Anto Motulz adalah antitesis dari pejalan kebanyakan. Di saat pelancong-pelancong lain buru-buru mengadopsi alat-alat dokumentasi canggih terbaru seperti action cam dan drone, Motulz justru setia di jalur sketsa.
Sketsa, seni, dan dunia kreatif memang bukan barang baru lagi bagi Motulz. Dari kecil ia sudah suka menggambar. Bakatnya pun semakin berkembang sejak ia menginjak bangku kuliah di ITB.
Kalau nggak sengaja mengintip resumenya, pasti kamu bakal terkagum-kagum sendiri melihat deretan profesi berbau seni yang pernah dilakoni Anto Motulz—art director periklanan, penulis, sutradara video musik, bahkan produser sinetron!
Jadi, Motulz bukannya sok-sokan jadi manusia anti-mainstream; ia memang punya perahu yang sesuai buat melawan arus dan yang nggak dimiliki oleh semua orang. Dan, yang paling penting, ia berani menaiki perahu itu dan berlayar menantang gelombang.
Mengamati manusia dan kegiatannya
Kalau ditanya, sebagian besar pejalan pasti ngaku bahwa mereka traveling untuk “melihat.” Nyatanya, banyak yang justru lebih sibuk mengangkat tongsis dan memikirkan filter apa yang paling cocok buat memperindah foto selfie dibanding melihat “kenyataan.”
Kesempatan seorang pelancong kekinian buat “melihat” justru dibatasi oleh teknologi komunikasi itu sendiri. Ketimbang celingak-celinguk melihat dunia nyata, banyak yang lebih senang jalan-jalan dengan jempolnya di jagad maya.
Sketsa menambatkan Anto Motulz ke dunia nyata. Saat traveling, sebelum membuat sketsa, Motulz akan lebih dulu melayangkan pandangan ke sekitar untuk mengamati manusia dan kegiatannya, sebab, sebagaimana yang dikatakan Motulz kepada majalahcobra.com, “Sketsa butuh pengamatan (lebih) dari sekadar melihat, yang kita kenal dengan (istilah) observasi.”
Kebiasaan untuk melakukan observasi itulah yang kemudian membuat motulz, dalam sebuah sesi wawancara dengan whiteboardjournal.com, berani bilang bahwa setiap tempat punya karakter masing-masing.
Bagi pekerja kreatif seperti Motulz, mata adalah lensa dan kertas adalah sensor. Setelah menyerap nuansa manusia dan lanskap di depannya dan memutuskan akan menggambar apa, barulah kemudian ia mulai menorehkan pola-pola di kertas sampai menjadi sebuah sketsa. Hasilnya adalah sebuah karya seni yang simplistis namun bercerita, jujur, dan ditaburi sedikit bumbu humor.
Lebih dari itu, karena diambil dari satu sudut pandang tertentu—dari qualia alias perspektif subjektif-personal seorang individu—sebuah sketsa menjadi terkesan sangat personal. Tak terkecuali sketsa yang dibuat oleh Motulz. Kamu bisa lihat sendiri di gambar-gambar cepat karya Anto Motulz yang disajikan bersama tulisan ini.
Mengabadikan perjalanan dengan cara tak biasa
Ketika ditanya sejak kapan bikin sketsa perjalanan, Motulz menjawab, “Sekitar tahun 2004.”
Iseng-iseng membuka urbansketchers.org saat punya banyak job yang menuntutnya sering bepergian ternyata membawa akibat jangka panjang pada diri Anto Motulz.
Ia pun menemukan kesenangan baru, yakni bikin sketsa perjalanan. Lama-lama jadi hobi. Lebih spesifik lagi: hobi yang nggak biasa. Ia pun mulai membawa buku sketsa (sketchbook) dan pena. Tak ketinggalan juga sekotak cat air beserta gelas karet yang bisa dilipat untuk mencuci kuas saat traveling.
Melihat turis jalan kaki sambil mengalungkan kamera di leher barangkali adalah hal biasa bagi orang kebanyakan. Namun, mendapati pelancong mengabadikan perjalanan dengan menorehkan gambar di kertas bukanlah sebuah pemandangan yang lazim dan pasti bakal menarik perhatian.
Motulz sudah merasakan menjadi keduanya—menjadi turis berkamera dan pelancong berkuas. “Saat saya gemar fotografi dan mau memotret orang, mereka cenderung menghindar atau malu-malu, bahkan pergi. Saat sketching, mereka biasanya yang menghampiri, tidak sedikit juga yang malah memberikan informasi atas objek yang sedang saya gambar,” ungkap Motulz dalam wawancara via surel.
Pernah ia duduk santai di pinggir sebuah sawah di Lembata sambil bikin sketsa. Saat sedang asyik menggores-gores kertas dengan alat tulis, seorang ibu menghampirinya—ternyata sang pemilik sawah. Ia pun duduk di samping Motulz sambil bercerita tentang sawahnya, tentang suaminya yang menjadi kepala SD sekaligus pemburu ikan paus.
“Saat sore, ibu tadi mengajak ke pondoknya di tepi sawah untuk minum kopi sambil mencicipi lalapan daun singkong yang disiram minyak ikan paus. Ya, (bentuknya) seperti salad dan olive oil gitu,” kenang Motulz.
Dari mulai manusia sedang tidur sampai bangunan bergaya Victorian
Hampir lima belas tahun Anto Motulz menekuni travel sketching. Sudah banyak karya yang dihasilkannya, dari mulai sketsa sederhana sampai yang lumayan kompleks.
Sketsa-sketsa sederhana yang biasanya dibikin Motulz adalah gambar cepat yang objeknya orang sedang tidur. Biasanya ia bikin sketsa jenis ini dalam perjalanan panjang yang memakan waktu lama, entah naik pesawat, kapal laut, atau bis.
Tapi nggak jarang juga Motulz bikin sketsa yang lumayan “njelimet.” Misalnya pas ia sedang jalan-jalan di negara-negara Eropa yang punya banyak bangunan berhiaskan ukiran-ukiran rumit ala Victorian.
Reporter: Syukron
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.