Carstensz Pyramid, atau Piramida Carstensz di Papua Tengah, Indonesia memiliki ketinggian puncak mencapai 4.884 meter di atas permukaan laut (mdpl). Area puncaknya sangat sempit dan berbatu, dikelilingi jurang-jurang terjal sedalam ratusan meter. Nama lokal dari Carstensz Pyramid adalah Ndugu-ndugu. Sebagian pendapat mengatakan nama lain area puncak berbatu tajam ini adalah Puncak Jaya. Namun, versi lain lebih meyakini Puncak Jaya atau Puncak Sukarno merupakan bagian dataran puncak bersalju dan berdekatan dengan Carstensz Pyramid.

Menurut Hendri Agustin, pendaki gunung profesional dan penulis buku The Seven Summits of Indonesia: Tujuh Puncak Tertinggi di Tujuh Pulau/Kepulauan Besar Indonesia (Penerbit Andi, 2015), Carstensz Pyramid termasuk dalam bagian Barisan Pegunungan Sudirman (Sudirman Range atau Nassau Range) sebelah barat. Selain Carstensz, puncak-puncak tertinggi di kawasan tersebut di antaranya Sumantri, Ngga Pulu atau Puncak Jaya, Carstensz Timur, Trikora, dan Ngga Pilimsit atau Puncak Idenberg. Pertambangan emas Freeport juga ada di pegunungan ini.

Sementara di Pegunungan Jayawijaya (Orange Range), lanjut Hendri, berada di bagian tengah wilayah Papua. Letaknya membentang sepanjang 370 kilometer di sebelah timur Pegunungan Sudirman hingga Pegunungan Bintang. Titik tertinggi pegunungan yang menjadi hulu Sungai Baliem ini adalah Puncak Mandala (4.760 mdpl). Puncak-puncak di sekitar Mandala antara lain Yamin, Cornelis Speelman, dan Jan Pieterszoon (JP) Coen Peak.

Carstensz Pyramid terkenal sebagai salah satu dari tujuh tujuan utama ekspedisi puncak tertinggi dunia (World Seven Summits). Puncak ini mewakili subregional Australasia, bagian dari kawasan Oseania yang di dalamnya mencakup sebagian pulau-pulau Indonesia, Australia, Selandia Baru, dan wilayah kepulauan di Samudra Pasifik. Adapun enam puncak tertinggi lainnya adalah: Everest, Asia (8.848 mdpl); Aconcagua, Amerika Selatan (6.962 mdpl); Denali atau McKinley, Amerika Utara (6.914 mdpl); Elbrus, Eropa (5.642 mdpl); Kilimanjaro, Afrika (5.895 mdpl); dan Vinson Massif, Antartika (4.892 mdpl).

Carstensz Pyramid dan Puncak-puncak Tertinggi Papua di Pegunungan Sudirman dan Jayawijaya
Peta topografi Barisan Pegunungan Sudirman Barat, diinterpretasi dari fotografi udara oblique (sudut pandang miring) dan pengamatan lapangan oleh R. Milton dan D. Dow saat Carstensz Gletser Expedition 1968, sebuah ekspedisi gabungan Australian National University, Monash University, University of Melbourne, dan Departemen Sains Pemerintah Australia (Hope, 1972)

Sejarah Carstensz Pyramid dan satu-satunya kompleks salju abadi di Indonesia

Sejarah penamaan Carstensz Pyramid cukup unik, karena tidak berasal dari seseorang yang mendaki gunung ini. Neill (1973) menyebut penemunya justru seorang pelaut dan penjelajah Belanda Jan Carstenszoon. Pada tahun 1623, ia diperintahkan Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) untuk melakukan ekspedisi ke pesisir selatan Papua (dulu disebut New Guinea atau Nugini).

Perjalanan itu sebagai tindak lanjut ekspedisi Willem Janszoon tahun 1606, yang melihat kemungkinan adanya daratan yang tampaknya seperti masih berderet memanjang ke arah selatan. Dari Ambon, dengan kapal pesiar Pera—rombongan lainnya menumpang kapal Arnhem dengan kapten Willem Joosten van Colster—rombongan bergerak ke tenggara Papua hingga ke Australia.

Di satu kawasan perairan, cuaca bersahabat memungkinkan Carstenszoon melihat gugusan pegunungan serupa piramida menjulang dengan padang es atau gletser di bagian puncak. Ia pun menjadi orang Eropa pertama yang menyaksikan itu dan menamainya Carstensz Pyramid. Laporan temuannya sempat tidak dipercayai di Eropa, karena tidak umum terdapat salju di daerah tropis dan dilintasi garis khatulistiwa.

Penemuan Carstenszoon menjadi tonggak penting pada sejumlah kegiatan eksplorasi di tahun-tahun setelahnya. Benja V. Mambai dalam Masyarakat dan Konservasi: 50 Kisah yang Menginspirasi dari WWF untuk Indonesia (2012), menulis ekspedisi tahun 1909 oleh Hendrikus Albertus Lorentz berhasil menjangkau daerah pedalaman dan pegunungan Mandala, hingga mencapai kawasan gletser Puncak Jaya. Lorentz seperti memvalidasi temuan puncak pegunungan bersalju yang dulu dilihat Carstenszoon. Nama Lorentz pun diabadikan sebagai nama taman nasional terluas dan terbesar di Indonesia dengan luas 2.505.600 hektare: Taman Nasional Lorentz.

Perbandingan foto gletser oleh Jean Jacques Dozy pada Ekspedisi Carstensz 1936 (kiri) dan Ekspedisi Gletser Carstensz oleh gabungan universitas dan pemerintah Australia pada 1972. Foto udara dengan teknik oblique (sudut pandang miring) tersebut sama-sama menghadap ke timur. Tampak dari kiri ke kanan terhampar area gletser di sekitar Puncak Jaya, mulai dari Northwall Firn, Gletser Meren, dan Gletser Carstensz (Allison dan Peterson, 1989)

Kemudian Ekspedisi Carstensz tahun 1936 oleh trio pendaki Belanda Anton Colijn, Jean Jacques Dozy, dan Frits Wissel, yang berhasil menginjakkan kaki di Puncak Barat Daya atau Puncak Kedua Northwall (sekarang Puncak Sumantri) dan Puncak Jaya, tetapi belum mencapai Carstensz Pyramid. Ekspedisi pendaki gunung Austria Heinrich Harrer pada tahun 1962 akhirnya berhasil mencapai Carstenz Pyramid. Ia ditemani tiga anggota: Robert Philip Temple, Russell Kippax, dan Albertus Huizenga. Jalur pendakian yang mereka tempuh kemudian dikenal dengan nama Rute Harrer.

Beragam ekspedisi dan penelitian akhirnya mengungkap adanya salju abadi di puncak-puncak Pegunungan Sudirman dan Jayawijaya. Menurut Allison dan Peterson (1989), hasil tangkapan citra satelit tahun 1974 hingga 1982 menunjukkan tiga lokasi padang es (gletser) abadi kecil di Papua, yaitu Puncak Jaya, Puncak Sumantri, Puncak Mandala, dan Ngga Pilimsit. Padang es terbesar ada di Puncak Jaya, dengan luas sekitar 7 km2. Kompleks gletser tropis lembah sejati yang berada di area puncak-puncak tersebut antara lain: terkenal antara lain Gletser Carstensz, Gletser Meren, Northwall Firn (terdiri dari West Northwall Firn dan East Northwall Firn), dan Southwall Hanging.

Carstensz Pyramid dan Puncak-puncak Tertinggi Papua di Pegunungan Sudirman dan Jayawijaya
Titik sebaran gletser tropis dunia berdasarkan pemetaan Randolph Glacier Inventory via mdpi.com (Veettil dan Kamp, 2019)

Adanya gletser di area puncak Pegunungan Sudirman dan Jayawijaya merupakan satu-satunya di Indonesia, yang notabene merupakan negara beriklim tropis dan dikelilingi banyak gunung berapi. Tercatat hanya ada tiga kawasan gletser tropis di dunia. Selain Indonesia, gletser tropis lainnya berada di wilayah Pegunungan Andes Amerika Selatan (mencakup Peru dan Ekuador), serta di wilayah Afrika Timur: Gunung Kenya (Kenya), Gunung Kilimanjaro (Tanzania), dan Pegunungan Ruwenzori (perbatasan Uganda dan Republik Demokratik Kongo).

Namun, perubahan iklim dan pemanasan global yang nyata—termasuk El Nino berkepanjangan—membuat luasan padang es tersebut menyusut drastis. Dilansir Tempo.co (2/3/2025), Pakar Klimatologi BMKG Donaldi Sukma Permana, yang juga memimpin Studi Dampak Perubahan Iklim pada Gletser di Puncak Jaya, menyebut laju penipisan es sekitar 2,5 meter per tahun selama periode 2016–2022. Di akhir rentang waktu tersebut, tersisa luas tutupan es 0,23 kilometer persegi dan akan terus mencair, bahkan diprediksi punah dalam waktu kurang dari lima tahun mendatang—dan mungkin tidak akan bisa diselamatkan. Dampak kehilangan gletser di daerah hulu bisa memengaruhi pasokan sumber air dan aliran sungai untuk flora dan fauna endemis, serta masyarakat adat. 

Perubahan luasan tutupan es di area puncak Barisan Pegunungan Sudirman Barat selama 1974–2023 di platform Soar Earth (data diolah dari USGS, European Space Agency, Satelit Copernicus, dan Sentinel Hub)

World Seven Summits dalam daftar Messner

Masuknya Carstensz Pyramid sebagai bagian dari tujuh puncak tertinggi dunia tidak lepas dari peran Reinhold Andreas Messner. Pendaki profesional berkebangsaan Italia ini dikenal karena tercatat sebagai orang pertama yang mendaki solo tanpa suplemen oksigen di Gunung Everest pada tahun 1980. Messner juga merupakan pendaki pertama yang berhasil menginjakkan kaki di empat belas puncak (eight-thousanders) dengan ketinggian minimal 8.000 mdpl.

Diskursus tentang daftar tujuh puncak tertinggi dunia (World Seven Summits) telah berlangsung sejak era 1950-an. Dalam catatan ABC of Mountaineering, William D. Hackett melakukan pendakian puncak di lima benua pada tahun 1956. Ia mendaki McKinley (1947), Aconcagua (1949), Kilimanjaro (1950), Kosciuszko dan Mont Blanc (1956). Saat itu Kosciuszko (Australia) dan Mont Blanc (Eropa) dianggap sebagai gunung tertinggi di kawasannya.

Selanjutnya pendaki Jepang Naomi Uemura menjadi yang pertama mencapai lima dari tujuh puncak gunung: Mont Blanc (1966), Kilimanjaro (1966), Aconcagua (1968), serta pendakian solo ke Everest dan McKinley pada tahun 1970. Pendakian Denali merupakan persiapan Uemura untuk menyongsong ekspedisi Gunung Vinson Massif di Antartika. Namun, ia menghilang akibat badai saat perjalanan turun.

Carstensz Pyramid dan Puncak-puncak Tertinggi Papua di Pegunungan Sudirman dan Jayawijaya
Reinhold Messner saat diwawancarai jurnalis Isabella Fischer pada 2023/Olaf Krüger via Nürnberger Nachrichten

Capaian penting diraih Reinhold Messner, pendaki berpengaruh yang menjadi orang pertama mencapai enam dari tujuh puncak. Mulai dari Carstensz Pyramid atau Puncak Jaya (1971), Aconcagua (1974), McKinley (1976), Kilimanjaro (1978), Kosciuszko (1983), dan Elbrus (1983). Messner kemudian menetapkan Carstensz Pyramid sebagai puncak tertinggi di Australasia, begitu pun Elbrus yang lebih tinggi daripada Mont Blanc di Eropa. Ia akhirnya menjadi orang kelima yang khatam World Seven Summits setelah berhasil mendaki Vinson Massif pada 1986.

Sejak itu, ia menahbiskan daftar Messner untuk program pendakian tujuh puncak gunung tertinggi di dunia. Seperti diungkap Hamill (2012), Messner berargumen Carstensz Pyramid layak masuk dalam daftar karena pendakiannya bersifat ekspedisi sejati dan jauh lebih menantang, daripada Kosciuszko yang relatif lebih mudah. Daftar Messner ini pun akhirnya lebih banyak diikuti dan dipatuhi pendaki kawakan dunia, termasuk Patrick Morrow. Pendaki Kanada itu pada 1986 berhasil menjadi orang pertama yang menggenapi tujuh puncak versi Messner. Sebelum Messner, Richard “Dick” Bass juga memiliki versi tersendiri dengan memilih memasukkan Kosciuszko untuk mewakili kawasan Australia atau Oseania, bukan Carstensz Pyramid.

  • Carstensz Pyramid dan Puncak-puncak Tertinggi Papua di Pegunungan Sudirman dan Jayawijaya
  • Carstensz Pyramid dan Puncak-puncak Tertinggi Papua di Pegunungan Sudirman dan Jayawijaya

Puncak-puncak tertinggi Papua selain Carstensz Pyramid

Tidak hanya Carstensz Pyramid, ada juga puncak-puncak tertinggi lain, baik di kawasan Pegunungan Sudirman maupun Pegunungan Jayawijaya. Kawasan pegunungan yang terbentuk karena proses konvergen lempeng Australia dan lempeng Pasifik tersebut berada di bawah pengelolaan Taman Nasional Lorentz.

1. Puncak Sumantri (4.870 mdpl)

Menurut SummitPost.org, Puncak Sumantri atau Soemantri—merujuk pada Soemantri Brodjonegoro, mantan menteri ESDM dan mendikbud era Orde Baru—terletak sekitar dua kilometer di utara Carstensz Pyramid. Dahulu disebut puncak barat daya (north west peak) dari Ngga Pulu—area puncak yang pernah lebih tinggi dari Carstensz—tetapi kehilangan ketinggian karena penyusutan gletser secara masif. Ekspedisi Carstensz tahun 1936 oleh trio pendaki Belanda Anton Colijn, Jean Jacques Dozy, dan Frits Wissel, menyebutnya sebagai Puncak Kedua Northwall; sedangkan Heinrich Harrer pada ekspedisi tahun 1962 menyebutnya Ngapalu, yang kemudian ia gambarkan dalam peta. Dalam bahasa lokal, “Ngga” berarti gunung.

Tebing-tebing besar dengan batuan cadas dan tajam mendominasi bagian timur dan barat puncak gunung ini. Masih terdapat sisa-sisa Northwall Firn (bagian daratan es) di sekitar puncak, yang mungkin akan lenyap di tahun-tahun mendatang karena perubahan iklim.

2. Ngga Pulu (4.862 mdpl)

Nama lain gunung ini adalah Puncak Jaya atau Puncak Sukarno, yang diberikan pemerintah setelah Papua bergabung dengan Indonesia. Anton Colijn, Jean Jacques Dozy, dan Frits Wissel berhasil menjadi kelompok pertama yang mencapai puncak di sisi utara Carstensz Pyramid itu dalam Ekspedisi Carstensz, 5 Desember 1936. Sampai pada tahun 1974, padang es terbesar Indonesia berada di Puncak Jaya, dengan luas sekitar 7 km2.

3. Puncak Carstensz Timur (4.820 mdpl)

Puncak ini berada di gugusan pegunungan yang sama dengan Carstensz Pyramid, yaitu di Barisan Sudirman Barat. Ekspedisi Carstensz tahun 1936 oleh Anton Colijn, Jean Jacques Dozy, dan Frits Wissel berhasil menjangkau padang gletser di kawasan puncak ini. Menurut catatan Ahmad (2020), jalur menuju kedua puncak tersebut berbeda arah, terpisah oleh Punggungan Tengah yang memanjang sejauh 4,5 kilometer. Selain Carstensz Pyramid dan Carstensz Timur, di antara punggungan ini juga terdapat titik persimpangan jalur menuju Puncak Sukarno dan Puncak Sumantri.

  • Carstensz Pyramid dan Puncak-puncak Tertinggi Papua di Pegunungan Sudirman dan Jayawijaya
  • Carstensz Pyramid dan Puncak-puncak Tertinggi Papua di Pegunungan Sudirman dan Jayawijaya
  • Carstensz Pyramid dan Puncak-puncak Tertinggi Papua di Pegunungan Sudirman dan Jayawijaya

4. Puncak Mandala (4.760 mdpl)

Kawasan puncak gunung ini membentuk bentang alam Pegunungan Bintang dan dekat dengan perbatasan Indonesia-Papua Nugini. Menurut Sitokdana (2016), nama lokal puncak gunung ini adalah Aplim Apom, sebuah peradaban komunitas suku lokal yang meliputi enam subsuku (Ngalum, Ketengban, Kambom, Murob, Kimki, dan Lepki), yang tinggal di kawasan Gunung Aplim Apom atau Pegunungan Bintang. Dulunya puncak gunung ini bernama Juliana Top atau Puncak Juliana. Diambil dari nama Ratu Belanda Juliana Louise Emma Marie Wilhelmina, yang diangkat menjadi ratu pada 6 September 1948.

Setelah Papua bergabung ke Indonesia, pemerintah memberi nama Puncak Mandala. Meski tak jelas apakah ada hubungan sejarah, tetapi tampaknya ada keterkaitan dari perspektif filosofis dan mitologi. Mandala (bahasa Sansekerta), yang melambangkan alam semesta, dianggap serupa dengan kepercayaan lokal tentang penciptaan manusia Pegunungan Bintang oleh Atangki (Tuhan) di Gunung Aplim Apom. Bagi masyarakat Aplim Apom, gunung merupakan pusat alam semesta dan menggambarkan kediaman Sang Pencipta. 

5. Puncak Trikora (4.750 mdpl)

Nama Trikora diambil dari Operasi Tri Komando Rakyat (Trikora), sebuah operasi militer gabungan Indonesia-Uni Soviet pada 1961–1962 untuk merebut wilayah jajahan Belanda di Papua. Gunung ini terletak di bagian timur Pegunungan Sudirman. Menurut Schoorl (1996), suku Dani yang tinggal di dekat Danau Habema menyebut puncak Trikora dengan nama Ettiakup. Lalu pada 1905 diberi nama Ratu Belanda Wilhelmina.

Seperti puncak-puncak lain di Pegunungan Jayawijaya, lapisan es sempat menyelimuti Puncak Trikora. Namun, penelitian pencitraan satelit oleh Kincaid dan Klein (2006) menyatakan bahwa lapisan di puncak tersebut mencair dan lenyap dalam rentang tahun 1936–1962.

6. Ngga Pilimsit (4.717 mdpl)

Ngga Pilimsit merupakan nama lokal, sedangkan nama pemberian Belanda adalah Puncak Idenburg atau Puncak Idenberg. Puncak Idenberg terletak sekitar 21 kilometer ke arah barat laut dari Carstensz Pyramid. Di kawasan gunung ini terdapat Danau Idenberg yang dikelilingi tebing cadas. Pada 1974, riset citra satelit oleh Allison dan Peterson (1989) menunjukkan gletser juga ada di puncak Ngga Pilimsit—selain di Puncak Jaya dan Puncak Mandala— yang mungkin kian mencair seiring perubahan iklim. 

7. Puncak Yamin (4.540 mdpl)

Dalam artikel Fikri di Tempo.co (13/9/2018), jalur pendakian menuju Puncak Yamin baru dirintis oleh organisasi pencinta alam Wanadri pada tahun 2018. Agustian Maulana, Komandan Operasi Ekspedisi Puncak Yamin Wanadri, mengatakan bahwa titik awal pendakiannya berada di Desa Bime, Kabupaten Pegunungan Bintang. Informasi tentang puncak ini sangat minim. Hasil penelusuran Agustian, penduduk lokal menyebutnya Puncak Lim, sedangkan di luar negeri disebut Prins Hendrik Top. Nama tersebut diduga merupakan pendaki asal Inggris pertama yang bisa mencapai puncak.

Masih banyak lagi puncak gunung yang berada di Taman Nasional Lorentz. Beberapa di antaranya sudah didaki dan bernama, tetapi tak sedikit yang belum memiliki nama dan terjamah pendakian.

Carstensz Pyramid dan Puncak-puncak Tertinggi Papua di Pegunungan Sudirman dan Jayawijaya
Area pertambangan Freeport di bawah Puncak Idenberg (Ngga Pilimsit), difoto dari Puncak Jaya pada tahun 2010/Robert Cassady via GunungBagging.com

Jalur pendakian menuju puncak Carstensz Pyramid

Terdapat dua kategori rute pendakian menuju puncak Carstensz Pyramid, yaitu rute cepat dan lambat. Semuanya mengarah ke satu titik yang sama, yakni Basecamp Danau-Danau (4.261 mdpl), tempat camp terakhir dan aklimatisasi sebelum mendaki ke puncak (summit). Setiap jalur memiliki karakteristiknya tersendiri. 

Rute tercepat adalah melalui kawasan pertambangan PT Freeport Indonesia—perizinannya mungkin lebih rumit—atau naik helikopter dari Timika ke Lembah Kuning (Yellow Valley), area dekat Basecamp Danau-Danau. Sementara rute lain yang memerlukan perjalanan kaki berhari-hari adalah Sugapa (Kabupaten Intan Jaya) dan Ilaga (Kabupaten Puncak) yang merupakan jalur utara, atau via Tsinga (Kabupaten Mimika) yang berada di jalur selatan.

Carstensz Pyramid dan Puncak-puncak Tertinggi Papua di Pegunungan Sudirman dan Jayawijaya
Telaga di sekitar area Basecamp Danau-Danau sebagai tempat terakhir dan teraman untuk berkemah sebelum puncak/Robert Cassady via GunungBagging.com

Untuk mencapai puncak Carstensz Pyramid, meskipun didampingi pemandu profesional dan berpengalaman, seorang pendaki tetap harus melatih diri dan menguasai beberapa teknik pemanjatan, seperti menggunakan tali saat naik (ascending) dan turun (descending). Kemudian keterampilan rappelling (menuruni tebing vertikal), hingga penggunaan tali tetap dan simpul dasar.

Selain itu, juga terdapat teknik khusus dan memerlukan keberanian mental untuk menyeberangi celah jurang terjal saat mendekati puncak Carstensz. Rahman Mukhlis, pemandu gunung dan anggota Kelompok Mahasiswa Pecinta Alam (KMPA) Eka Citra UNJ, kepada Tempo.co (12/7/2020) menyebutnya sebagai teknik tyroleans (penyeberangan horizontal dengan tali). Jalur tali baja yang melintang antartebing dinamakan Burma Bridge.

Kiri: Penyeberangan dengan teknik tyroleans di atas jurang dalam, yang bergantung sepenuhnya pada kekuatan tali-tali baja yang disebut Burma Bridge untuk bisa menuju puncak Carstensz Pyramid. Kanan: Kelompok pendaki mancanegara berfoto usai berhasil mencapai puncak Carstensz Pyramid/Furtenbach Adventure

Berbeda dengan Carstensz Pyramid, lanjut Rahman, pendakian ke Puncak Jaya lebih mengutamakan teknik trekking atau berjalan di atas permukaan gletser. Setiap pendaki dihubungkan dengan tali karmantel yang dikaitkan pada harness di tubuh masing-masing. Peralatan pendakian lainnya yang diperlukan adalah crampon (alas sepatu bergerigi) dan kapak es.

Secara umum, waktu terbaik pendakian ke Carstensz Pyramid, Puncak Jaya, maupun puncak-puncak lainnya di Pegunungan Sudirman dan Jayawijaya berlangsung optimal pada musim kemarau (September–November). Waktu summit akan dimulai sejak dini hari dan turun sebelum tengah hari, untuk mengantisipasi cuaca buruk yang bisa datang secara tiba-tiba dan berpotensi menimbulkan hipotermia (kedinginan akut) pada pendaki.


Referensi:

ABC of Mountaineering. (2015, 17 Oktober). History of the Quest for the Seven Summits. https://web.archive.org/web/20151017102247/http://www.abc-of-mountaineering.com/articles/historysevensummits.asp. Diakses pada 12 Maret 2025.
Agustin, Hendri. (2024, 11 Agustus). Indonesia 4000er (Four Thousander). https://www.hendriagustin.com/?p=1746. Diakses pada 12 Maret 2025.
Achmad, Djali. (2020, 11 Desember). Catatan Jelang Puncak Carstensz. https://burangrang.com/catatan-jelang-puncak-carstensz/. Diakses pada 12 Maret 2025.
Allison, I. & Peterson, J. A. (1989). Satellite Image Atlas of Glaciers of the World: Glaciers of Irian Jaya, Indonesia. United States Geological Survey Professional Paper 1386-H. https://pubs.usgs.gov/pp/p1386h/.
Aminullah, M. (2020, 12 Juli). 3 Hal Ini yang Membedakan Carstensz Pyramid dan Puncak Jaya. Tempo.co, https://www.tempo.co/hiburan/3-hal-ini-yang-membedakan-carstensz-pyramid-dan-puncak-jaya-602309. Diakses pada 12 Maret 2025.
Fikir, A. (2018, 13 September). Ridwan Kamil Lepas Tim Wanadri Perintis ke Puncak Yamin Papua. Tempo.co, https://www.tempo.co/hiburan/ridwan-kamil-lepas-tim-wanadri-perintis-ke-puncak-yamin-papua-819350. Diakses pada 12 Maret 2025.
Hamill, Mike. (2012). Climbing the Seven Summits: A Comprehensive Guide to the Continents’ Highest Peaks. Seattle: The Mountaineers Books.
Hope, G. S., Peterson, J. A., Radok, U., & Allison, I. (1976). The Equatorial Glaciers of New Guinea: Results of the 1971-1973 Australian Universities’ Expeditions to Irian Jaya; survey, glaciology, meteorology, biology and palaeoenvironments. Rotterdam: A.A. Balkema.
Kincaid, J. L., & Klein, A. G. (2006). Retreat of the Irian Jaya Glaciers from 2000 to 2002 as Measured from IKONOS Satellite Images. Journal of Glaciology, Vol. 52, No. 176, 2006. Published online by Cambridge University Press, 8 September 2017. https://doi.org/10.3189/172756506781828818.
Neil, Wilfred T. (1973). Twentieth-Century Indonesia. New York: Columbia University Press.
Novita, M. (2025, 2 Maret). 5 Fakta tentang Carstensz Pyramid, Puncak Tertinggi di Indonesia. Tempo.co, https://www.tempo.co/hiburan/5-fakta-tentang-carstensz-pyramid-puncak-tertinggi-di-indonesia–1213993. Diakses pada 12 Maret 2025.
Schoorl, Pim. (1996). Besturen in Nederlands-Nieuw-Guinea, 1945–1962. Leiden: KITLV Uitgeverij.
Sitokdana, Melkior N.N. (2016). Menerima Misionaris Menjemput Peradaban: Sejarah Nama Pegunungan Bintang, Papua dan Awal Mula Peradaban Asli Pegunungan Bintang. Yogyakarta: Kanisius.
SummitPost.org. (2010). Sumantri. https://www.summitpost.org/sumantri/634409. Diakses pada 12 Maret 2025.
Veettil, B. K. & Kamp, U. (2019). Global Disappearance of Tropical Mountain Glaciers: Observations, Causes, and Challenges. Geosciences 2019, 9(5), 196. https://doi.org/10.3390/geosciences9050196.
WWF Indonesia. (2012). Masyarakat dan Konservasi: 50 Kisah yang Menginspirasi dari WWF untuk Indonesia. Tim Editor: Cristina Eghenter, M. Hermayani Putera, Israr Ardiansyah. Diterbitkan pada Oktober 2012 oleh WWF Indonesia.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar