IntervalPerjalanan Lestari

Sungai Cikapundung dan Limbah Rumah Tangga

Cikapundung
Sungai Cikapundung/Djoko Subinarto

Srak, srek, srak, srek. Bunyi seperti itu terdengar berulang-ulang dan bersahutan. Bunyi yang terdengar nyaring tersebut timbul dari ujung sapu lidi yang beradu dengan lantai trotoar. Dua petugas kebersihan berompi biru tengah membersihkan trotoar Jalan Dr.Ir. Sukarno dan Jalan Asia-Afrika, Bandung, pada Sabtu (1 April 2023) pagi, yang bertepatan dengan hari kesepuluh bulan Ramadan 1444 Hijriah.

Kotak karton berwarna kuning gading dan putih, bekas tempat nasi, terlihat berserakan. Malam sebelumnya mungkin ada sejumlah orang yang melakukan buka puasa atau mungkin sahur bareng di atas trotoar di sekitar Jalan Dr. Ir. Sukarno dan Jalan Asia Afrika. Terlihat juga pagi itu plastik-plastik bekas kemasan air mineral. Petugas kebersihan dengan cekatan mengumpulkan kotak karton bekas tempat nasi dan juga plastik bekas kemasan air mineral untuk kemudian dimasukkannya ke dalam gerobak sampah.

Cikapundung
Jalan Dr. Ir. Sukarno/Djoko Subinarto

Jalan Dr. Ir. Sukarno berada persis di sisi barat Gedung Merdeka, yang menghadap langsung ke Jalan Asia Afrika. Sebelum menyandang nama Jalan Dr. Ir. Sukarno, jalan ini bernama Jalan Cikapundung Timur. Mempunyai nama demikian karena letaknya tepat berada di sisi timur aliran Sungai Cikapundung. Adapun Jalan di sebelah baratnya diberi nama Jalan Cikapundung Barat.

Di Jalan Cikapundung Barat, di emperan Gedung PLN, dulu berjejer para penjual majalah dan buku-buku bekas. Mereka berjualan dari pagi hingga petang. Bukan hanya majalah atau buku terbitan dalam negeri, tetapi juga yang terbitan dari mancanegara. Mereka menjajakan dagangannya dengan cara ngampar di atas trotoar. Tak jarang pula satu atau dua penjual obat nyelip ikut nimbrung menggelar dagangannya—plus memainkan atraksi sulap untuk menarik perhatian pejalan kaki.

Beberapa penjual buku dan majalah bekas di depan Gedung PLN itu juga menawarkan majalah dewasa terbitan luar, seperti dari Amerika, Australia maupun Jerman. Tak ketinggalan pula novel stensilan dewasa berbahasa Indonesia. Tentu saja, mereka menawarkannya secara sembunyi-sembunyi.  

Kini, kawasan Jalan Cikapundung Barat lebih menonjol sebagai pusat kuliner. Terdapat puluhan jongko penjual makanan yang berjejer dari dari ujung selatan hingga utara di kawasan ini. Dari sisi selatan Jalan Cikapundung Barat, jika terus bergerak ke utara dan kemudian  menyeberangi Jalan ABC, maka kita bakal sampai ke Pasar Cikapundung. Ini adalah pasar khusus barang-barang elektronik. Aneka jenis produk elektronik, baik yang masih gres atau pun yang seken, bisa kita temukan di sini. Sekarang, di Pasar Cikapundung ini, selain juga menyediakan produk barang elektronik, juga menyediakan barang-barang antik dan seni. 

Pasar Cikapundung
Pasar Cikapundung/Djoko Subinarto

Dari lantai atas Pasar Cikapundung, kita dapat melihat aliran Sungai Cikapundung, yang airnya mengalir dari utara ke selatan.  Sungai Cikapundung sendiri adalah salah satu sungai yang paling populer di Kota Bandung. Dari 50-an sungai yang membelah dan mengaliri Kota Bandung, Sungai Cikapundung agaknya yang paling terpatri dalam memori sebagian besar warga Kota Bandung. Mungkin karena aliran Sungai ini persis melewati pusat Kota Bandung.

Ihwal Sungai Cikapundung, biduan legendaris Titim Fatimah sempat merekam sebuah lagu dalam bahasa Sunda yang menyabit-nyabit sungai ini.

Kutipan sebagian liriknya berbunyi seperti berikut ini.

Cikapundung, Cikapundung [Cikapundung, Cikapundung]

Walungan di Kota Bandung [Sungai di Kota Bandung]

Kota Kembang, Kota midang [Kota Kembang, Kota tempat pelesiran]

Kota pangbangbrang kabingung [Kota tempat penghiburan atas aneka kesusahan]

Sungai terpanjang

Menilik dari panjang alirannya, Cikapundung merupakan sungai terpanjang di Kota Kembang, dengan panjang 28 kilometer dan membelah Kota Bandung. Hulu Sungai Cikapundung berada di sekitar Gunung Bukit Tunggul dan Gunung Pangparang di Desa Cipanjalu, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. Adapun muaranya yaitu di Sungai Citarum. Anak-anak Sungai Cikapundung meliputi Sungai Cipanjalu, Sungai Cigulung, Sungai Ciumbuleuit, Sungai Cipaganti, Sungai Cipalasari, dan Sungai Cikapundung Kolot.

  • Cikapundung
  • Cikapundung

Seperti umumnya sungai-sungai perkotaan di negeri ini, Sungai Cikapundung juga menghadapi problem yang relatif sama, yaitu limbah dan sampah. Terdapat ribuan rumah penduduk yang berjejer di sepanjang aliran Cikapundung yang hingga kini masih membuang limbah rumaht angga maupun sampah ke sungai ini. Buntutnya bisa ditebak, air Sungai Cikapundung menjadi butek, kotor, dan juga di sana-sini ada sampah. 

Hal tersebut sangat disayangkan. Padahal, jika terawat dengan baik, sungai perkotaan macam Sungai Cikapundung dapat ikut mempercantik lanskap kota.  Selain itu,  juga dapat menjadi salah satu unsur penting untuk beragam kegiatan rekreasi luar ruangan masyarakat, semisal berenang, memancing, menyelam, berlayar, berselancar maupun aktivitas arum jeram.

Kotornya air Cikapundung akibat limbah rumah tangga maupun sampah menjadi tantangan tersendiri bagi pengelola Kota Bandung. Himbauan atau juga larangan agar warga tidak membuang limbah serta sampah ke aliran Sungai Cikapundung tidaklah cukup. Pengelola Kota Bandung perlu berupaya menyediakan saluran khusus untuk limbah rumah tangga serta menyediakan tempat-tempat sampah bagi setiap rumah tangga yang ada di sepanjang aliran Sungai Cikapundung. 

Diharapkan dengan adanya saluran khusus limbah rumah tangga dan tempat sampah ini, para warga yang ada di sepanjang aliran Cikapundung tidak lagi memiliki alasan secuilpun untuk mengalirkan limbah rumah tangga berikut membuang sampah ke aliran Sungai Cikapundung.

Dengan begitu, jumlah limbah maupun sampah yang masuk ke aliran sungai terpanjang di Kota Bandung ini bakal berkurang secara signifikan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Penulis lepas dan blogger yang gemar bersepeda.

Penulis lepas dan blogger yang gemar bersepeda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Laut Kita Sedang Tidak Baik-Baik Saja