjungi Uzbekistan tahun 1330 dalam rangkaian perjalanannya mengelilingi dunia. 

Tentu, gambaran Ibnu Batutah tentang keindahan Uzbekistan di masa lalu tidak sama dengan sekarang. Uzbekistan telah mengalami perkembangan pesat. Terus bersolek dan bertumbuh lebih indah lagi seiring kemajuan zaman. Kendati demikian, jejak keindahan masa lampaunya tetap menjadi daya pikat negara di Asia Tengah ini.. 

Banyaknya pedagang Arab dan Persia yang akan menuju China melalui Uzbekistan, menandakan negeri ini sebagai salah satu rute terpenting di Jalur Sutera. Sehingga Uzbekistan banyak menyimpan warisan budaya Islam dari para pedagang tersebut. Jejak keindahan dan kejayaan masa lampau itu bertebaran di sejumlah kota, antara lain Tashkent, Samarkand, Bukhara, dan Khiva.

Discovering Uzbekistan: Perjalanan Seorang Diri Menyusuri Negeri 1001 Malam sesungguhnya tidak secara khusus mengeksplorasi jejak kejayaan Islam Uzbekistan di masa lampau. Namun, buku karya Rahma Ahmad setelah solo traveling sepuluh hari di Uzbekistan, bisa menjadi pintu masuk untuk menyibak pesona lain negara yang terkurung daratan itu.

Buku ini memiliki empat bagian. Sesuai dengan jumlah kota di Uzbekistan yang menjadi tujuan Rahma Ahmad: Tashkent, Samarkand, Bukhara, dan Khiva. 

Saat di Tashkent, ibu kota Uzbekistan, Rahma Ahmad mengunjungi Hast Imam Library. Sebuah museum perpustakaan yang menyimpan manuskrip Al-Qur’an dari abad ke-7 dan ditulis di kulit rusa. Pada halaman manuskrip itu terdapat noda kecoklatan memanjang. Konon, itu adalah darah kering milik khalifah ketiga, Utsman bin Affan. Darah Utsman yang muncrat akibat tusukan musuhnya ketika sedang membaca Al-Qur’an.

Ilmuwan-Ilmuwan Muslim dari Uzbekistan

Sebagai daya pikat, kelahiran tokoh-tokoh besar dunia mewarnai sejarah kejayaan Islam masa lampau. Di antaranya adalah Ulugh Beg. Seorang pemimpin Uzbekistan yang juga ilmuwan muslim pelopor di bidang astronomi.

Menurut Rahma, sebagai salah satu peninggalan Ulugh Beg, wajib hukumnya mengunjungi Ulugh Beg Observatory di Samarkand.

Ulugh Beg lahir di Soltaniyeh, Persia, pada 1394. Ia adalah cucu Timur Lenk, pendiri Kekaisaran Timuriyah di Asia Tengah. Saat usianya menginjak 16 tahun, Ulugh Beg menjabat sebagai gubernur di Samarkand. Setahun kemudian, ia menjadi penguasa penuh seluruh Mavarannahr yang wilayahnya meliputi Uzbekistan, Tajikistan, dan sebagian Kazakhstan. Namun, Ulugh Beg masyhur sebagai penguasa yang lebih tertarik pada pengembangan ilmu pengetahuan dibanding ekspansi wilayah kekuasaan. 

Banyak temuan Ulugh Beg yang menjadi sumbangan penting bagi ilmu astronomi dunia. Jauh sebelum Copernicus lahir, Ulugh Beg telah menemukan teori bahwa bumi berevolusi selama 365 hari, 6 jam, 10 menit, dan 8 detik. Hanya selisih kurang satu menit dari periode satu tahun revolusi bumi yang kita pakai saat ini, yaitu 365 hari, 6 jam, 9 menit, dan 9,6 detik.

Ulugh Beg juga berhasil mengukur lingkar bumi dengan peralatan sederhana. Dalam perhitungannya Ulugh Beg mencatat angka 24.835 mil, alias hanya meleset sedikit dari hasil pengukuran modern sebesar 24.906 mil. Hasil penemuan Ulugh Beg lainnya adalah katalog bintang Zij-i Sultani yang masih dipakai hingga saat ini. 

Selain Ulugh Beg, ada nama Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi dalam jejak kejayaan Uzbekistan dahulu kala. Sosok matematikawan muslim hebat kelahiran tahun 780 M itu dimonumenkan dalam sebuah patung perunggu, persisnya di depan Itchan Kala, Khiva. Saat Harun ar-Rasyid menguasai kekhalifahan Islam. al-Khawarizmi tenar karena menemukan aljabar, angka nol, dan teori algoritma. 

Kala itu aksara latin belum mengenal angka nol. Pada mulanya ilmuwan menggunakan daftar panjang untuk membedakan angka ratusan, ribuan, dan seterusnya. Lalu al-Khawarizmi menerjemahkan angka nol pada huruf Arab, dan akhirnya menjadi angka nol latin seperti halnya bangsa Barat dan dunia gunakan.

Salah satu bab tentang jejak Soekarno di makam Imam Bukhari/Badiatul Muchlisin Asti

Imam Bukhari dan Presiden Soekarno

Bergeser ke Samarkand, terdapat makam Imam Bukhari. Tokoh perawi besar yang telah meriwayatkan ribuan hadis shahih bagi umat Islam. Imam Bukhari bernama asli Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ju’fi. Namun, karena lahir dan besar di Bukhara, ia lebih dikenal dengan nama al-Bukhari.

Kisah penemuan makam Imam Bukhari sendiri tergolong unik. Konon, melibatkan presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno.

Alkisah, pemimpin Uni Soviet waktu itu, Nikita Khrushchev mengundang Presiden Soekarno berkunjung ke negaranya pada 1961. Soekarno berkenan memenuhi undangan itu dengan syarat: pemimpin Uni Soviet harus bisa menemukan kembali makam Imam Bukhari.

Atas desakan Soekarno dan ulama Bukhara, Khrushchev pun mencari makam Imam Bukhari dan membangun sebuah makam yang megah untuk sang pemimpin para ahli hadis itu. Makam Imam Bukhari terletak sekitar 25 km dari Samarkand.

Namun, sebagian orang masih menyangsikan cerita tersebut, meskipun para pemuka agama di Samarkand memercayainya. Oleh karena itu, hanya orang Indonesia yang boleh masuk ke dalam makam Imam Bukhari.

Ketokohan Imam Bukhari, Ulugh Beg, hingga Muhammad al-Khawarizmi menunjukkan kebesaran Uzbekistan di masa lalu. Kontribusinya sangat besar terhadap pengembangan ilmu agama dan pengetahuan modern.

Kebesaran itu sempat meredup tatkala Uzbekistan berada di bawah kekuasaan Uni Soviet—sekarang Rusia—selama  lebih dari seratus tahun. Namun, Uzbekistan kini telah bangkit. Kehidupan umat Islam mulai bergairah. Masjid penuh dengan jemaah.

Bagi saya, buku ini cukup menarik. Sebagai seorang pejalan yang juga mantan jurnalis, Rahma Ahmad menuturkan pelbagai hal tentang Uzbekistan dengan baik. Rangkaian kalimatnya begitu mengalir, renyah, dan komunikatif. Rahma juga melengkapi cerita-ceritanya dengan fragmen dokumentasi ringan tentang pengalamannya ber-solo traveling di Uzbekistan. Bahkan porsinya cukup banyak, sehingga seolah mengajak pembaca menikmati kehidupan Uzbekistan secara live.


Judul buku: Discovering Uzbekistan, Perjalanan Seorang Diri Menyusuri Negeri 1001 Malam
Pengarang: Rahma Ahmad
Penerbit: Laksana, Yogyakarta
Tanggal Terbit: 19 Agustus 2021


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Badiatul Muchlisin Asti Penulis lepas di media cetak dan online, menulis 60+ buku multitema, pendiri Rumah Pustaka BMA, dan penikmat (sejarah) kuliner tradisional Indonesia

Badiatul Muchlisin Asti Penulis lepas di media cetak dan online, menulis 60+ buku multitema, pendiri Rumah Pustaka BMA, dan penikmat (sejarah) kuliner tradisional Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *