Ereveld Pandu adalah salah satu dari dua pemakaman Belanda di Jawa Barat, yakni selain Ereveld Leuwigajah yang terletak di Kota Cimahi. Lokasinya berada di pusat kota dan begitu dekat ke Bandara Husein Sastranegara, kurang lebih jaraknya 1 km. Dinamai Ereveld Pandu karena berada di Jalan Pandu, Kota Bandung. Pandu adalah nama tokoh pewayangan yang dijadikan nama jalan di kawasan tersebut seperti tokoh Semar, Dursasana, Arjuna, Bima, Nakula, dan Sadewa.
Ereveld Pandu mengingatkan kita semua tentang sisi gelap dari sebuah peperangan. Komplek pemakaman khusus ini berada di dalam kawasan TPU Pandu namun keberadaannya terpisah dari pemakaman umum. Kedutaan Belanda yang mengelolanya. Di sini menjadi makam untuk orang-orang Belanda yang pernah hidup di Indonesia. Sebagian besar yang dimakamkan secara khusus di makam kehormatan ini adalah para korban perang.
Kupikir tak ada salahnya jika kali ini mencoba melihat tentang sebuah ketenangan dan keabadian pada sebuah pusara. Jadi, aku berkunjung ke sana. Perjalanan kali ini termasuk perjalanan yang sedikit menantang. Siang itu cuaca begitu cerah, dengan terik matahari yang menyengat tubuh.
Aku terus berjalan menyusuri jalan Pandu setelah turun dari angkutan kota ST Hall-Cimahi berwarna hijau di Jalan Pajajaran, Kota Bandung. Pepohonan yang rindang menghiasi jalan tersebut. Setidaknya suasana panas dapat dikurangi dengan kehadiran pohon-pohon tersebut. Adem.
Jalan menuju area pemakaman merupakan jalur strategis karena menghubungkan Jalan Pajajaran dengan Jalan Pasteur. Meski banyak orang melewati jalur ini, namun terbilang sepi. Orang melewati Jalan Pandu karena mempermudah akses daripada harus memutar arah. Tetapi, saat PPKM berlangsung akses ini ditutup bagi kendaraan bermotor kecuali untuk pejalan kaki.
Bukan hanya jenazah para tentara Belanda yang dikubur di sani, melainkan ada pula jenazah warga Indonesia, jenazah dengan beragam agama. Mereka adalah korban perang. Gerbangnya selalu dikunci dan tak sembarang orang masuk. Jika berkunjung, kita harus izin terlebih dulu. Biasanya yang datang berkunjung adalah anggota keluarga, atau ahli waris dari orang yang dimakamkan di sana.
Sebelum memasuki kawasan Ereveld Pandu, tampak bangunan gereja dan sekolah yang berdiri kokoh. Rumah-rumah warga juga berjejer rapi di antara Jalan Pandu. Ereveld Pandu secara administratif termasuk pada Kelurahan Pamoyanan, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung.
Ereveld Pandu memiliki luas sekitar 3,1 hektare. Tempat ini merupakan tempat peristirahatan terakhir bagi 4.000 korban perang pada rentang waktu 1942-1949. Sebagian besar korban tersebut merupakan tentara Belanda yang tergabung ke dalam Koninklijk Nederlands-Indisch Leger (KNIL). Adapun Ereveld Pandu sendiri diresmikan pada 7 September 1948.
Salah satu tokoh yang dimakamkan di TPU Pandu adalah seorang arsitek Belanda yang bernama Prof. Ir. Charles Prosper Wolff Schoemaker. Hasil karya yang kini dapat dinikmati di Kota Bandung adalah Gedung penjara Sukamiskin, Gedung Asia-Afrika, Masjid Cipaganti, Gereja Bethel, Gedung Isola di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan Art Deco di Kota Kembang.
Aku kemudian berjalan mendekati sisi pemakaman menuju Jalan Pasteur, suasananya terlihat lebih bergeliat. orang-orang berkumpul, santai, ngobrol satu sama lain. Dulu kawasan ini akan tergusur untuk jalan tembus dari Jalan Pajajaran menuju Jalan Pasteur demi mengurai kemacetan lalu lintas, tetapi sempat diprotes warga. Bahkan proyek pembangunan jalan tersebut hingga saat ini belum terlaksana.
Aku mendapati gerbang ereveld yang pintunya terkunci rapat. Tentu aku tak bisa memasukinya. Setelah aku amati, penjaga makam juga tak tampak. Dari kejauhan aku melihat kalau pemakaman ini begitu rapi, tertata apik, dan sangat terawat. Tak heran jika kawasan makam ini jauh dari kata menyeramkan.
Aku tidak memaksakan diri untuk masuk ke sana. Langkah kakiku berlanjut memasuki TPU Pandu. Pekuburan Kristen tersebut memperlihatkan tembok-tembok kokoh yang dibangun di atas pusara tersebut. Makam yang kulihat ada yang terawat tetapi banyak juga yang tidak terawat. Kawasan ini dikelilingi pula oleh rumah-rumah penduduk. Aku terus berjalan hingga akhirnya bisa keluar dari komplek pemakaman tersebut, lalu tak terasa sudah berada di jalan Pasteur.
Untuk kembali ke Ereveld Pandu, aku harus memutar melalui jalan Citepus. Kurang lebih aku berjalan 1,5 km hingga di daerah Jalan Baladewa, baru akhirnya aku menemukan ujung pemakaman ini yang terhalang oleh pagar.
Dari kejauhan tampak pemakaman dengan rumput yang hijau dengan nisan berbentuk salib bercat putih. Tampak pula nisan lain yang menandakan makam orang pemeluk agama Islam, dan menjadi korban perang.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu