Itinerary

10 Kuliner Khas Grobogan yang Patut Dicoba 

Suatu hari, seorang food vlogger dari luar kota datang ke Kota Purwodadi—Grobogan, Jawa Tengah. Tidak disebutkan tujuan utamanya datang ke kota Purwodadi. Yang jelas, ia kemudian nge-vlog soal kuliner Purwodadi. Dalam pernyataannya, ia mengaku bingung, kuliner apa yang harus ia cicipi di Purwodadi selain swike. Sebagai seorang muslim, ia mengaku tidak memakan swike yang berbahan kodok dan non halal. Sedang ia tidak tahu kuliner khas Grobogan selain swike. Akhirnya ia menyantap makanan yang bukan kuliner khas Purwodadi di sebuah kedai untuk konten videonya.

Swike memang kuliner khas Purwodadi yang paling populer dan hegemonik—seolah kuliner khas Purwodadi atau kuliner khas Grobogan itu hanya swike. Namun itu dulu. Sejak era media sosial, swike sudah bukan lagi menjadi satu-satunya kuliner khas Purwodadi yang populer. Kuliner khas Grobogan lainnya sudah banyak dieksplorasi dan diekspos oleh para pemengaruh asal Grobogan. 

Setidaknya ada 10 kuliner khas Grobogan yang bisa dicicipi saat berkunjung ke kota Purwodadi atau wilayah Kabupaten Grobogan lainnya. Apa saja? Simak berikut ini, ya!

Swike Ayam, salah satu swike versi halal yang berkembang sebagai hasil eksperimentasi masyarakat Grobogan/Badiatul Muchlisin Asti

1. Swike

Masakan ini tetap harus disebut ketika membincang kuliner khas Purwodadi. Karena berpuluh tahun, swike menjadi satu-satunya kuliner paling populer dan kemasyhurannya sudah diakui di pentas nasional. Perbincangan di beberapa buku yang ditulis oleh para pakar kuliner Indonesia seperti Hiang Marahimin dan mendiang Bondan Winarno, menempatkan swike sebagai kuliner khas Purwodadi.

Swike sendiri adalah masakan berbahan kodok yang berasal dari budaya kuliner Tionghoa. Swike diperkenalkan oleh warga etnis Tionghoa yang menetap di kota Purwodadi. Swike Purwodadi sudah eksis sejak tahun 1901. Meski populer, namun eksistensi swike diterima secara ‘setengah hati’ oleh masyarakat Grobogan yang mayoritas beragama Islam. Alasannya, secara teologis, kodok termasuk hewan yang diharamkan dalam fiqih Islam.

Pada perkembangannya, agar bisa diterima, masyarakat Grobogan kemudian bereksperimentasi dengan mengganti kodok yang non halal dengan protein hewani lainnya yang halal, seperti ayam dan mentok. Sehingga saat ini, di kota Purwodadi dan wilayah Grobogan lainnya, sudah jamak dijumpai menu swike ayam dan swike mentok di beberapa warung dan kedai makan. 

2. Becek

Becek adalah sup iga sapi khas Grobogan. Berkuah segar dengan cita rasa asam dan gurih karena ditaruh daun kedondong muda di dalamnya. Dulu, selain daun kedondong, becek juga diberi tambahan daun dayakan yang ketika itu banyak dijumpai di hutan pegunungan kendeng. Namun karena pohon dayakan sudah langka, maka masyarakat Grobogan saat ini hanya mengandalkan daun kedondong muda untuk mendapatkan cita rasa asam untuk kuah becek. Padahal tambahan daun dayakan konon menjadikan kuah becek menjadi lebih sedap.

Becek khas Grobogan yang orisinal menggunakan iga sapi. Namun pada perkembangannya, masyarakat bereksperimentasi membuat becek dengan berbagai protein hewani lainnya, seperti kerbau, kambing, ayam, bahkan ikan nila. Sehingga saat ini di Grobogan bisa dijumpai becek kerbau, becek kambing, becek ayam, dan becek ikan nila. Becek biasanya dihidangkan dengan nasi putih, dengan pelengkap oseng lombok hijau, kacang tolo, dan kering tempe. 

Secara historis, becek dulu merupakan hidangan yang disajikan di setiap pesta hajatan warga, terutama warga Grobogan di pedesaan. Sejak tahun 2000-an, menu becek kemudian muncul di berbagai warung makan. Sehingga tak harus menunggu ada pesta hajatan warga untuk bisa menikmati menu becek. Di hampir semua wilayah di Kabupaten Grobogan, cukup mudah mencari warung atau kedai yang menyediakan menu becek.

Garang Asem, masakan khas Purwodadi dengan ciri khas dibungkus daun pisang/Badiatul Muchlisin Asti

3. Garang Asem

Kuliner khas Purwodadi ini merupakan masakan berbahan daging ayam yang dipotong-potong, biasanya ayam kampung, yang diberi kuah dengan bumbu minimalis dengan tambahan potongan cabai, tomat hijau, dan belimbing wuluh, kemudian dibungkus—atau dalam istilah Jawa ditum—dengan daun pisang, lalu dikukus. Proses pengukusan yang lama menjadikan ayamnya empuk dan kuah garang asemnya bercita rasa gurih, segar, pedas, dan asam—karena ada tambahan potongan tomat hijau dan belimbing wuluh.

Garang asem biasa disantap dengan nasi putih. Di hampir semua wilayah di Kabupaten Grobogan dapat dijumpai warung makan yang menyediakan menu garang asem ini.

Nasi Pecel Gambringan, pecel khas Grobogan yang memiliki kaitan historis dengan Stasiun Gambringan/Badiatul Muchlisin Asti

4. Nasi Pecel Gambringan 

Disebut nasi pecel Gambringan karena dulu lokus penjualan nasi pecel ini adalah di Stasiun Gambringan yang berada di Dusun Pucang Kidul, Desa Tambirejo, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan. Dulu, sekira tahun 1940-an, ada puluhan warga Desa Tambirejo yang menjadi penjual nasi pecel di Stasiun Gambringan. Sehingga kuliner ini kemudian populer dengan nama sega pecel Gambringan.

Tak ada perbedaan signifikan dalam sajian nasi pecel Gambringan dengan pecel-pecel lainnya di berbagai daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur, kecuali secara historis, nasi pecel ini dulunya dijajakan di Stasiun Gambringan. Bila dicari perbedaannya secara spesifik, di dalam nasi pecel Gambringan lazim ada bunga turi yang dipadu dengan sayuran lainnya. 

Sambal pecelnya juga khas dengan cita rasa otentik yang memadukan gula merah dan kacang tanah goreng/sangrai dalam takaran tertentu—yang konon bila takarannya tidak pas, sambalnya tidak akan bercita rasa lezat.

Sejak PT KAI mengeluarkan regulasi baru yang melarang penjual dari luar menjajakan dagangannya di dalam stasiun, menjadikan para penjual nasi pecel Gambringan mencari lokus-lokus baru sebagai tempat berjualan. Selain menyebar di beberapa wilayah di Kabupaten Grobogan, kedai atau lapak nasi pecel Gambringan kini juga banyak dijumpai di daerah lain seperti Demak dan Semarang.

Sega Pager, menu sarapan khas Grobogan yang berasal dari Kecamatan Godong/Badiatul Muchlisin Asti

5. Sega Pager

Sega Pager merupakan menu sarapan khas Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan, yang dulu hanya bisa dijumpai di tiga desa, yaitu di Desa Godong, Desa Bugel, dan Desa Ketitang. Namun sejak dihelat Festival Sega Pager pada awal Januari 2020 lalu, yang dihadiri Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, kuliner ini kemudian berkembang, ekspansif, dan banyak dijumpai di berbagai wilayah lainnya di Kabupaten Grobogan. Bahkan juga di daerah lainnya seperti di Demak dan Kudus.

Sega Pager sendiri adalah sajian nasi yang diberi urap sayuran lalu diguyur dengan sambal kacang, lalu diberi taburan uyah goreng alias serundeng asin. Dulu, kuliner ini disebut sega janganan, namun pada perkembangannya beralih nama dan lebih populer menjadi sega pager. Sega artinya nasi, pager artinya pagar. Disebut nasi pagar atau sega pager karena sayuran yang digunakan dalam menu ini dulu banyak ditemukan di pekarangan rumah, bahkan dijadikan sebagai pagar hidup.

Sebagai menu sarapan, kuliner sega pager hanya bisa dijumpai di pagi hari. Sejak jam 06.00 hingga sekitar jam 10-an. Yang menarik dalam kuliner sega pager ini adalah sebagian besar penjualnya masih bertahan dengan penyajian menggunakan pincuk dari daun pisang. Sehingga secara psikologis membangkitkan selera makan tersendiri dan terasa jauh lebih sedap.

Ayam Pencok, ayam panggang yang disajikan dengan sambal kelapa yang bermula dari menu sesaji/Badiatul Muchlisin Asti

6. Ayam Pencok atau Ayam Panggang Bledug

Ayam pencok berasal dari Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan. Disebut juga ayam panggang Bledug, karena kuliner ini dulunya memang merupakan menu sesaji di makam Mbah Ro Dukun—yang makamnya berada di kompleks objek wisata Bledug Kuwu. Dalam perkembangannya, kuliner ini kemudian beralih wahana menjadi menu konsumsi yang bisa dijumpai di rumah makan. 

Proses pembuatan ayam pencok sendiri termasuk unik. Ayam utuh yang sudah dibersihkan, dibumbui dengan bawang putih dan garam, lalu dipanggang di atas bara api. Jarak antara bara api dan ayam antara 30 hingga 40 cm, sehingga ayam tidak terkena api. Proses pemanggangannya cukup lama, sekira 3 hingga  4 jam, sehingga menghasilkan kematangan yang sempurna.

Setelah ayam matang, ayam dinikmati dengan sambal kelapa yang lazim disebut sambal pencok. Sehingga kuliner ini kemudian diberi nama ayam pencok. Cara penyajiannya, ayam disuwir-suwir lalu diurap dengan sambal kelapa, lalu disajikan dengan nasi putih dengan pelengkap lalapan berupa daun kemangi dan irisan mentimun.

7. Lempok

Kuliner ini berasal dari Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan. Lempok sebenarnya adalah lontong, namun bentuknya saja yang berbeda. Bila lontong berbentuk bulat memanjang, lempok berbentuk pipih dan dibungkus daun pisang serta dibuat berlapis 2 atau 3 atau lebih. Lempok dinikmati dengan urap sayuran atau pecel dengan bungkus daun jati. Lempok banyak dijumpai di pasar tradisional Kedungjati setiap pagi karena lazim dinikmati sebagai menu sarapan.     

8. Nasi Jagung 

Pada tahun 1970-an hingga tahun 1990-an, nasi jagung masih menjadi makanan pokok sehari-hari warga Kabupaten Grobogan, terutama yang tinggal di pedesaan. Namun saat ini, nasi jagung sudah tidak lagi menjadi makanan pokok, karena sudah berganti dengan nasi dari beras. Nasi jagung pun saat ini secara eksklusif menjadi menu di berbagai warung di Kabupaten Grobogan.

Sajian nasi jagung khas Grobogan biasanya disajikan dengan sayur dan lauk pelengkap berupa sayur lompong, sambal, dan botok. Atau dengan oseng lombok ijo dan ikan asin, pepes ikan pindang, urap sayur, dan rempeyek. Juga ada versi nasi jagung yang digoreng dengan pelengkap telur dadar dan oseng lombok ijo dan ikan asin. 

Mi Tek-tek, kuliner khas Grobogan dari Dusun Nunjungan, Desa Ketitang, Kecamatan Godong/Badiatul Muchlisin Asti

9. Mi Tek-tek

Boleh jadi mi tek-tek menjadi nama generik bagi kuliner mi yang dijajakan di malam hari dengan gerobak dorong. Namun mi tek-tek khas Grobogan ini berbeda. Mi tek-tek khas Grobogan berasal dari Dusun Nunjungan, Desa Ketitang, Kecamatan Godong. Sejak akhir dekade 1970-an hingga saat ini, terdapat ratusan warga Nunjungan yang bermata pencaharian sebagai penjual mi tek-tek  dengan lokus berjualan menyebar di berbagai daerah. Selain di wilayah Kabupaten Grobogan sendiri, banyak warga Nunjungan yang diketahui berjualan mi tek-tek di Blora, Pati, Kudus, Demak, dan Semarang.

Mi tek-tek ada dua versi: versi kuah dan versi goreng. Dalam proses pembuatannya, seluruh penjual mi tek-tek Nunjungan masih mempertahankan dengan menggunakan bara dari arang kayu. Kuah mi tek-tek bercita rasa sangat gurih, segar, dan sangat lezat. Seporsi mi tek-tek biasanya disajikan dengan 5 tusuk sate ayam. Mi tek-tek hanya bisa dijumpai di malam hari selepas maghrib hingga tengah malam.

10. Lontong Pecel Sayur

Selain berbagai kuliner yang telah disebut, di Purwodadi juga punya kuliner lontong yang khas dan tak banyak disebut meski banyak penjual dan penikmatnya, yaitu lontong pecel sayur. Lontong mungkin banyak dijumpai di berbagai daerah lain, tapi lontong khas Purwodadi disajikan dengan pecel dan sayur lodeh yang sangat gurih. Lontong pecel sayur ini banyak dijumpai di warung makan dan lapak pinggir jalan di kota Purwodadi, baik di pagi hari sebagai menu sarapan maupun malam hari.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Badiatul Muchlisin Asti Penulis lepas di media cetak dan online, menulis 60+ buku multitema, pendiri Rumah Pustaka BMA, dan penikmat (sejarah) kuliner tradisional Indonesia

Badiatul Muchlisin Asti Penulis lepas di media cetak dan online, menulis 60+ buku multitema, pendiri Rumah Pustaka BMA, dan penikmat (sejarah) kuliner tradisional Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Filosofi di Sepiring Dekke Na Niarsik dalam Adat Batak