Travelog

Adu Tangkas Domba Garut di Cikande

Angin kering pegunungan musim kemarau berembus menerbangkan butir-butir debu halus di sepanjang jalan Desa Cikande, Kecamatan Saguling, Kabupaten Bandung Barat, Ahad (30/7/2023) pagi. Tak jauh dari sebuah tikungan, dengan latar belakang sejumlah bukit yang cenderung gersang di sisi barat, terhampar sebuah lapangan yang sebagian besar rumputnya mulai menguning.

Dari sisi kiri jalan, saya menyeberang mendekati lapangan itu. Sejumlah warga dan para penjual makanan memadati sekelilingnya.

Adu Tangkas Domba Garut di Cikande
Warga yang menyemuti lapangan untuk menyaksikan laga ketangkasan domba/Djoko Subinarto

Di sekeliling lapangan terpasang pagar pendek dari bambu yang bisa berfungsi pula sebagai tempat duduk. Sejumlah pohon berdaun lumayan rimbun berjejer sebagai peneduh di tepi lapangan tersebut.

Di ujung utara lapangan, tak jauh dari sebuah pohon petai cina, berdiri sebuah anjungan beratap asbes yang juga berfungsi sebagai panggung. Dari atas anjungan itu mengalun musik kendang pencak yang dimainkan secara live oleh sejumlah musisi.

Sebuah sepeda motor hitam yang di bagian belakangnya membawa bakul makanan melaju perlahan.“Tos we di dieu, Pak, pami bade icalan. Ulah nyered ka sisi lapang. Kaditu mah tos pinuh (Sudah di sini saja, Pak, kalau mau berjualan. Jangan terlalu dekat ke pinggir lapangan. Kalau di sebelah sana, sudah penuh),” demikian kata seorang petugas berkaus hitam memberi instruksi.

Pengemudi sepeda motor tersebut manut. Ia memarkir sepeda motornya sesuai arahan petugas dan bersiap menggelar dagangannya berupa basreng dan cireng.

Saya mendekati sisi timur belakang panggung. Terdapat barak-barak yang diisi domba dan para pemiliknya. Sebagian pemilik domba tampak sibuk mendandani domba yang mereka bawa. Namun, ada juga pemilik domba yang terlihat masih leyeh-leyeh berkerudung sarung sembari membiarkan dombanya menikmati sajian rumput yang mereka sediakan.

Adu Tangkas Domba Garut di Cikande
Domba-domba yang diikat di barak, menunggu giliran sebelum menuju arena/Djoko Subinarto

Adu Ketangkasan Domba yang Meriah

Saban hari Ahad, lapangan di pinggir jalan Desa Cikande itu rutin menjadi arena lomba ketangkasan domba. Para peserta berasal dari berbagai wilayah di Jawa Barat. Para domba yang akan diikutsertakan dalam laga ketangkasan umumnya diangkut mobil bak terbuka. Sebagian telah datang sejak dini hari. Mereka lantas beristirahat di barak-barak yang disediakan di belakang panggung menunggu pagi menjelang.

Alunan musik kendang pencak yang sedari tadi mengalun dan terdengar ke seantero lapangan, kini berhenti. Suara pembawa acara terdengar memberi pengumuman dalam bahasa Sunda. Inti pengumumannya, yaitu para peserta, khususnya yang akan tampil di laga awal diharapkan segera mempersiapkan dombanya. Pembawa acara juga meminta para juri dan wasit agar berkumpul di tengah lapangan untuk melakukan technical meeting.

Tak lama setelah technical meeting yang dilakukan para juri dan wasit yang memakai busana serba hitam, laga pun dimulai. Suara sinden menyanyikan lagu koplo dengan iringan irama kendang pencak bergema. 

Para penonton dan suporter masing-masing domba yang berlaga bersorak. Sebagian suporter terlihat berjoget di depan panggung, sambil memberi semangat dan dukungan kepada domba yang sedang berlaga.

Adu Tangkas Domba Garut di Cikande
Seorang pemilik domba menuntun dombanya ke arena/Djoko Subinarto

Di ujung kiri dan kanan di sisi utara lapangan, terlihat beberapa pemilik domba menuntun domba mereka dan bersiap menunggu giliran masuk arena. Tampak pula dua orang pria yang tengah kesulitan menyeret domba yang berwarna hitam dengan tanduk melengkung dan mengkilap.

Domba hitam itu sepertinya emoh dibawa ke dekat pintu masuk arena. Ia memilih mendekati domba putih yang ada di sebelahnya, yang juga sedang menunggu giliran untuk berlaga. “Eta nu bodas jauhkeun heula (Itu domba yang putih, jauhkan dulu),” begitu kata salah satu pria.

Selama adu ketangkasan domba berlangsung, tentu saja yang sibuk bukan cuma para pemilik domba serta penyelenggara. Para pedagang makanan dan minuman juga dibuat sibuk melayani pesanan dari para konsumen—entah itu penonton, pemilik, suporter domba, maupun anggota panitia penyelenggara.

Bisa dibilang kehadiran laga ketangkasan domba yang digelar saban pekan ini menjadi berkah bagi para penjual makanan dan minuman. Ibaratnya, mereka ketiban rezeki nomplok tiap pekan saat perhelatan acara ketangkasan domba ini.

Berkah rezeki juga ikut mengalir kepada warga sekitar yang halaman rumahnya menjadi lahan parkir dadakan. Biasanya digunakan para pemilik kendaraan bermotor yang tak kebagian jatah parkir di areal lapangan.

Adu Tangkas Domba Garut di Cikande
Salah satu jongko penjual makanan dan minuman di sekitar arena/Djoko Subinarto

Prosedur ajang ketangkasan domba

Secara teknis prosedural, laga ketangkasan domba biasanya dilangsungkan dalam dua ronde. Jadi, setiap domba yang berlaga mendapat jatah tampil dalam dua ronde. Masing-masing ronde terdiri dari sepuluh kali tumbukan kepala domba. Domba yang berlaga dalam ajang ketangkasan ini adalah jenis domba garut, yang memang dipelihara secara khusus untuk tujuan tampil dalam laga ketangkasan domba.

Untuk menghindari terjadinya kecacatan maupun kematian domba, selain pembatasan ronde dan tumbukan, setiap laga juga dilengkapi juri penilai, wasit, dan tim pelatih domba, yang akan langsung memutuskan penghentian laga sekiranya terjadi hal yang dianggap bakal membahayakan salah satu domba.

Tidak sembarangan orang bisa menjadi juri penilai, wasit, dan pelatih domba dalam ajang ketangkasan domba. Mereka harus tergabung sebagai anggota HPDKI (Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia).

Seperti halnya olahraga tinju pada manusia, laga ketangkasan domba juga terbagi dalam beberapa kelas. Disesuaikan dengan bobot dan usia domba.

Adu Tangkas Domba Garut di Cikande
Grup musik yang mengiringi laga ketangkasan domba garut/Djoko Subinarto

Sepanjang laga ketangkasan domba berlangsung, musik kendang pencak—atau bisa juga musik jaipong—dimainkan mengiringi suara sinden yang biasanya membawakan tembang-tembang berirama rancak. Alunan musik tersebut menggoda mereka yang mendengarnya untuk berjoget, atau minimal bergoyang.

Penonton, suporter, maupun pemilik domba tak jarang pula meminta lagu tertentu untuk mengiringi mereka berjoget di depan panggung. Sebagai balasan atas permintaan lagu yang dituruti, mereka lantas menyawer sinden dengan beberapa lembar rupiah.

Sudah tentu selain di Cikande, Saguling, Kabupaten Bandung Barat, adu ketangkasan domba ini dapat kita saksikan pula di sejumlah daerah lainnya di Provinsi Jawa Barat.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Penulis lepas dan blogger yang gemar bersepeda.

Penulis lepas dan blogger yang gemar bersepeda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Rancabali, Bandrek, dan Jagung Bakar