#dirumahajaItinerary

5 Buku Perjalanan yang Seru Dibaca waktu di Rumah Aja

Sebagai pejalan, tentulah kakimu gatal untuk melangkah. Tapi, apa daya, sekarang kondisinya memang benar-benar nggak memungkinkan. Demi alasan-alasan kemanusiaan, kamu harus #dirumahaja untuk sementara.

Tapi nggak usah khawatir. Kamu masih tetap bisa jalan-jalan, kok. Yang perlu kamu lakukan hanyalah membuka sang jendela dunia—ya, buku—dan melancong sejauh-jauhnya dengan imajinasimu.

Sebagai referensi, TelusuRI sudah memilih lima buku (dan satu serial novelet) bertema perjalanan yang bisa kamu baca selama #dirumahaja. Selain menarik, buku-buku berikut juga masih beredar di berbagai toko buku atau marketplace. Jadi, kamu bisa dengan mudah membeli ebook-nya atau memesan buku fisik via daring.

Apa saja?

Pramoedya Ananta Toer, di rumahnya, kawasan Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat, 29 September 2005 via TEMPO/Ramdani

Jalan Raya Pos, Jalan Daendels (Pramoedya Ananta Toer)

Ingat pelajaran sejarah soal jalan dari Anyer ke Panarukan yang disempurnakan pas zaman Daendels sekitar dekade pertama abad ke-19? Buku ini bercerita tentang itu. Lewat Jalan Raya Pos, Jalan Daendels, kamu bakal merasa seperti jalan-jalan bareng Pramoedya Ananta Toer menelusuri daerah-daerah yang dilewati jalan militer yang pernah jadi salah satu infrastruktur paling maju di zamannya. Plus, kamu bakal tahu banyak fakta sejarah yang nggak lulus sensor buat tampil dalam buku-buku paket.

Sebagian besar daerah yang diceritakan dalam buku ini memang sudah pernah didatangi sama Pram. Cuma sebagian saja yang belum pernah dia samperin. Buku yang ditulis Pram tahun 1995 ini tipis-tipis saja, nggak setebal roman-roman Tetralogi Buru. Tapi, setelah baca buku ini, kemungkinan kamu bakal tertarik buat baca buku-buku Pram yang lain.


Heri Hendrayana Haris, penulis yang lebih dikenal dengan nama Gola Gong, Serang, Banten, Kamis, 20 Mei 2010 via TEMPO/Yosep Arkian

Balada si Roy (Gola Gong)

Sebelum kurva tren melancong melambung tinggi di Indonesia, Gola Gong (nama pena dari Heri Hendrayana Haris), pengarang Balada si Roy, sudah melanglang buana keliling Indonesia dan Asia. Cerita-ceritanya ia jadikan fiksi dan dimuat secara bersambung di Majalah Hai pada paruh akhir dekade 1980-an. Setelah rampung, cerita bersambung itu lalu dibundel menjadi sebuah serial yang terdiri dari sepuluh novelet.

Lewat Balada si Roy, kamu bakal bertualang ke tempat-tempat seperti hutan, sungai, laut di Jawa Barat, pulau-pulau terpencil di Maluku, negara-negara di Asia Tenggara, sampai ke tempat-tempat bersejarah dan sakral di India. Beberapa tahun lalu, penerbitnya merilis cetakan kesekian dari Balada si Roy. Sekarang, kamu bisa menemukan dua jilid dalam satu buku. Dan—sttt!!!—kabarnya novelet ini bakalan difilmkan, lho.


Dari kanan, produser Ody Mulya Hidayat, Arifin Putra, penulis Adhitya Mulya, dan Abimana Aryasatya, saat konferensi pers film berjudul “Sabtu Bersama Bapak” di Jakarta, Selasa, 7 Juni 2016 via TEMPO/Subekti

Traveler’s Tale, Belok Kanan: Barcelona (Adhitya Mulya, Alaya Setya, Iman Hidajat, Ninit Yunita)

Suka komedi? Kalau iya, berarti kamu bakal suka banget sama Traveler’s Tale, Belok Kanan: Barcelona. Novel yang dibikin keroyokan oleh Adhitya Mulya, Alaya Setya, Iman Hidajat, dan Ninit Yunita, ini bakal bikin kamu terpingkal-pingkal. Buku ini juga sudah diadaptasi menjadi film.

Ceritanya sebenarnya sederhana saja, yakni tentang perjalanan empat bersahabat untuk kembali bertemu setelah sekian lama terpisah. Tapi, plotnya aduhai, konflik-konfliknya bergulir dengan apik, dan percakapan-percakapannya absurd. Komedinya berkelas dan mungkin bakal dapat komentar “kompor gas” dari Om Indro. Nah, abis baca novel ini, kamu bakal tertarik buat baca novel-novel lain karya Adhitya Mulya dan Ninit Yunita.


Penyanyi dan penulis, Dewi Lestari Simangunsong, saat peluncuran novel ‘Supernova: Inteegensi Embun Pagi’ di Jakarta, 26 Februari 2016 via TEMPO/Frannoto

Supernova 2: Akar (Dee Lestari)

Para pejalan mungkin bakal sepakat kalau novel karya Dee Lestari keluaran tahun 2002 ini adalah yang terbaik di antara semua seri Supernova. Selain mengajak kita merenung soal identitas dan simbol, Akar juga akan bawa kita jalan-jalan ke beberapa kota di Indonesia dan negara-negara di Asia Tenggara.

Konon yang menginspirasi kemunculan Akar adalah kisah hidup Budi Dalton. “Budi Dalton? Siapa lagi, tuh?” Makanya baca dulu. Setelah selesai baca, kamu bisa cari-cari tahu, deh, soal Budi Dalton di jagad maya. Abis baca Akar, kamu juga kayaknya bakal tertarik untuk baca seluruh Supernova.


Penulis novel, Andrea Hirata, memainkan gitar sebelum penayangan gala Premier Film Laskar Pelangi Sekuel 2 Edensor di Epicentrum XXI, Jakarta, Kamis, 19 Desember 2013 via TEMPO/Nurdiansah

Edensor (Andrea Hirata)

Hari gini siapa, sih, yang nggak pernah dengar nama Andrea Hirata? Novelnya sudah banyak banget—dan bergizi. Genre novelnya juga istimewa: realisme magis. Buku-bukunya Andrea Hirata bisa kamu jadikan batu loncatan buat menyantap karangan-karangan lezat Gabriel Garcia Marquez atau Salman Rushdie.

Edensor yang terbit tahun 2007 ini adalah buku ketiga dalam tetralogi legendaris Andrea Hirata, yakni Laskar Pelangi. Dalam Edensor, kedua tokoh utamanya akan mengajakmu jalan-jalan overland keliling Eropa dari barat sampai ke Timur, juga berkelana bersama kafilah padang pasir di gurun Afrika. Abis baca Edensor, balik lagi ya ke Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi. Rampung Sang Pemimpi, kamu bisa mulai baca Maryamah Karpov.

Semoga lima buku bertema perjalanan di atas bisa jadi semacam “kunci” bagimu untuk baca buku-buku lain, Sob. Selamat #dirumahaja!


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

TelusuRI

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *