Judulnya lebay? Nggak juga, sih.

Tulisan ini melanjutkan seri sebelumnya, Selter 101: Pilihlah Selter seperti Memilih Pasangan Hidup, di mana saya mengulas bahwa tenda bisa dikatakan sebagai pasangan hidup kita, yang meneduhkan saat dibutuhkan, yang melindungi saat badai menghantam.

Tapi, selayaknya seorang belahan jiwa, kalau tenda tidak diperhatikan a.k.a tidak dirawat, ya dia akan pergi meninggalkan kita. Syukur-syukur kalau alasannya karena ada pihak ketiga—diseruduk babi hutan, tertusuk ranting pohon, dll., kita masih ada alasan untuk meninggalkan tenda tersebut. Tetapi, kalau karena kesalahan kita sendiri, sudah pasti ada penyesalan yang datangnya, tentu saja, belakangan.

Nah, sebelum penyesalan itu datang, saya ingin membagikan tips agar hubungan kamu dan tenda selalu berjalan mesra. Kenapa mesra? Ya, supaya tenda kamu bisa nge-treatment kamu dengan baik kala di gunung. Sejelek apa pun tendamu, kamu harus menerima fakta bahwa tenda itulah yang akan melindungi kamu dari angin gunung, rintik hujan, maupun terik sang surya di awang-awang.

Lalu, bagaimana caranya merawat tenda? Untuk mempermudah, saya akan bagi pembahasan menjadi dua bagian: saat mode jalan-jalan dan ketika mode rebahan. Kuy simak!


Mode jalan-jalan

Saat mengemas

Peralihan musim hujan ke musim panas tentunya akan disambut dengan gembira oleh para pendaki gunung. Bagaimana tidak, mereka akan berkesempatan menyaksikan panorama sabana hijau yang sedang beralih menjadi warna kuning kala melangkahkan kaki di setapak kecil gunung.

“Saatnya packing!” kamu berteriak senang dalam hati.

Eits! Tunggu dulu. Kamu mesti tahu dulu soal bagaimana mengemas tenda, supaya nggak terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Sebagian pendaki yang saya jumpai suka memisah bagian layer dengan frame. Bagian layer dilipat sedemikian rupa lalu dimasukkan ke dalam keril, sementara frame-nya ditaruh di samping keril. Kalau bisa, jangan. Mengapa?

Dengan memisah kedua bagian tersebut, risiko kelupaan membawa salah satunya akan semakin besar. Tak selamanya kegiatan packing dilakukan secara santai dan paripurna. Kadang kita terburu-terburu. Kalau sudah terburu-buru, apa pun bisa terjadi. Saya akui bahwa size packing memang akan jadi lebih besar. Tapi risikonya tak seberapa ketimbang jika salah satu bagian tendamu ketinggalan. Lagipula, kalau mendaki berkelompok, kamu bisa membagi beban dengan teman-temanmu. Jangan dipaksakan buat membawa semuanya.

“Ah! Gue pisahin saja mereka. Layernya taruh di tengah keril,” kamu masih ngeyel. Kalau masih ngeyel, ya terserah sampeyan.

Jaga-jaga kalau kamu lupa, tenda masuk dalam “the big three” perlengkapan alam-bebas, bersama sleeping bag dan keril. Artinya apa? Ketiga item tersebut adalah yang terberat. Dengan mengepak layer di bagian tengah atau atas keril, kamu bakal memberi beban yang lebih pada pundak, padahal beban keril semestinya terbagi antara pundak dan pinggul.

“Kalau taruh di bagian atas keril?”

Lha, nanti jadi lama ngambilnya kalau mau didirikan, kecuali keril yang punya akses memasukkan barang dari bagian depan keril. Kalau cuma bisa masukin barang dari atas, nggak lucu ‘kan kamu bongkar-bongkar keril cuma buat ambil tenda di bagian bawah? Karena itu, lebih baik layer dan frame-nya dijadikan satu; risiko ketinggalan berkurang dan kamu jadi lebih cepat mendirikan tenda.

Saat mendirikan tenda

Wah, sudah sampai Suryakencana, nih. Saatnya menanggalkan keril dan siap-siap mendirikan tenda. Tapi jangan buru-buru. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan terlebih dahulu. Pertama, kamu harus memastikan bahwa tanah tempat kamu mendirikan tenda rata, tidak ada bebatuan, akar pohon yang menonjol ke luar, atau apa pun yang berpotensi merusak bagian bawah tenda kamu.

Udah fix soal lapak? Sekarang waktunya melapisi lapak tenda dengan trash bag atau emergency blanket (yang disebut terakhir ini cuma dipakai kalau kamu bawa stok banyak). Melapisi lapak akan membuat terpal bawah tenda kamu tak menempel langsung ke tanah. Sebagaimana kita tahu, tanah itu lembap dan tendamu yang bagian bawah juga berpotensi basah. Ini bakal mempermudahmu untuk mencuci tenda pas sudah di rumah. Ada nilai plus lain dari melapisi lapakmu dengan selimut darurat, yakni nanti tenda kamu nggak bakal dingin-dingin amat karena kestabilan suhunya bakal lumayan terjaga.

Kemping/Fuji Adriza

“Sudah? Gelar, nih?”

Tunggu, tunggu! Simak dulu soal layering tenda di Selter 101: Tiada Hujan tapi Kok Rembes? Jangan lupa juga untuk membuat parit di sekitar tenda sebagai jalur ketika hujan. Terus, sedikit tips, cobalah bawa kanebo untuk mengelap titik embun di flysheet kala pagi hari. Ini efektif sekali supaya tenda kamu nggak basah saat dimasukkan kembali ke keril. Lagipula, nggak selamanya mentari pagi menyinari lokasi berkemah dan mengeringkan tenda kamu. Jangan lupa juga: nanti sebelum dimasukkan ke dalam keril, bersihkan dulu bagian dalam dengan cara memiringkan tenda agar yang kotor-kotor bisa keluar.


Mode rebahan

Setelah jalan-jalan

Sudah di rumah? Jangan dulu buru-buru rebahan sambil milih-milih foto buat diunggah di Instagram. Keluarkan dulu tenda kamu. Pisahkan pasak, frame, dan layer-nya. Tinggalkan saja dulu, angin-anginkan, nanti saja dicuci. Kamu bisa rebahan dan pilih-pilih foto keren.

“Lho, kenapa?”

Jaga-jaga kalau tendamu lembap—kemungkinan lembap, sih. Kelembapan itu bakal membuat layer berjamur dan pasak berkarat. Nanti, setelah selesai posting foto di Instagram, kamu bisa kembali lanjut membersihkan tenda. (Share sekalian di Instastory. Lumayan ‘kan buat konten?)

Saat mencuci tenda

Pertama, siapkan lapak. Cari alas buat mencuci tenda, entah terpal atau karpet yang tak terpakai. Percuma ‘kan dicuci kalau tendamu tetap saja nempel langsung ke tanah. Kotor-kotor juga bakal.

Kedua, bersihkan bagian bawah terlebih dahulu. Iya, rekan-rekan: bagian terpalnya. Biasanya bagian inilah yang paling kotor karena kontak langsung dengan tanah. Makanya, kalau kamu ikut tips yang di bagian pertama, kamu nggak bakal kesulitan untuk membersihkan. Mencucinya cukup dengan air. Gosoknya perlahan-lahan saja, jangan terlalu kencang nanti rusak.

Ketiga, bersihkan bagian layer. Caranya, dirikan tenda kamu lalu bersihkan bagian dalam terlebih dahulu. Sapu-sapu sebentar lalu pel dengan kanebo. Kalau bagian dalam sudah bersih, lanjut ke layer luar. Cukup dengan air saja, jangan pakai deterjen. Mengapa? Karena bahan kimia deterjen berpotensi merusak lapisan layer tenda, terlebih bagian seam seal-nya atau jahitannya. Kalau bagian-bagian itu rusak, siap-siap rembes pas digunakan kembali di musim penghujan. Juga, jangan disikat terlalu kencang, pelan-pelan saja seperti—ah, sudahlah….

Ketiga, kalau sudah bersih, jangan langsung dijemur di bawah sinar matahari. Dijemur langsung di bawah terik matahari berpotensi bikin layer tenda kamu rusak. Terpapar mataharinya cukup saat kemping saja. Kamu pasti nggak tega ‘kan membiarkan si dia panas-panasan?

Saat menyimpan tenda

Sebelum disimpan di singgasananya, pastikan semua bagian tenda sudah kering. Semuanya, dari mulai pasak, frame, sampai layer tenda. Jika disimpan dalam keadaan basah atau lembap, pasak dan ujung frame akan berkarat, sementara layer akan jadi sarang jamur. Pastikan tempat penyimpanannya kering, suhu ruangan. Jangan simpan di tempat yang lembap, atau tempat-tempat yang langsung bersentuhan dengan keramik rumah. Kalau perlu, kamu bisa menyediakan etalase agar tendamu, rumahmu saat di gunung, tak kusam dilapisi debu. Jangan lupa juga: sewaktu mengemas, jangan beri kompresi berlebih pada tenda.

Banyak prosedur memang dalam merawat tenda. Tapi itu semua demi umur pakai tenda itu sendiri. Apalagi kamu sudah tahu sendiri kalau tenda adalah salah satu perlengkapan alam-bebas yang mahal harganya. Sayang sekali ‘kan kalau rusak karena kesalahan perawatan. Perlakukan tenda kamu selayaknya tendamu memperlakukanmu di gunung.

Lagipula, seru bukan kalau kamu sampai mewariskan tendamu ke anak-cucu sembari cerita-cerita soal perjalanan yang kamu lakukan dengan selter itu? Eh, tapi bentar, udah ketemu sama kakek/nenek/ayah/ibu dari calon anak-cucumu itu belum?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar