Mampir ke Yogyakarta, tentu rasanya belum sah jika belum mencicipi kuliner yang satu ini: gudeg. Masakan yang terbuat dari cacahan nangka muda yang diolah dengan gula merah dan dipadukan dengan potongan krecek yang ditumis dengan potongan cabai, dan siraman kuah areh yang terbuat dari santan. Kuliner yang bercita rasa manis ini memang menjadi primadona makanan berat di Yogyakarta, dan menjadi salah satu opsi oleh-oleh khas daerah selain bakpia pathok. Meski awalnya lidah saya kesulitan untuk beradaptasi dengan makanan manis, namun setelah lima tahun tinggal di Yogyakarta dan mencicipi berbagai gudeg, saya mulai terbiasa dan menikmati cita rasanya.
Dalam banyak kesempatan, ketika harus menjamu teman-teman maupun keluarga dari luar pulau yang hendak main ke Yogyakarta, tak jarang saya mendapat komentar dari mereka yang mencoba gudeg untuk pertama kali.
“Wah, enak sih, tapi manis sekali!”
Saya biasanya akan memberikan gambaran dulu kepada para tamu tentang cita rasa yang akan diperoleh dari mencicipi kuliner yang satu ini.
Setelah mencoba berbagai jenis gudeg, saya akhirnya paham bahwa makanan ini punya banyak varian. Gudeg yang paling populer biasanya kita sebut sebagai gudeg kering, disebut demikian karena seluruh lauk dan isiannya relatif kering tidak berkuah. Gudeg kering menjadi varian gudeg yang paling sering menjadi incaran utama wisatawan yang datang dan menjadi oleh-oleh khas untuk dibawa ke kota asal. Gudeg kering biasanya memiliki cita rasa yang relatif sangat manis, bisa jadi karena harus dimasak lama dengan banyak gula merah untuk mendapatkan tekstur yang sedemikian rupa. Sepanjang pengamatan saya, gudeg kering biasanya dijual dari pagi sampai malam hari.
Kalau penasaran dengan rasa gudeg kering, kamu dapat mengunjungi Gudeg Yu Djum ataupun Gudeg Bu Amad di Jalan Selokan Mataram ataupun langsung menuju Sentra Gudeg Yogya di Kampung Wijilan, yang mana sepanjang jalan terdapat berbagai kedai yang menjual gudeg. Gudeg kering juga tersedia dalam bentuk kemasan kaleng, sehingga aman dibawa sebagai oleh-oleh.
Jenis lainnya biasa disebut sebagai gudeg basah, yang saya amati banyak dijual justru di tengah malam hingga dini hari. Maka dari itu, gudeg basah bahkan bisa dibilang sebagai salah satu kuliner malam. Gudeg basah biasanya tidak terlalu manis dengan sajian krecek yang dimasak berkuah dan relatif lebih pedas. Kuah areh yang diberikan juga lebih gurih dan encer.
Di beberapa tempat, biasanya pilihan lauknya akan lebih bervariasi dan sudah pasti pedas. Sebut saja gudeg mercon, yang menyajikan tumisan daging dan tetelan sapi berkuah yang sangat pedas, sehingga disebut sebagai ‘mercon’. Kalau saya boleh bilang, agaknya gudeg basah lebih cocok untuk teman-teman yang tidak terlalu suka rasa manis.
Jika tertarik mencicipi gudeg basah, kamu bisa datang ke Gudeg Yu Yah yang berlokasi di Jalan Magelang No. 129 A. Di sini, menyediakan 20 jenis lauk pauk yang bisa dipilih untuk mendampingi sensasi makan gudeg. Rata-rata lauk yang disajikan berupa tumisan yang tentunya memiliki banyak potongan cabai, sebut saja tumis mercon, tumis ikan teri, tumis jamur, ikan peda cabai. Kemudian ada juga baceman telur, tempe, tahu serta suwir ayam, telur sambal, dadar, gelatin kecap, hingga berbagai jenis sate seperti sate telur puyuh, sate usus, sate hati, sate brutu, dan berbagai jenis gorengan seperti tahu bakso, mendoan, dan lumpia.
Memang mungkin rasanya jadi tidak sesuai dengan gudeg pada umumnya tetapi perpaduan cita rasa ini tidak kalah nikmat dari yang lainnya. Bagi saya justru membuat cita rasanya ini semakin komplit.
Makan gudeg tidak selalu identik dengan nasi di berbagai tempat—termasuk Gudeg Yu Yah—nasi bisa diganti dengan bubur. Istilahnya bubur gudeg. Kadang kala juga banyak dijual di pagi hari sebagai opsi sarapan.
Gudeg Yu Yah cukup legendaris, apalagi bagi kalangan anak muda dan mahasiswa di Yogyakarta. Hanya buka di malam hari, mulai dari jam 20.00 sampai jam 03.30 dini hari, Gudeg Yu Yah jadi salah satu destinasi mahasiswa yang kelaparan tengah malam.
Belum lagi mengingat harganya yang cukup murah, hanya sekitar 15.000-20.000 rupiah per porsi bergantung pada lauk-pauk yang kita pilih. Berbagai lauk khususnya tumisan dan sayur ini bisa kamu peroleh mulai dari harga Rp2.000 saja. Sedangkan berbagai jenis sate yang disajikan hanya dibanderol dengan harga Rp3.000.
Lokasi tempat makannya bisa dibilang cukup sederhana, berada di emperan beberapa ruko layaknya street food pada umumnya. Pengunjung nantinya dapat duduk di tikar-tikar yang digelar di bantaran ruko. Jangan heran kalau kuliner satu ini justru semakin malam akan semakin ramai, penuh dengan anak muda.
Walaupun tempatnya sederhana, Gudeg Yu Yah ini relatif sangat bersih. Sensasi makan ini juga akan bertambah dengan iringan berbagai lagu yang dibawakan oleh para pengamen bersuara merdu. Tak jarang, banyak juga pengunjung yang akhirnya ikut me-request lagu, bernyanyi bersama, bahkan karaoke dengan diiringi lantunan musik. Secara suasana, cukup mirip dengan suasana makan di pinggiran Jalan Malioboro.
Gudeg Yu Yah bisa dibilang favorit masyarakat lokal, belum banyak wisatawan yang tahu atau bahkan berkunjung ke sini. Kalaupun ada pendatang yang hadir, biasanya merupakan perantau yang dulunya berkuliah atau pernah tinggal di Yogyakarta. Tak jarang pula ada yang datang karena mendapat rekomendasi dari temannya. Menurut cerita si penjual, tempat makan inisendiri sudah buka dari tahun 2011, yang awalnya hanya berupa warung tenda kecil dengan pilihan lauk yang terbatas sampai terkenal dan ramai sampai sekarang,
Sudah bertambah satu nih daftar kuliner. Jadi kapan kamu ke Yogyakarta?
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Senang mencari kedai kopi enak, destinasi wisata baru, dan kain tradisional. Sesekali menulis sebagai langkah mendokumentasikan berbagai perjalanan.