Akhir pekan lalu, saya mengajak putri kecil berkunjung ke Pusat Primata Schmutzer yang berada di dalam kawasan Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan. Wisata alam yang ada di tengah hiruk pikuk Ibukota Jakarta ini tak pernah sepi pengunjung. Menurut data dari laman ragunanjakarta.go.id, saat ini luas Taman Margasatwa Ragunan mencapai 147 hektare dengan koleksi satwa 2101 ekor satwa dari 220 spesies. Siapa sangka di dalam kawasan yang sangat luas ini terdapat satu area yang dijadikan sebagai pusat edukasi primata dan wisata bernama Pusat Primata Schmutzer.
Sejarah Taman Margasatwa Ragunan
Jika menelusuri kembali asal mulanya, Taman Margasatwa Ragunan sudah lebih dulu berdiri di Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat dengan nama Planten en Dierentuin pada tahun 1864 berada diatas lahan dengan luas 10 hektare. Pertama kali dikelola oleh perhimpunan penyayang Flora dan Fauna Batavia (Culture Vereniging Planten en Dierentuin at Batavia). Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1949, namanya berubah menjadi Kebun Raya Cikini. Dengan perkembangan Jakarta, Cikini dianggap tidak lagi cocok dijadikan untuk peragaan satwa.
Pada tahun 1964, dipimpin oleh Gubernur DKI Jakarta Dr. Soemarno dibentuk Badan Persiapan Pelaksanaan Pembangunan Kebun Binatang untuk memindahkan dari Jl. Cikini Raya No. 73 Ke Pasar Minggu Jakarta Selatan yang diketuai oleh Drh. T.H.E.W. Umboh. Pemerintah DKI Jakarta menghibahkan lahan seluas 30 hektare di Ragunan, Pasar Minggu. Jaraknya kira-kira 20 kilometer dari pusat kota.
Kepindahan dari Kebun Binatang Cikini ke Ragunan membawa lebih dari 450 ekor satwa yang merupakan sisa koleksi terakhir dari Kebun Binatang Cikini. Kebun Binatang Ragunan dibuka secara resmi pada 22 Juni 1966 oleh Gubernur DKI Jakarta Mayor Jenderal Ali Sadikin dengan nama Taman Margasatwa Ragunan. Setelah sempat beberapa kali berganti nama dan pimpinan, tahun 2015 berdasarkan Perda Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Organisasi Perangkat Daerah, ditetapkan tempat ini dengan nama Kantor Pengelolaan Taman Margasatwa Ragunan.
Pusat Primata Schmutzer, Pengelolaan Satwa Berbasis Perlindungan
Salah satu spot menarik yang ditawarkan TMR adalah Pusat Primata Schmutzer (PPS). Memiliki luas 13 hektare dirancang dengan konsep open zoo, contohnya kandang gorila dan orang utan. Kandang seperti ini disebut enclosure. Berbagai jenis primata bisa ditemukan di sini, mulai dari orang utan, gorila, simpanse dan jenis-jenis primata langka dari dalam maupun luar negeri lainnya. PPS ini mempunyai peranan penting dalam konservasi primata Indonesia dan sekaligus sebagai jendela informasi bagi pecinta primata.
Nyonya Pauline Antoinette Schmutzer-versteegh merupakan perintis dibangunnya Pusat Primata Schmutzer. Ia adalah seorang pecinta hewan, pelukis yang dermawan. Beliau mewariskan seluruh harta warisannya kepada The Gibbon Foundation yang diketuai oleh Willie Smits untuk dibuat sebuah fasilitas terbaru untuk primata di Taman Margasatwa Ragunan.
Sebagai seorang pecinta primata, saya begitu bersemangat untuk mengajak buah hati merasakan hal yang saya suka. H-1 sebelum berkunjung, saya sudah terlebih dahulu mendaftar melalui situs resmi yang sudah disediakan oleh Kantor Pengelolaan Taman Margasatwa Ragunan. Mengisi semua data dan pastikan pengunjung dewasa telah melakukan vaksinasi COVID-19. Lalu, formulir bukti pendaftaran akan dikirim melalui email.
Esok harinya, saya mengecek ulang kartu JakCard, Aplikasi Peduli Lindungi, dan bukti pendaftaran yang akan dipergunakan untuk syarat registrasi di gerbang masuk. Kartu JakCard bisa dijadikan untuk pembayaran tiket parkir kendaraan dan tiket masuk Taman Margasatwa Ragunan. Jika saldo tidak cukup, kita bisa melakukan pengisian ulang di loket yang telah tersedia. Harga tiket masuk yang ditawarkan pun sangat ramah di kantong.
Setelah berada di dalam TMR, saya melihat papan pemandu arah menuju Pusat Primata Schmutzer. Cukup dengan berjalan kaki sembari menikmati udara segar pagi hari tak terasa kita akan tiba di PPS. Untuk masuk kita kembali harus membayar tiket dengan kartu JakCard. Tarif tiket masuk Pusat Primata Schmutzer yakni Rp6.000,00 untuk hari Selasa-Jumat, sedangkan Rp7.500,00 untuk Sabtu-Minggu dan hari libur nasional.
Apabila ingin menyaksikan film dokumenter Primata, kita bisa membayar Rp150.000,00 untuk sekali putar dengan kapasitas tempat duduk 85 kursi. Saat pandemi, batas akhir pembelian tiket adalah pukul 14.00 WIB. Setelah melewati jam tersebut, pelayanan Pusat Primata Schmutzer ditutup.
Di gerbang masuk, petugas akan melakukan pemeriksaan, pengunjung tidak diperbolehkan membawa makanan ke dalam. Terlihat lingkungan Schmutzer sangat bersih tak tampak satu sampah pun. Pemeriksaan dilakukan dengan ketat, tempat penitipan barang aman dan rapi, bahkan permen pun akan disita untuk ditaruh di tempat penitipan saat pemeriksaan.
Air minum disediakan gratis di dalam taman berupa pancuran air minum di setiap titik titik tertentu, hanya botol minum isi ulang yang diizinkan untuk dibawa. Hal ini dilakukan demi keselamatan satwa. PPS juga menyediakan fasilitas lainnya seperti musala, toilet umum, toilet difabel, dan kabin menyusui.
Melihat Primata dari Dekat
Nuansa hutan dengan suara primata bernyanyi indah mengisi setiap langkah. Saya begitu menikmati suasana ini, anak pun juga senang. Saat masuk kita disambut oleh patung gorila dan papan filosofi Pusat Primata Schmutzer.
Kemudian kita akan melewati jembatan PPS, area bawah terdapat enclosure gorila. Semua gorila didatangkan dari Inggris karena menurut peraturannya tidak boleh mengambil langsung dari negeri asalnya, Afrika. Jadi, gorilla yang dibawa adalah hasil penangkaran. Kemudian dilanjutkan dengan menikmati habitat primata lain yang berada di dalam kandang.
Tak lupa juga, saya mengajak buah hati memasuki terowongan orang utan. Berbentuk goa, namun tidak pengap karena setiap sudut lorong sudah terpasang AC. Saat berada di dalam, orang utan bisa dilihat melalui jendela kaca agar mereka tidak merasa terganggu. Setelah puas berjalan menelusuri terowongan, kami pun menuju danau. Tampak sebuah canopy trail lapuk yang sudah disegel dengan tulisan larangan untuk naik. Sepertinya dahulu canopy trail ini digunakan sebagai tajuk untuk melihat PPS dari atas. Seru sekali jika dibayangkan.
Rasa lelah juga sudah menghampiri, jarum jam menunjukan pukul setengah 12 siang, tak terasa sudah hampir dua setengah jam berada di sini. Perut mulai keroncongan, lalu saya memutuskan untuk bergegas pulang. Tapi, sebuah kafe yang terdapat di dalam area ini merubah pikiran saya. Berjalan semakin mendekat rupanya tempat ini bernama Primafe, sebuah tulisan kecil di bagian pinggir menipu saya “primate only” kafe hanya menyiapkan pakan primata. Dari luar kaca, kita bisa menonton petugas Pusat Primata Schmutzer meramu santapan untuk satwa, berisi buah-buahan segar. Seorang petugas menghampiri saya dan memberitahu bahwa sebentar lagi akan ada feeding time gorilla. Pengunjung bisa menonton bagaimana gorila yang pemalu makan. Senang sekali jika bisa menyaksikan atraksi menarik ini, tapi perut saya juga sudah memberi sinyal untuk diisi. Kafe primata menjadi penutup perjalanan saya di Pusat Primata Schmutzer.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.