Pejalan seperti kamu pasti seneng baca catatan perjalanan atau travelog. Catatan perjalanan memang punya energi misterius yang bisa menggerakkan pembaca buat bertualang.
Tapi kamu sadar nggak sih kalau 5 kata dan idiom di bawah ini sering banget kamu temukan dalam catatan perjalanan?
1. Surga
Kata “surga” sering banget kamu temukan dalam catatan perjalanan, entah di metadata, judul, atau dalam tulisan inti. Selain buat menarik calon pembaca—siapa sih yang nggak mau masuk surga?—kata surga barangkali dianggap bisa mewakili keelokan sebuah destinasi. Penulisnya nggak perlu mendeskripsikan objek secara panjang lebar. Singkat saja: surga.
Tapi, kalau kita sudah telanjur menganggap sesuatu sebagai surga, berarti nggak ada yang perlu diubah lagi dong dari destinasi itu? Surga ‘kan jadi semacam destinasi impian, yang flawless alias tanpa kekurangan. Padahal di tempat-tempat yang kamu bilang “surga” itu mungkin saja masih banyak orang yang kekurangan, yang juga perlu dikasih kesempatan buat meraih kesuksesan seperti yang kamu peroleh.
2. Eksotis
Selain surga, ada kata lain yang juga sering digunakan dalam catatan perjalanan, yakni eksotis. Eksotis ini adalah kata sifat alias adjektiva (kata bendanya “keeksotisan”). KBBI merangkum tiga arti eksotis. Pertama, memiliki daya tarik khas karena belum banyak dikenal umum; kedua, diperkenalkan atau dimasukkan dari luar negeri (tentang mode, gagasan, dan sebagainya); dan ketiga, bergaya asing; luar biasa, istimewa, aneh, ganjil.
Ternyata arti eksotis dalam juga, dan nggak selalu berkonotasi positif. Jadi, semisal kamu mau nulis catatan perjalan, pikirkan dulu masak-masak sebelum memasangkan kata sifat “eksotis” pada sebuah kata benda, entah destinasi atau orang.
3. “Hidden gem”
Kamu juga pasti sering menemukan idiom “hidden gem” akhir-akhir ini dalam catatan perjalanan. Biasanya sih di judul, misalnya “Pantai X, Hidden Gem Yogyakarta yang Harus Kamu Kunjungi” atau “Berkunjung ke Hidden Gem Bali.” Hidden gem ini barangkali kalau disandingkan ke bahasa Indonesia hampir sama dengan idiom mutiara terpendam.
Tapi, kalau dipikir-pikir mutiara jadi berharga ‘kan karena mendapatkannya susah. Kalau di setiap pojok ada mutiara terpendam, lama-lama mutiara nggak akan jadi terasa berharga lagi—wong di mana-mana ada.
4. Puas
Salah satu kata yang juga secara luas digunakan dalam catatan perjalanan adalah “puas.” “Puas” nggak cuma tampil dalam berbagai blog, tapi juga pada terbitan-terbitan yang lebih serius seperti website perjalanan dan majalah. Biasanya kata itu muncul dalam kalimat seperti: “Puas berkeliling daerah X, kami lanjut ke Y yang dahulunya adalah lokasi terjadinya pertempuran dahsyat antara Y dan Z.”
Kalau cuma sekali membaca kata “puas” dalam sebuah tulisan, mungkin kamu nggak bakal kesel. Tapi kalau setiap beberapa paragraf sekali muncul kata puas, pasti lama-lama kamu jengah juga. (Padahal ada banyak alternatif lain dari “Puas bla bla bla,” misalnya, “Usai berkeliling daerah X, kami….” atau “Sehabis dari X, kami…”)
5. Menaklukkan
Kata yang ini sering banget muncul dalam tulisan-tulisan tentang pendakian gunung. Biasanya buat menceritakan pengalaman penulisnya saat tiba di puncak (“Akhirnya aku menaklukkan puncak tertinggi di Pulau Jawa,” “Setelah tiga kali mencoba, akhirnya aku berhasil menaklukkan gunung tertinggi di Indonesia”).
Padahal, Sir Edmund Hillary, orang pertama yang tiba di Puncak Everest bersama Tenzing Norgay, pernah bilang kayak gini: “It’s not the mountain we conquer—but ourselves.” Bukanlah gunung yang kita taklukkan—namun diri kita sendiri.
Kamu sendiri gimana? Sering pakai salah satu dari 5 kata dan idiom di atas?
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
3 comments
Sering banget saya melihat caption instagram dengan menuliskan kata “menaklukkan” di akun-akun pendakian
Bener banget, Kak. 🙂
Makasih udah mampir. 😀
[…] berbahaya dari gairah terhadap eksotisme adalah klise-klise semacam ini. Kita menghambat dinamika perubahan yang organik dan menciptakan semacam stasis. Heritage ala […]