Itinerary

Kamu Harus Tahu Ini sebelum ke TN Bromo Tengger Semeru

Millenials awal pasti seenggaknya pernah dengar film “Pasir Berbisik” atau sinetron “Camelia.” Walaupun beda banget—satu fim berat, satu sinetron percintaan—keduanya punya satu kesamaan: sama-sama pernah syuting di Lautan Pasir Bromo.

Lautan Pasir Bromo yang bentuknya mirip lokasi pendaratan Apollo 11 di bulan itu berada dalam wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) yang arealnya minta ampun luasnya, sekitar 50.276 Ha. Nggak heran kalau secara admnistratif wilayah TNBS masuk ke dalam empat kabupaten, yaitu Pasuruan, Malang, Lumajang dan Probolinggo. Selain Lautan Pasir Bromo, di TNBTS juga ada Gunung Bromo (2.392 mdpl), Gunung Batok (2.440 mdpl), Gunung Kursi (2.581 mdpl), dan Gunung Semeru (3.676 mdpl).

Warga dan wisatawan memadati kaldera kawah Bromo saat puncak perayaan Yadnya Kasada di puncak Gunung Bromo, Probolinggo, Jawa Timur, Minggu, 10 Juli 2017 via TEMPO/Aris Novia Hidayat

Naik apa ke sana?

Dua gerbang TNBTS paling populer adalah Malang dan Probolinggo. Kalau mau ke Semeru, kamu mesti lewat Malang. Kalau mau ke Lautan Pasir, rute paling dekat adalah lewat Probolinggo. Kamu bisa naik apa aja ke TNBTS kecuali karpet terbang.

Dari Jakarta kamu bisa naik salah satu di antara banyak armada bis trayek Jakarta-Malang, seperti Safari Dharma Raya, Pahala Kencana, Gunung Harta, Lorena, dan Kramat Djati (selama 18 jam). Angkutan sejuta umat alias kereta api juga mampir di Malang (KA Bima, Gajayana, Matarmaja, Jayabaya, Majapahit.) Tapi kamu harus pesan jauh-jauh hari kalau nggak mau kehabisan. Lewat udara, dari Jakarta kamu bisa cari penerbangan langsung ke Malang (Bandara Abdul Rachman Saleh) atau transit Surabaya (Bandara Juanda) kemudian lanjut naik bis atau kereta api (KA Penataran atau Doho) ke Malang.

Kalau mau lewat Probolinggo, kamu bisa naik bis atau kereta api dari Surabaya. Dari Terminal Banyuangga Probolinggo, kamu harus lanjut naik angkutan umum berupa elf selama 1 – 1.5 jam lewat jalan kecil berliku nan indah untuk mencapai pintu gerbang TNBTS.


Menginap di mana?

Penginapan tersedia di beberapa desa sekitar TNBTS. Di Cemoro Lawang ada Cemara Indah Hotel (☎ 0335 541019), Hotel Bromo Permai I (☎ 0335 541049), Cafe Lava Hostel (☎ 0335 541020), dan Lava View Lodge (☎ 0335 541009). Di Ngadisari ada Yoschi’s Guest House (☎ 0335 541018), sementara di Wonotoro (3 km dari Cemoro Lawang) kamu bisa berteduh di Jiwa Jawa (Java Banana). Di Tosari, Pasuruan, ada Bromo Cottages Hotel (☎ 0343 571222).


Ngapain aja di sana?

TNBTS ibarat taman bermain yang punya banyak wahana. Tinggal pilih aja “wahana” yang paling pas buat kamu.

Melihat “sunrise” di Pananjakan

Lautan pasir berselimut kabut, Gunung Bromo dan Batok, lalu Gunung Semeru di latar belakang. Foto matahari terbit di Pananjakan memang sudah berbedar di mana-mana. Tapi jangan jadiin itu alasan bagimu buat nggak nyobain langsung melihat sunrise di Pananjakan.

Naik jip atau naik kuda menyusuri “Pasir Berbisik”

Kalau betismu seteguh karang, jalan kaki dari Ngadisari (pintu TNBTS) ke Gunung Bromo nggak akan jadi masalah. Tapi kalau kamu agak letoy tapi tetap ngebet mau menyusuri Lautan Pasir Bromo, mending pilih salah satu: naik jip atau naik kuda. Naik jip bakal membuatmu menjelajah lebih jauh, sementara naik kuda akan membawamu lebih dalam ke relung perenungan… dan bikin kudanya keringetan.

Mendaki Gunung Bromo

Gunung Bromo bisa didaki sampai ke bibir kawah. Berita baiknya, kamu nggak perlu repot-repot bawa keril ke atas soalnya pendakiannya paling cuma sekitar 15 menit melewati tangga beton (daripada bawa beban banyak-banyak mending simpan tenaga buat selfie). Pemandangan dari Puncak Bromo spektakuler.

taman nasional bromo tengger semeru
Ranu Kumbolo tampak dari Tanjakan CInta Gunung Semeru/Cindar Bumi

Mendaki Gunung Semeru

Gunung Semeru beda dengan Toko Gunung Agung—nggak ada eskalator. Gunung yang rupawan ini menuntut daya tahan, sebab pendakiannya biasanya memanakan waktu sekitar 3 hari 2 malam. Sebagai gunung tertinggi di Pulau Jawa, Semeru kurang pas buat pendakian perdana. Pastikan dulu kamu sudah biasa nanjak sebelum menjajal trek “Puncak Abadi Para Dewa” ini. Untuk ke base camp Gunung Semeru di Ranu Pane (Resor Ranu Pani) kamu perlu naik jip atau truk dari Tumpang di Kabupaten Malang.

Mandi-mandi di Air Terjun Madakaripura

Kamu juga bisa mampir ke Air Terjun Madakaripura di Kecamatan Lumbang, Probolinggo. Air Terjun Madakaripura istimewa karena air terjun setinggi 200 m ini adalah yang paling tinggi di Jawa. Dan mungkin salah satu yang paling dingin. Kalau nggak kuat dingin, pikir-pikir dulu sebelum shower-an di sini.

Melihat kehidupan sehari-hari masyarakat suku Tengger

Masyarakat suku Tengger di sekitar kawasan TNBTS adalah masyarakat agraris yang hidup dari bercocok tanam. Di areal TNBTS kamu bakal bisa menyaksikan kehidupan sehari-hari mereka yang beda banget dari kehidupan kamu di kota. Sebagai suku penganut Hindu, orang Tengger mengadakan ritual tahunan Kasodo di Pura Luhur Poten (di Lautan Pasir Bromo) yang diadakan pada hari ke-14 bulan Kasada dalam penanggalan Jawa Kuno.


Makan apa di sekitar Bromo-Tengger-Semeru?

Nasi aron

Nasi yang rasanya gurih ini sekarang mulai langka. Tapi kalau kamu pengen coba, main-main saja ke Desa Seruni dekat Pananjakan 2.

Sawut kabut

Bahan dasar sawut kabut adalah ubi pohon (ketela) dan hanya dihidangkan pada hajatan-hajatan tertentu saja. Kalau wetonmu pas, mungkin kamu bisa mencoba makanan ini.

Bakso, rawon, dan makanan-makanan berkuah lainnya

Karena berada di pegunungan, menu paling laris di wilayah TNBTS adalah makanan-makanan hangat yang berkuah, seperti bakso, rawon, dan lain-lain. Di sekitar Ngadisari banyak warung dan kios yang menyediakan menu-menu berkuah itu. Jangan ragu untuk menggedor warung di malam hari karena para penjualnya stand-by. Pintu ditutup cuma untuk  menahan dingin menusuk yang datang bersama kenangan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *