Agustus tiba. Hampir lima bulan lamanya kami harus diam di dalam rumah akibat wabah. Kejenuhan karena kurang hiburan tentu saja dialami setiap orang. Hidup terkungkung, tak sebebas biasanya, dibatasi oleh aturan yang dibuat demi kebaikan.

Biasanya, ada perayaan HUT RI yang meriah setiap Agustus. Anak-anak muda usia SMP dan SMA akan bergembira mengikuti perlombaan dan acara hiburan. Namun, jauh sebelum hari-H terbit larangan untuk melakukan lomba 17-an dalam bentuk apa pun, sebab acara itu pasti akan mengumpulkan banyak orang. Maka tak ada yang dinanti anak-anak SMP dan SMA itu selain kelas-kelas daring mereka.

Lalu tiba-tiba saja Ketua RT mengabarkan bahwa kegiatan perlombaan 17-an di tingkat RT boleh diadakan. Tapi ada syaratnya, yakni tidak boleh dilakukan di tempat terbuka yang dekat dengan jalan raya. Tentu saja para pemuda yang tadinya tak bergairah tiba-tiba berubah jadi bersemangat. Atas kesepakatan bersama, tahun ini mereka yang mendapat giliran menjadi panitia. Tak perlu lama bagi mereka untuk menggali ide soal lomba-lomba yang akan diadakan.

Namanya anak muda, ada kesan bahwa di antara para panitia itu ada yang masih mengandalkan rekannya untuk mengurus apa yang semestinya jadi tugas mereka. Tapi rasanya itu wajar karena selain mengurus perlombaan mereka mesti ikut pembelajaran daring setiap hari. Terlepas dari semua itu, semangat mereka untuk memberikan yang terbaik kepada warga patut mendapat acungan jempol.

Sedikit-sedikit, tampaknya mereka juga belajar melatih kepercayaan diri. Karena ini pengalaman pertama mereka menjadi panitia acara 17-an, mulanya mereka malu-malu kucing meminta sumbangan kepada warga. Tapi itu tak membuat mereka berhenti. Lama-lama mereka makin lancar berkomunikasi dengan warga, sampai-sampai mereka berhasil mengumpulkan dana sekitar Rp2,5 juta.

Dengan uang segitu, mereka merencanakan 13 lomba—lomba Mobile Legends, PlayStation, menyusun puzzle, mewarnai, menggambar, cerdas cermat, joget tomat, memasukkan paku ke dalam botol, tarik selang, makan kerupuk, ambil koin dalam tepung, balap karung, bawa kelereng, dan lomba tangkap belut untuk ibu-ibu. Anak-anak muda itu juga menyediakan piala dan hadiah. Sederhana saja, namun sudah cukup untuk menghargai mereka yang ikut lomba.


Pagi itu, Kamis, 20 Agustus 2020, tepat jam sembilan pagi acara 17-an itu dimulai. Saya diminta oleh panitia untuk jadi pembawa acara.

Setelah sambutan-sambutan, dimulailah perlombaan-perlombaan. Dimulai dengan lomba cerdas cermat untuk anak TK, SD, dan SMP yang pertanyaan-pertanyaannya tentu saja disesuaikan dengan jenjang pendidikan masing-masing, acara dilanjutkan dengan lomba menyusun puzzle, mewarnai, dan menggambar khusus siswa TK dan SD kelas-kelas awal. Dari mula, panitia sudah tahu bahwa pesertanya akan sedikit. Namun lomba-lomba itu harus tetap diadakan untuk menguji kreativitas anak-anak.

Beragam lomba diadakan sampai menjelang zuhur, sebelum panitia mengistirahatkan acara. Lepas istirahat, panitia lomba dan warga makan bersama. Orangtua dari salah seorang panitia menyediakan santapan bersahaja, yakni nasi, sayur sup plus ceker ayam, sambal, dan kerupuk. Sajian sederhana itu terasa nikmat karena dimakan bersama.

Warga dan panitia santap siang bersama/Deffy Ruspiyandy

Usai makan bersama, acara pun dilanjutkan. Tentu yang dinanti-nanti adalah lomba makan kerupuk dan balap karung. Yang memancing tawa, anak-anak yang ikut lomba balap karung mesti menggunakan helm. Tawa makin pecah saat lomba joget, ketika ibu-ibu menari berpasangan sambil menahan tomat agar tak jatuh dari kening. Lomba tarik selang juga seru. Ada peserta yang sampai terjatuh saat adu kuat menarik selang.

Menjelang sore adalah waktu untuk lomba ambil uang dalam tepung. Anak-anak yang ikut lomba cuma diberikan waktu sepuluh detik untuk mengambil sebanyak-banyaknya uang koin Rp500 atau Rp1.000. Usai lomba, muka mereka cemong penuh warna putih tepung.

(Eh, lalu bagaimana dengan lomba Mobile Legends dan PlayStation? Kedua lomba itu dilangsungkan dua hari sebelum puncak acara. Anak-anak yang ikut lomba-lomba itu betah berkompetisi sampai tengah malam.)

Jerih payah peserta lomba 17-an dalam gang diganjar hadiah yang mungkin akan dianggap ala kadar. Ada yang dapat baju, buku, alat tulis, sampai alat-alat rumah tangga. Namun tentu para peserta tak peduli dengan kesederhanaan hadiah itu. Yang terpenting hati bisa senang dan mereka bisa melupakan sejenak kejenuhan semasa corona.

Tinggalkan Komentar