Itinerary

Zaman Pahit Dulu, 7 Buku “Travel Guide” Ini Jadi Andalan Pejalan

Zaman sekarang, gimana cara kamu nyari referensi soal destinasi? Jelasnya, tinggal buka socmed aja. Kalau mau yang lebih rinci, browsing di Google.

Tapi, dulu keadaan nggak begini, Sob. Ada masanya waktu internet belum mobile sehingga kamu cuma bisa mengaksesnya pakai komputer desktop.

Repot juga ‘kan kalau harus bawa-bawa monitor dan CPU ke mana-mana terus nyari kabel LAN?

Makanya dulu banyak pejalan yang bawa buku travel guide ke mana-mana. Lewat buku-buku itu mereka bisa cari referensi cara ke suatu tempat, akomodasi, kuliner, dan atraksi wisata.

Di masa-masa kejayaannya, buku travel guide banyak banget. Ini 7 di antara sekian banyak buku travel guide yang dulu biasa dibawa ke mana-mana sama pejalan.

1. Footprint

buku travel guide

Indonesia Footprint Focus via bookdepository.com

Tahun 1924, jauh sebelum Fodor’s, Frommer’s, dan Lonely Planet muncul pertama kali, Footprint sudah mengeluarkan buku travel guide South American Handbook.

Footprint didirikan dua tahun sebelumnya, yakni 1922, di Inggris. Sampai sekarang, kantor pusatnya ada di Somerset.

Meskipun awalnya Footprint banyak menerbitkan buku panduan perjalanan untuk pebisnis, lama kelamaan Footprint juga mengeluarkan buku buat para petualang ransel.

Footprint juga punya buku panduan tentang aktivitas-aktivitas ekstrem seperti diving, surfing, dan snowboarding.

2. Fodor’s

buku travel guide

Panduan Asia Tenggara Fodor’s via goodreads.com

Eugene Fodor, petualang Amerika keturunan Hungaria, merasa kalau buku-buku travel guide di zamannya itu membosankan.

Makanya, tahun 1936 ia ngeluarin buku panduan ke Eropa, On the ContinentThe Entertaining Travel Annual. Penerbitnya adalah Aldor Publications, London.

Bukunya Fodor ini jadi menarik karena nggak cuma menyajikan fakta-fakta kaku tentang sebuah destinasi. Ia juga menulis soal penduduk, kehidupan, dan budaya setempat.

Buku pertama itu sukses. Tahun 1949 Fodor’s didirikan. Sampai sekarang Fodor’s sudah mengeluarkan sekitar 440 buku panduan perjalanan yang mencakup sekitar 300 destinasi.

3. Frommer’s

buku travel guide

Panduan Frommer’s ke Bali dan Lombok via goodreads

Pendirinya, Arthur Frommer, dulunya seorang kopral di U.S. Army. Tahun 1957, ia menulis sebuah buku panduan perjalanan ke Eropa buat tentara Amerika.

Terus, ia juga bikin buku panduan versi “masyarakat sipil.” Buku itu ia kasih judul Europe on $5 a Day. Orang Amerika pun jadi tahu kalau mereka bisa ke Eropa dengan bujet mepet.

Keluar dari militer, Frommer berkarir di bidang hukum. Tapi ia nggak berhenti nulis buku travel guide. Menyusul Eropa, terbit buku New York, Mexico, Hawaii, Jepang, dan Karibia.

Kemudian, merk dagang indie Frommers silih berganti dibeli perusahaan-perusahaan besar. Sampai sekarang, sudah 350 judul buku yang dikeluarkan Frommer’s.

4. Let’s Go

buku travel guide

Panduan ke Paris Let’s Go via goodreads.com

Buat mahasiswa, barangkali Let’s Go adalah buku panduan yang paling bisa diandalkan. Ini adalah buku travel guide dari mahasiswa dan untuk (orang-orang yang berhati) mahasiswa.

Let’s Go didirikan tahun 1960 oleh mahasiswa Harvard University. Sampai sekarang, Let’s Go dikelola sama para mahasiswa salah satu universitas terbaik di Amerika itu.

Terbitan pertama Let’s Go adalah pamflet stensilan yang berisil 25 lembar tulisan panduan yang dibuat sama anak Harvard bernama Oliver Koppell.

Tahun 1960, Let’s Go pertama kali diterbitkan secara profesional. Popularitasnya naik sekitar tahun 60-an. Sekarang, Let’s Go masih tetap di hati sebagian mahasiswa.

5. Lonely Planet

buku travel guide

Buku Lonely Planet Indonesia via goodreads.com

Bagi para backpacker, ini adalah kitab suci. Soalnya, informasi di Lonely Planet cenderung berpihak pada petualang-petualang berbujet rendah.

Sebenarnya hal ini nggak mengherankan. Kedua pendirinya, Tony Wheeler dan Maureen Wheeler, dulunya juga traveler berkantong tipis.

Lonely Planet pertama yang mereka keluarkan terinspirasi dari perjalanan darat mereka dari Inggris sampai ke Australia. Judulnya menarik: Across Asia on the Cheap (1975).

Sampai sekarang, sejak didirikan tahun 1972, Lonely Planet sudah merilis lebih dari 500 judul buku panduan ke 195 negara—seluruh negara di Bumi!

6. Moon

buku travel guide

New York Walks via bookdepository.com

Di antara nama-nama di atas, mungkin Moon yang paling nggak populer di Indonesia—Let’s Go juga nggak terlalu, sih.

Didirikan tahun 1973 di California, terbitan-terbitan pertama Moon adalah buku-buku panduan perjalanan ke Asia.

Seperti Lonely Planet, Moon adalah salah satu buku panduan awal yang ngomporin orang untuk jalan-jalan secara independen.

Varian buku panduan Moon beragam, ada Moon Handbooks, Moon Metro, Moon Outdoors, Moon Living Abroad, dan Moon Spotlight. Kamu tinggal menyesuaikannya sama keperluan.

7. Rough Guides

buku travel guide

The Rough Guide to Indonesia via goodreads.com

Buku travel guide ini dibikin oleh Mark Elllingham tahun 1982. Sama seperti Eugene Fodor, ia bikin buku panduan karena nggak begitu sreg sama buku panduan yang sudah ada.

Seri pertama Rough Guides dikasih judul Rough Guide to Greece. Dari awal, Rough Guide memang dibikin buat membantu petualang berbujet minim.

Tapi, dalam perkembangannya Rough Guides juga menuliskan tentang hal-hal lain selain cara bertualang ala kere. Bahkan, mereka juga punya buku musik, film, dan literatur.

Seperempat abad setelah publikasi pertama, Mark Ellingham sang pendiri cabut dari Rough Guides buat bikin imprint baru yang ramah lingkungan.

Memang sekarang buku travel guide sudah nggak terlalu dilirik sama pejalan. Sebab, teknologi bikin semuanya jadi lebih praktis. Kalau bisa praktis, kenapa ribet?

Tapi, kadang-kadang, kalau kamu jalan ke tempat jauh yang nggak ada sambungan internet atau listrik, buku panduan perjalanan bakal terasa sangat berguna.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Foto header: pexels.com/Rawpixel

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

4 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *