Itinerary

Siska Nurmala: Bicara tentang Gerakan “Zero Waste Adventure” dan Peran Perempuan

Kegiatan alam bebas, salah satunya mendaki gunung, emang lagi naik daun. Tapi, nggak cuma penjualan perlengkapan outdoor yang meningkat, jumlah sampah yang menumpuk di gunung juga ikut naik. Hampir sepuluh tahun belakangan, pemandangan tumpukan sampah semacam jadi hal yang lazim ditemui saat mendaki gunung. Padahal, seharusnya sampah-sampah ini dibawa kembali turun ke bawah (base camp pendakian), bukan malah ditimbun di gunung lalu dibakar.

Namanya Siska Nirmala. Sejak 2012 ia menjalani gaya hidup zero waste. Zero Waste Adventure sendiri lahir dari kegelisahan Siska melihat banyaknya sampah saat mendaki Rinjani (2010) dan Semeru (2011). Tahun 2013, ia memulai Zero Waste Adventure dengan Ekspedisi Nol Sampah, pendakian lima gunung di Indonesia tanpa menghasilkan sampah.

“Kegelisahan membawa saya berpikir cara mendaki tanpa menghasilkan sampah. Lalu tercetus untuk mendaki dengan konsep zero waste, yakni pendakian dengan tidak membawa perbekalan dan peralatan [yang] berpotensi [menghasilkan] sampah sejak awal. Alternatifnya ya membawa sayur, buah, lap sebagai pengganti tisu, hingga bahan bakar yang minim sampah,” Siska bercerita.

Ekspedisi Nol Sampah sendiri berjalan di Gunung Gede, Gunung Papandayan, Gunung Lawu, Gunung Tambora, dan Gunung Argopuro. Dari yang awalnya menjawab kegelisahan pribadi, Siska menemukan bahwa konsep ini menjadi metode efektif untuk mengampanyekan gaya hidup zero waste ke generasi muda, terutama mereka yang suka berkegiatan di alam bebas.

Sampai sekarang pun, Siska masih aktif mengampanyekan gaya hidup zero waste kepada para penggiat kegiatan petualangan. Misinya, mendobrak budaya petualangan Indonesia yang kental dengan masalah sampah menjadi budaya yang tidak menghasilkan sampah sama sekali, dan menyebarkan gaya hidup zero waste seluas-luasnya.

Tentang bagaimana lingkungan membentuk Siska menjadi seperti sekarang

“Saya percaya jalan hidup terbentuk karena puzzle-puzzle kecil yang selama ini saya temui. Saya merasa, mengampanyekan gaya hidup zero waste adalah titik temu dari semua puzzle kehidupan yang saya jalani selama ini. Ketertarikan saya terhadap isu lingkungan, aktif di organisasi pencinta alam saat kuliah, hingga pekerjaan sebagai jurnalis, berkontribusi besar pada apa yang saya kerjakan saat ini,” ungkap Siska panjang lebar.

Butet Manurung pun menjadi sosok yang menginspirasi Siska. Ia adalah seorang aktivis pendidikan dan juga lingkungan, berjuang untuk pendidikan di rimba dengan metode mendidik yang out of the box. Siska kagum terhadap cara pandang Butet terhadap lingkungan dan bagaimana ia memperjuangan kehidupan Orang Rimba.

Pendapat Siska tentang pemimpin dan pemberdayaan perempuan

Nah, saatnya ngomongin soal perempuan. Menurut Siska, perempuan harus bisa menjadi seorang pemimpin. Katanya, yang terpenting adalah bagaimana kita sebagai perempuan harus bisa mengambil peran masing-masing sesuai dengan porsinya.

“Dalam bidang apa pun perempuan adalah penggerak perubahan. Bahkan, dalam fitrahnya, perempuan memang punya peran besar untuk kehidupan—keluarga, lingkungan, kelestarian alam, bahkan dunia—yang lebih baik,” tutur Siska. “Tentunya dalam porsi yang berbeda-beda. Ada yang porsinya menjadi pemimpin/role model bagi anak-anaknya, lingkungan masyarakat, dunia pendidikan, pemerintahan, dan lain-lain,” Siska berpendapat.

Sedangkan, pemberdayaan perempuan menurutnya adalah melibatkan perempuan dalam bidang apa pun untuk tujuan kebaikan.

“Bukan hanya untuk sekadar memberikan ruang bagi perempuan untuk tampil, tapi, lebih dari itu, pemberdayaan perempuan adalah percaya bahwa perempuan adalah bagian tak terpisahkan dari kelestarian alam dan keseimbangan kehidupan,” ungkapnya.


Dalam rangka Hari Perempuan Sedunia 8 Maret 2020, TelusuRI mempersembahkan #TelusuRIHariPerempuan, sebuah kampanye untuk menceritakan perempuan-perempuan inspiratif dari berbagai bidang yang berkarya dan memberikan inspirasi bagi masyarakat.

Suka gendong ransel, suka motret, kadang nulis.

Suka gendong ransel, suka motret, kadang nulis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *