Tak bisa dipungkiri, daerah-daerah di Pulau Jawa telah melahirkan pelbagai kuliner yang lezat-lezat dari sisi cita rasa. Jalur pantai utara dan jalur selatan Jawa yang sejauh ini menjadi jalur mudik saat lebaran, memiliki sejumlah daya pikat kuliner, yang tak semua orang tahu titik-titik destinasinya.  

Melalui buku berjudul 100 Mak Nyus Jalur Mudik, Jalur Pantura dan Jalur Selatan Jawa (Penerbit PT Kopitiam Oey Indonesia, 2018), trio penulis kuliner (Bondan Winarno, Lidia Tanod, dan Harry Nazarudin) menyajikan panduan kuliner mudik lebaran dengan menginformasikan kuliner-kuliner tradisional mak nyus di sepanjang jalur pantai utara dan pantai selatan Jawa. 

Hampir di setiap kota yang dilintasi sepanjang perjalanan mudik, menyajikan pelbagai kuliner khas yang menggoda selera. Meski saat ini sudah banyak blog maupun situs yang mengulas berbagai destinasi kuliner mudik lebaran, namun buku ini tentu lebih istimewa. Setidaknya di dalamnya secara khusus membahas 100 kuliner khas daerah pilihan yang direkomendasikan oleh pesohor kuliner yang tak diragukan lagi kompetensinya sebagai seorang foodie yang sudah malang-melintang dan memiliki jam terbang tinggi soal mencicipi makanan. 

Bondan Winarno adalah ‘jaminan’ soal kuliner yang direkomendasikan, meski lezat atau mak nyus adalah soal personal yang masing-masing orang sangat bisa berbeda. Sebagai penulis yang doyan makan, Bondan Winarno masyhur dan dikenal publik setelah membawakan acara wisata kuliner di sebuah televisi swasta selama sembilan tahun.

100 Mak Nyus Jalur Mudik, Jalur Pantura dan Jalur Selatan Jawa
Buku ‘100 Mak Nyus Jalur Mudik, Jalur Pantura dan Jalur Selatan Jawa’ persembahan terakhir Bondan Winarno/Badiatul Muchlisin Asti

Pokok’e mak nyus adalah jargon yang dipopulerkannya, terbukti mampu mengangkat kepercayaan diri para pelaku kuliner tradisional Indonesia untuk bangkit dan berkembang di blantika perkulineran Indonesia yang kala itu mulai didominasi oleh pelbagai kuliner modern. Sejak saat itu, banyak kuliner tradisional khas daerah yang (kembali) moncer, dan kemudian dikenal sebagai destinasi wisata kuliner—yang umumnya memang sudah memiliki masa tempuh lama atau boleh dibilang legendaris. Anak-anak muda pun tak malu-malu lagi untuk kulineran di jujugan-jujugan kuliner tradisional tersebut.

Buku ini terbit saat Bodan Winarno telah tiada. Boleh dibilang, buku ini adalah persembahan terakhir Bondan Winarno untuk dunia kuliner Indonesia yang dicintainya—sebelumnya telah menelurkan buku-buku kuliner lainnya, yaitu 100 Mak Nyus Makanan Tradisional Indonesia (2013), 100 Mak Nyus Jakarta (2015), 100 Mak Nyus Bali (2016), dan 100 Mak Nyus Joglosemar (2017). 

Buku ini mulai dipersiapkan sejak bulan Januari 2017. Di tengah pengumpulan data, Bondan jatuh sakit, namun tetap bersemangat untuk melanjutkan seri berikutnya setelah buku 100 Mak Nyus Joglosemar selesai diluncurkan. Bulan September 2017 sebuah tindakan medis harus dilakukan kepada Bondan Winarno. 

Dalam kondisi terbaring di rumah sakit, Bondan tetap bersemangat untuk melanjutkan proyek bukunya itu. Tim pun bergembira menyambut semangat Bondan. Sayang, kegembiraan itu berumur singkat. Saat proyek hampir selesai, pada 29 November 2017, pakar kuliner yang pernah menggeluti dunia jurnalistik itu tutup usia.

Lidia Tanod dan Harry Nazarudin menyampaikan dalam kata pengantar buku 100 Mak Nyus Jalur Mudik, Jalur Pantura dan Jalur Selatan Jawa, tim yang nyaris menyerah, pada Januari 2018 mengusulkan kepada pihak sponsor dan penerbit untuk melanjutkan proyek ini. Pertimbangannya, toh Pak Bondan sudah menulis lengkap soal tujuan kulinernya, dan buku ini bisa merangkap tribute untuk jasa Pak Bondan di dunia kuliner tradisional Indonesia. Puji syukur, pihak sponsor dan penerbit mendukung, sehingga jadilah buku ini.

Buku ini menjadi panduan kuliner yang boleh dibilang ‘paling otoritatif’ bagi para pemudik terkait rekomendasi kuliner di sepanjang jalur mudik, yaitu jalur pantai utara dan pantai selatan Jawa. 

100 Mak Nyus Jalur Mudik, Jalur Pantura dan Jalur Selatan Jawa
Sayur ontong, salah satu menu khas Tuban yang direkomendasikan Bondan Winarno/Badiatul Muchlisin Asti

Rute pantai utara meliputi: Tangerang – Jakarta – Karawang – Cikampek – Purwakarta – Indramayu – Cirebon – Brebes – Tegal – Pemalang – Pekalongan – Semarang – Kudus – Pati – Juwana – Rembang – Lasem – Tuban – Lamongan – Gresik – Surabaya – Sidoarjo – Bangil – Pasuruan – Tongas – Probolinggo – Banyuwangi.

Adapun rute selatan meliputi: Serang – Bogor – Cianjur – Bandung – Tasikmalaya – Ciamis – Purwokerto – Kebumen – Purworejo – Yogyakarta – Solo – Sragen – Madiun – Kediri – Malang – Lumajang – Jember – Banyuwangi.

Di sepanjang jalur atau rute yang dilalui, hampir setiap daerah menyajikan makanan khas yang lezat dan menggugah selera, baik yang sudah dikenal maupun yang selama ini jarang diketahui. Misalnya di jalur pantura, selain makanan-makanan khas yang sudah masyhur seperti gabus pucung (Jakarta), sate maranggi (Purwakarta), empat gentong dan nasi jamblang (Cirebon), sate blengong (Brebes), sate kambing batibul (Tegal), nasi pindang (Kudus), sate komoh (Pasuruan), rawon (Surabaya), dan sebagainya; namun juga terdapat aneka makanan rekomendasi yang selama ini jarang dikenal publik, seperti: pedesan entog (Indramayu), sate ayam margasari (Tegal), kepiting gemes (Pekalongan), sayur ontong dan kari rajungan (Tuban), gulai kambing kacang hijau (Bangil), dan sebagainya.

Begitu juga di jalur selatan, selain makanan khas yang sudah masyhur seperti: sate bandeng dan rabeg (Serang), toge goreng (Bogor), soto bandung (Bandung), nasi tutug oncom (Tasikmalaya-Garut), tempe mendoan dan sroto sokaraja (Purwokerto), gudeg dan sate klatak (Yogyakarta),  tengkleng dan nasi liwet (Solo), pecel kawi (Malang), nasi tempong (Banyuwangi), dan sebagainya; namun juga terdapat aneka makanan rekomendasi yang jarang disebut di blantika kuliner Indonesia, seperti: nasi goreng piritan (Ciamis), sate siboen (Ponorogo), cwi mie gloria (Malang), rujak soto (Banyuwangi), dan sebagainya.  

Salah satu kuliner yang belum cukup populer adalah pedesan entog yang merupakan kuliner khas Indramanyu. Pedesan entog adalah sajian yang tercipta dari tradisi medes, yaitu pesta syukuran masyarakat Indramayu yang baru selesai panen padi. Medes diambil dari kata pedas, karena hampir semua hidangan yang disajikan pada pesta itu bercita rasa pedas. 

100 Mak Nyus Jalur Mudik, Jalur Pantura dan Jalur Selatan Jawa
Buku ‘100 Mak Nyus Jalur Mudik, Jalur Pantura dan Jalur Selatan Jawa’ juga tribute untuk mengenang jasa Bondan Winarno di dunia kuliner tradisional Indonesia/Badiatul Muchlisin Asti

Jenis daging yang diolah berasal dari hewan yang biasanya dipelihara di sawah, antara lain entog. Entog dibuat sebagai pedesan karena memiliki daging lebih tebal dan lebih empuk dibanding bebek. Selain juga entog memang enak dibuat untuk masakan berkuah dengan aneka rempah yang kuat. Saat ini, pedesan entog sudah diperhitungkan menjadi salah satu ikon kuliner Indramayu.

Kuliner yang belum populer lainnya adalah sayur ontong khas Tuban. Ontong adalah istilah untuk menyebut jantung pisang—bahan yang jarang digunakan karena mengandung getah yang rasanya tidak enak. Namun di Tuban, jantung pisang bisa diolah menjadi sajian yang sangat sedap.

Kita akan takjub saat pertama kali mencicipi sayur ontong ini. Cita rasanya sangat gurih, tak ada rasa getahnya sama sekali, tetapi tekstur jantung pisang dan aroma khasnya masih terasa khas di lidah. Sayur ontong sangat nikmat disantap dengan nasi putih hangat. Sebuah hidangan yang patut dicoba bila melewati Tuban.

Nasi goreng piritan adalah kuliner lainnya yang belum terlalu populer. Piritan adalah istilah untuk menyebut jeroan ikan. Jadi, jeroan ikan digoreng sampai kering kemudian digunakan untuk lauk nasi goreng. Ketika hidangan ini muncul, langsung terlihat bahwa ini bukan nasi goreng biasa. Warnanya kuning, tidak kecoklatan, karena tidak menggunakan kecap tetapi mentega.

Irisan cabai merah dan hijau nampak membuat hidangan menjadi cantik. Rasa nasi gorengnya sendiri sudah enak, dengan tarikan asin. Namun, piritannya menambahkan nilai aroma yang berbeda, sehingga membuat ketagihan untuk menyuap lagi.

Buku ini istimewa, buku yang tidak hanya dapat menjadi panduan mudik di jalur pantura dan pantai selatan Jawa, sebagai peta menyusuri aneka kuliner yang beragam cita rasa dan kelezatannya di berbagai kota yang dilalui, namun juga sangat kaya informasi dan menambah wawasan terkait kekayaan kuliner tradisional Indonesia, terutama di lingkup Pulau Jawa.

Terdapat 100 makanan tradisional khas masing-masing daerah, yang setiap entri makanan diulas profilnya, juga lokasi rumah makan yang direkomendasikan oleh mendiang Bondan Winarno. Dilengkapi pula resep pada masing-masing entri makanan, sehingga pembaca yang gemar memasak bisa bereksperimentasi membuatnya sendiri.Istimewanya lagi, setiap entri makanan juga dilengkapi QR Code di samping alamat rumah makan, sehingga pembaca bisa memindai kode tersebut lewat smartphone dan secara otomatis lokasi warung makan akan langsung tersambung ke Google Maps. Sangat menarik, ya!


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar