Kamu mau jadi seorang travel writer? Kamu ingin berkelana keliling dunia, mengirimkan cerita-cerita seru petualanganmu dari tempat-tempat jauh kepada majalah, koran, dan website. Dan dibayar mahal untuk itu. Tapi apakah jalannya akan semudah itu?

Dunia penerbitan travel writing dewasa ini memang seakan sedang mengalami gempa yang berkepanjangan. Kita semua tahu bahwa banyak hal sedang terjadi, namun kita masih belum bisa menebak seperti apa keadaannya nanti ketika “gempa” tersebut berakhir.

Soal bahwa travel writer “dibayar mahal,” kita yakin sajalah dulu bahwa hal tersebut masih akan terjadi dan jika saya boleh berkata: jangan berhenti dulu jadi travel writer.

Garis besarnya seperti ini: koran dan majalah masih menjanjikan, namun jumlah mereka tidak sebanyak dahulu juga tidak sejaya di masa lalu, jadi kompetisi agar tulisanmu dimuat di media tersebut semakin keras. Di sisi lain, seiring berkembangnya internet, semua yang berkepentingan pun—pembaca, pejalan, pelaku industri pariwisata, pengiklan, sponsor, dan penyedia teknologi—juga mengalami evolusi. Dan evolusi yang sedang terjadi ini justru juga membuka kesempatan-kesempatan baru buat para travel writer.

Jadi apa yang bisa dipetik dari hal tersebut, khususnya bagi kamu yang bercita-cita jadi travel writer? Artinya, dibanding masa-masa sebelumnya, tersedia lebih banyak jalan agar tulisanmu dipublikasikan. Artinya lagi, sekarang ada lebih banyak orang yang mencoba mendapatkan uang dari travel writing dibanding dahulu. Kesimpulannya adalah: sepanjang sejarah travel writing, di masa ini jumlah travel writer lebih banyak namun masing-masing menghasilkan uang yang lebih sedikit.

Tapi kita fokus saja pada yang positif-positif dan membahas tentang apa yang bisa kamu lakukan untuk memperbesar kesempatanmu menjadi seorang travel writer.

travel writer

Menemukan sebuah ciri khas itu gampang-gampang susah/telusuRI

1. Buat sebuah portofolio online

Sekarang ini kalau kamu ingin jadi seorang travel writer, penting sekali untuk membuat sekurang-kurangnya sebuah laman portofolio, blog bahkan lebih bagus lagi: ini seperti sebuah papan iklan digital tempat kamu bisa menunjukkan siapa kamu, perjalanan-perjalanan yang telah dan akan kamu lakukan, akun-akun sosial media, dan di sana kamu juga bisa memamerkan artikel, foto, dan video milikmu. Di tengah dunia yang dipenuhi oleh kreator konten perjalanan, laman itu adalah portal multimedia untuk menjangkau audens dari segala lapisan, dari mulai pembaca, penonton—bahkan sampai editor. Jadi, bangun portofoliomu sekarang!

2. Temukan ciri khasmu sebagai travel writer

Berhubung begitu banyak penulis pemula yang sekarang berkeliaran di blogosphere, kamu perlu membedakan dirimu dari penulis-penulis lainnya. Pilih sebuah destinasi, aktivitas, atau hal yang menarik bagimu, dan konsentrasi di sana. Asah keahlianmu di bidang itu—apakah itu jalan kaki, makan-makan, atau Maumere (atau mungkin: jalan kaki untuk makan-makan di Maumere!)—dan bagilah pengetahuanmu dengan penuh otoritas, gaya, dan minat. Posting di Facebook dan Twitter, tulis di blog, berikan komentar di laman blog orang lain, forum-forum online, dan chat apps. Lakukan itu dengan tekun dan kamu akan menjadi orang yang dianggap “paling ahli” di bidang itu; ini akan memperluas pembacamu dan menarik perhatian dari media besar yang menganggapmu ahli di bidang itu dan mungkin selanjutnya akan mempublikasikanmu dan lamanmu.

3. Perluas duniamu dimulai dari yang kecil-kecil

Mungkin ini terdengar bertolak belakang, sebagaimana adalah masuk akal untuk memfokuskan diri terhadap konten, juga masuk akan untuk tidak ngoyo dan berpikir terlalu muluk-muluk. Ingin melihat namamu tercetak dalam sebuah tulisan? Jika kotamu punya suratkabar lokal, coba ajukan sebuah usulan cerita (pitch) pada editornya. Kalau kamu punya sebuah website favorit, hubungi editor atau produsernya dan tanya apakah mereka membutuhkan seorang kontributor sesuai dengan keahlianmu. Jika ada sebuah majalah yang fokus pada hal-hal yang kamu suka, pelajari halaman depannya dan ajukan satu-dua pitch pada editornya. Tujuan utamamu adalah membangun sebuah relasi dengan editor atau produser yang akan memberikanmu kesempatan untuk menyalurkan tulisan-tulisanmu—dan sebuah batu loncatan untuk kesempatan-kesempatan lain yang lebih besar.

4. Jaringan online dan offline

Seperti yang sudah disebutkan pada poin kedua, jalin jaringanmu melalui berbagai media sosial, laman-laman website, dan percakapan online. Lakukan juga hal yang serupa di dunia offline: hadiri acara kumpul-kumpul, workshop, dan konferensi. Ajang kopdar seperti itu adalah momen yang cocok untuk berkumpul dengan anggota-anggota “suku” kamu, sekaligus mendapatkan informasi berharga dan tentunya makanan enak.

5. Ketika kamu menulis, kamu harus paham betul tujuanmu menulis

Selama 25 tahun menjadi editor tulisan perjalanan, kesalahan terbesar yang sering dilakukan para penulis tidak berubah: mereka tidak paham tujuan mereka menuliskan artikel tersebut, sehingga mereka tak mungkin bisa mengkomunikasikan maksud mereka. Ketika kamu duduk di depan laptop menuliskan tips-tips dan kisah-kisah perjalananmu, tanyakan ini pada dirimu: apa pelajaran yang ingin kuberikan pada pembacaku? Apa yang bisa mereka petik? Kemudian bangunlah sebuah tulisan, secara sistematis, sampai semua pelajaran yang ingin kamu berikan tersampaikan. Cobalah lakukan hal ini, dan kamu akan melesat jauh dalam lomba lari melawan para travel writer lain. Semoga beruntung—dan nikmati perjalananmu!


Sumber: Don George, Lonely Planet


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

1 komentar

Nanda 28 Juli 2020 - 20:04

Maaf kak mau tanya, kalo mau jadi travel writer tuh harus kita yg mulai dulu dari awal sampai ada yg tertarik sama tulisan dan perjalanan kita. Atau kita daftar ke sebuah yayasan kaya perusahaan gitu dan baru nanti dikasih tugas, atau gimana sih kak ?? Mohon penjelasannya yah kak ???

Reply

Tinggalkan Komentar