Menyandang predikat sebagai jalur pendakian terpanjang di Pulau Jawa, hampir 45 km lintas Baderan (Situbondo)—Bermi (Probolinggo), menjadikan Argopuro sebagai gunung favorit yang harus dikunjungi para pendaki. Pendakian Gunung Argopuro memang tidak seramai gunung-gunung lainnya, seperti Rinjani, Merbabu, atau Semeru—yang kini tutup lama karena aktivitas vulkanis. Namun, gunung ini menuntut pengelolaan fisik, mental, dan manajemen logistik yang matang karena jauhnya jarak dan durasi yang diperlukan.
Meskipun kini telah banyak pendaki yang tektok atau mendaki dalam waktu singkat, rasanya sayang jika tidak singgah lebih lama untuk menikmati kekayaan alam gunung ini. Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Hyang memberikan variasi bentang alam yang menarik, seperti hutan lumut, sabana, sungai, hingga danau. Apabila beruntung, sejumlah satwa endemik bisa menyapa pendaki saat trekking di hutan. Misalnya, burung elang, babi hutan, musang, rusa, hingga merak.
Dengan alasan pengalaman seru dan menantang, setidaknya perlu meluangkan waktu enam hari lima malam untuk menikmati Gunung Argopuro secara santai. Merasakan menginap semalam untuk masing-masing pos atau tempat camp yang disinggahi.
1) Mata Air 2 (2.165 mdpl)
Biasanya pos tanpa bangunan atau shelter tersebut jadi titik awal berkemah di hari pertama pendakian. Terutama bagi yang tidak diburu waktu atau harus ngoyo bablas ke Cikasur yang masih berjarak 4–5 jam dari pos ini. Pos Mata Air 2 bisa dicapai dengan berjalan kaki sekitar 2–2,5 jam dari Pos Mata Air 1 (1.815 mdpl) atau 4–4,5 jam dari batas makadam.
Lahan datar untuk camp memang tidak terlalu luas. Meskipun begitu, keberadaan sumber air menjadi nilai plus. Pendaki mesti harus mengerahkan sedikit tenaga untuk mengambil air yang berada di dasar lembah dengan trek yang cukup terjal. Waspada dengan kehadiran musang, yang saat-saat tertentu bisa mengambil makanan pendaki.
2) Cikasur (2.216 mdpl)
Ada tiga daya tarik utama di Cikasur Dari sisi historis, di Cikasur terdapat jejak lapangan terbang dan sejumlah bangunan terbengkalai peninggalan Belanda. Selanjutnya, jelas hamparan sabana nan luas bak permadani yang berubah warna tergantung musim; hijau saat musim hujan, menguning kering ketika kemarau. Terakhir, keberadaan Sungai Qolbu yang tertutup selada air—bagian dari cagar alam—yang sumber airnya bisa dimanfaatkan seperlunya. Jika beruntung, pendaki akan menemui kawanan merak hijau yang bermain air atau bersahutan satu sama lain.
Titik utama mendirikan tenda di Cikasur berada di sebuah area yang dinaungi pohon besar dan dikelilingi semak-semak. Lokasinya lumayan terlindungi dari terjangan badai. Cukup untuk memuat paling sedikit 5–6 tenda dome berkapasitas 3–4 orang. Pastikan logistik tersimpan aman dari potensi serangan babi hutan.
3) Cisentor (2.461 mdpl)
Tempat camp ketiga yang harus dicoba di jalur pendakian Gunung Argopuro adalah Cisentor. Sebuah pos yang khas dengan aliran sungai kecil untuk sumber air minum dan shelter berupa pondok kayu sederhana di area lembah. Lokasinya diapit bukit dan pohon-pohon cemara gunung menjulang. Lahan datar di dekat pondok tidak terlalu luas untuk mendirikan tenda. Jika sedang banyak pendaki yang berkemah, maka disarankan langsung menuju Rawa Embik yang hanya berjarak 2–2,5 jam berjalan kaki dari Cisentor.
Jarak dari Cikasur ke Cisentor sekitar 4–5 jam perjalanan dengan ritme santai. Vegetasi yang dijumpai hampir mirip dengan rute Mata Air 2 ke Cikasur. Beberapa kali keluar masuk hutan dan sabana. Pendaki harus berhati-hati dengan banyaknya tumbuhan jelatang atau jancukan yang cukup rapat ketika mendekati Cisentor.
4) Rawa Embik (2.739 mdpl)
Alternatif tempat camp jika Cisentor sudah penuh. Pos air terakhir sebelum Sabana Lonceng dan kawasan puncak. Bentuknya aliran sungai kecil yang mengalir jernih di balik pepohonan. Pendaki harus mempersiapkan stok air yang cukup dari Rawa Embik karena di Sabana Lonceng tidak ada sumber air. Tidak hanya untuk pasokan air saat berkemah di Sabana Lonceng hingga mengeksplorasi tiga puncak tertinggi, tetapi juga bekal perjalanan turun menuju Danau Taman Hidup yang sangat panjang.
Beberapa orang bilang Rawa Embik adalah pos terdingin di sepanjang jalur lintas Baderan–Bermi. Areanya sangat terbuka. Salah satu yang harus diwaspadai di tempat ini adalah keberadaan babi hutan yang cukup agresif. Terutama ketika malam datang. Logistik mesti disimpan rapat-rapat atau dicantolkan ke ranting pohon yang tinggi.
5) Sabana Lonceng (2.973 mdpl)
Sejumlah pendaki kadang hanya sekadar istirahat di Rawa Embik. Mengisi ulang persediaan air kemudian melanjutkan langkah menuju Sabana Lonceng yang berjarak sekitar 2–2,5 jam perjalanan. Sebagian lagi memilih camp di Rawa Embik, lalu menaruh tas di Sabana Lonceng untuk summit—istilah lain dari muncak.
Sabana Lonceng merupakan persimpangan jalur menuju Puncak Argopuro (3.088 mdpl) dan Puncak Arca (3.000 mdpl) yang satu punggungan, kemudian berpindah ke Puncak Rengganis (2.980 mdpl). Jarak dari Sabana Lonceng ke masing-masing puncak tidak terlalu lama, maksimal 30 menit berjalan kaki. Jika tiba di pos ini siang hari, maka lebih baik langsung naik ke Puncak Argopuro dan Arca, lalu keesokan paginya mengejar sunrise di Rengganis.
6) Danau Taman Hidup (1.965 mdpl)
Danau yang menjadi etape penutup di jalur pendakian Gunung Argopuro lintas Baderan–Bermi. Sekaligus menjadi batas kawasan suaka margasatwa dengan Perhutani. Tempat istirahat terakhir sebelum melanjutkan perjalanan turun menuju Bermi. Apabila beruntung, biasanya terdapat kawanan rusa yang sedang minum di tepi danau, tepatnya di kawasan hutan lumut di seberang tempat berkemah.
Dari Sabana Lonceng atau kawasan puncak Dataran Tinggi Hyang, jalur pendakian akan menurun tajam sampai kawasan hutan lumut. Setidaknya perlu waktu 4–5 jam menyusuri trek yang mengurut lutut. Ikon dari pos tanpa shelter ini adalah adanya dermaga kayu yang menjorok ke danau. Saat debit air meningkat, pendaki harus berhati-hati saat mengambil air di dermaga karena lapuknya kayu. Sebaliknya, ketika kemarau debit menyusut, tetapi meninggalkan jejak becek.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Seorang penulis perjalanan, pemerhati ekowisata, dan Content Strategist di TelusuRI. Penikmat kopi. Gemar mendaki gunung demi gemintang, matahari terbit dan tenggelam.