Travelog

Padalarang Bersolek Menyambut Kereta Cepat ‘Whoosh’

Stasiun kereta cepat Indonesia-China [KCIC] di Padalarang/Djoko Subinarto
Stasiun kereta cepat Indonesia-China [KCIC] di Padalarang/Djoko Subinarto

Sabtu (9/9/2023) pagi, empat orang tukang ojek terlihat tengah duduk di pos pangkalan ojek TPR 1, di pojokan pertigaan Jalan Stasiun–Jalan Gedong Lima, Padalarang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Dinamai pangkalan ojek TPR 1 lantaran lokasinya tak jauh dari Tempat Pemungutan Retribusi (TPR) angkot. 

Pos pangkalan ojek tersebut berukuran kurang lebih 2×2 meter persegi, dengan tinggi sekitar 2,5 meter. Atapnya asbes. Dindingnya gedek. Sungguh kontras dengan bangunan tinggi megah menjulang di seberangnya, yakni Stasiun Kereta Cepat Indonesia–China (KCIC) yang pagi itu masih dalam taraf penyelesaian akhir (finishing)

Keempat tukang ojek terlihat sesekali berbincang satu sama lain. Entah apa yang diperbincangkan. Suara mereka jauh kalah keras dengan raungan mesin kendaraan bermotor yang lalu lalang di sekitarnya.

Sembari berbincang, mata para tukang ojek itu kerap kali memperhatikan sejumlah pekerja yang tengah melakukan proses finishing di beberapa bagian bangunan Stasiun KCIC.

Stasiun KA Padalarang peninggalan Belanda/Djoko Subinarto
Stasiun KA Padalarang peninggalan Belanda/Djoko Subinarto

Bangunan stasiun KCIC tampak paling menonjol. Dari ukurannya, Stasiun KCIC paling besar dan paling tinggi bila dibandingkan bangunan-bangunan di sekitarnya. Beberapa pengendara sepeda motor memilih memperlambat laju kendaraannya guna bisa mengamati sosok bangunan tersebut.

Lokasi Stasiun KCIC persis berada di sisi barat stasiun KA Padalarang, yang berada tak jauh dari kompleks bangunan PN Kertas. Padalarang terpilih menjadi salah satu lokasi pemberhentian kereta cepat rute Jakarta–Bandung. Para penumpang kereta cepat yang menuju pusat Kota Bandung, mesti turun di Padalarang. Dari sini, mereka kemudian diangkut oleh kereta pengumpang (feeder) menuju Stasiun KA Bandung, yang berada di Jalan Kebon Kawung, pusat Kota Bandung.

Pemberhentian terakhir kereta cepat sendiri tidak di pusat Kota Bandung, melainkan di Tegalluar, di sisi tenggara Kota Bandung. Jadi, setelah berhenti menurunkan penumpang di Padalarang, kereta cepat yang diberi nama Whoosh (singkatan dari waktu hemat, operasi optimal, sistem hebat) ini langsung melaju ke arah tenggara, melipir pinggiran jalan Tol Padaleunyi hingga akhirnya berhenti di Stasiun Tegalluar.

Pasar Tagog Padalarang tak jauh dari stasiun KCIC/Djoko Subinarto
Pasar Tagog Padalarang tak jauh dari stasiun KCIC/Djoko Subinarto

Sejarah kereta cepat

Menoleh sedikit ke belakang, proyek mewujudkan kereta cepat dimulai di sekitar pertengahan tahun 2015. Saat itu, pemerintah kita menunjuk Boston Consulting Group (BCG) untuk menjadi konsultan dalam beauty contest kereta cepat Jakarta–Bandung. BCG diminta menilai dan memastikan kereta cepat mana yang paling cocok untuk Indonesia. 

Sebagaimana diketahui, Jepang dan China telah menunjukkan minatnya untuk membangun proyek kereta cepat di Indonesia. Kedua negara ini memang telah memiliki layanan kereta cepat. Jepang mempunyai Tohoku Shinkansen dengan kecepatan maksimal 320 kilometer per jam, sedangkan China memiliki kereta Gao Tie yang mampu melaju hingga 350 kilometer per jam.

Jalan Gedong Lima Padalarang diperbaiki dengan trotoar yang nyaman/Djoko Subinarto
Jalan Gedong Lima Padalarang diperbaiki dengan trotoar yang nyaman/Djoko Subinarto

Berdasarkan hitungan pihak Jepang ketika itu, nilai investasi kereta cepat Jakarta–Bandung mencapai 6,2 miliar dollar AS, di mana 75 persennya dibiayai oleh Jepang berupa pinjaman bertenor 40 tahun dengan bunga 0,1 persen per tahun. Pada saat yang sama, China menawarkan nilai investasi yang lebih murah, yakni sebesar 5,5 miliar dollar AS, dengan skema investasi 40 persen kepemilikan China dan 60 persen kepemilikan lokal, yang berasal dari konsorsium delapan BUMN Indonesia. Dari estimasi investasi tersebut, sekitar 25 persen bakal didanai menggunakan modal bersama dan sisanya berasal dari pinjaman dengan tenor 40 tahun dengan bunga sebesar 2 persen per tahun. 

Akhirnya, pemerintah Indonesia lebih memilih China ketimbang Jepang dalam menggarap proyek kereta cepat Jakarta–Bandung. Dengan menggunakan kereta cepat, diperkirakan kita cuma membutuhkan 46 menit untuk mencapai Bandung dari Jakarta. Begitupun sebaliknya. 

Toh dalam pelaksanaannya, proyek kereta cepat rute Jakarta–Bandung ini tidak berjalan mulus. Berbagai masalah muncul. Salah satunya yang mencuat adalah soal membengkaknya pembiayaan. Awalnya, biaya total proyek ini diperkirakan mencapai Rp86,67 triliun. Namun, kemudian membengkak jadi Rp114,24 triliun, pada tahun 2021. Bunga pinjaman juga ikut membengkak, dari yang semula 2 persen per tahun menjadi 3,4 persen per tahun. China meminta pula jaminan APBN kita untuk pembayaran utang proyek ini.

Saat ini, komposisi pembiayaan proyek ini adalah 75 persen berasal dari pinjaman melalui Bank Pembangunan China dan sisanya merupakan setoran modal dari konsorsium dua negara yaitu Indonesia–China. Pembagiannya, konsorsium BUMN Indonesia menyumbang 60 persen dan 40 persen berasal dari konsorsium China. Total pinjaman konsorsium BUMN Indonesia ke Bank Pembangunan China mencapai Rp8,3 triliun, dengan bunga 3,4 persen dan tenor 30 tahun. Utang itu dipakai untuk menutup pembengkakan biaya proyek ini yang totalnya mencapai Rp 17,8 triliun.

Padalarang tidak masuk hitungan

Dalam skema awal, Padalarang tidak termasuk dalam titik pemberhentian kereta cepat Whoosh. Pemberhentian kereta cepat yang menuju Bandung sebelumnya direncanakan di sekitar Walini, Cikalong Wetan, sekitar 10 kilometeran sebelum Padalarang. 

Namun, dalam perjalanan proyek, rencana tersebut kemudian diubah. Walini akhirnya tidak menjadi titik pemberhentian kereta cepat. Sebagai gantinya dipilih Padalarang. Maka, stasiun kereta cepat pun dibangun di Padalarang. 

Seiring dengan pembangunan stasiun kereta cepat, kota kecamatan seluas 53,55 kilometer persegi di Bandung Barat ini pun lantas mulai bersolek. Stasiun KA peninggalan Belanda yang semula kusam dan dipenuhi tenda-tenda PKL, mulai dipercantik. Sebuah jalan layang dibagun pula di sisi timur, tak jauh dari pintu masuk Tol Padaleunyi. 

Sementara itu, Jalan Gedong Lima dan Jalan Panaris, yang mengarah langsung ke stasiun Padalarang dan stasiun KCIC, dipermulus dengan aspal hotmix dan penataan trotoar yang lebih nyaman. Begitu pula Pasar Tagog Padalarang, yang berada di barat daya Stasiun KCIC. Pasar yang semula kumuh dan becek, lebih-lebih saat hujan, kini telah direnovasi dan tampil mentereng. Jalan di depannya juga diaspal mulus.

Menyusul diresmikannya kereta cepat pada 2 Oktober 2023 lalu oleh Presiden Joko Widodo, sudah barang tentu Padalarang masih akan terus bersolek. Ini sebagai buntut dari hadirnya Whoosh yang kini telah beroperasi melayani trayek Jakarta–Bandung dan sebaliknya.


Rujukan:
[1] Arrijal Rachman. 2023. APBN Jadi Jaminan Utang Kereta Cepat, In Kata Sri Mulyani.
[2] Emir Yanwardhana. 2023. Diresmikan Jokowi Hari Ini, Kereta Cepat Telan Biaya Rp 108 T.
[3] Giras Pasopati. 2015. Keputusan Kereta Cepat Molor, Jokowi akan Pilih Pemenang Rabu.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Penulis lepas dan blogger yang gemar bersepeda.

Penulis lepas dan blogger yang gemar bersepeda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Masa Lalu Bengawan Solo: dari Jejak Pelabuhan Dagang hingga Persoalan Lingkungan