Itinerary

Githa Anathasia: Memberdayakan Masyarakat Arborek untuk Pariwisata Berkelanjutan

Masih dalam rangka #TelusuRIHariPerempuan, kali ini TelusuRI ngobrol dengan seorang perempuan asli Jawa yang sekarang menetap di Arborek, Raja Ampat. Namanya Githa Anathasia. Ia adalah penggiat Kampung Wisata Arborek.

Awalnya, Githa menjadi volunteer pada program pengembangan destinasi wisata berbasis komunitas. Ia lalu memutuskan menjalankan program sendiri, mengembangkan pariwisata berkelanjutan di Arborek dan membuka Arborek Dive Shop bersama suaminya. Misinya sederhana, melakukan empowering terhadap masyarakat Arborek.

“Awalnya cuman mikir gimana caranya bisa empowering orang-orang di sini. Meski sudah jadi kawasan wisata, tapi potensinya harus terus digali. Waktu itu udah ada homestay, tapi belum yang kayak sekarang. Mereka masih kayak yang, ya ada tamu syukur, nggak juga nggak apa. Jadi semua serba apa adanya,” Gita bercerita.

Ia juga aktif sebagai CEO Kitong Bisa Learning Center Raja Ampat yang berfokus pada sustainable entrepreneurship. Di program ini, Githa mengajak masyarakat untuk tidak hanya fokus pada pendapatan, tetapi juga bisa bertanggung jawab terhadap bisnis, keluarga, dan lingkungan.

“Di Arborek Dive Shop, diving bukan sekedar diving doang,” jelas Gita. “Tapi ada edukasi-edukasi ke masyarakat misalnya kenapa kita harus melindungi pari manta dan apa alasannya. Kita juga sering kasih kelas-kelas edukasi ke masyarakat.”

Kalau dihitung-hitung, sudah sekitar 7 tahun Githa tinggal menetap di Arborek. Tentunya dampak dari program-program yang dijalankan Githa mulai memperlihatkan hasil. Dari situ, aktivitasnya mulai dapat penghargaan dari masyarakat dan orang sekitar, dan satu per satu penghargaan mulai datang. Tahun 2017, misalnya, ia mengantar dan men-support kampung Arborek jadi kampung terbersih tingkat provinsi se-Papua Barat. Katanya, “Kebayang nggak, sih, kampung kecil gini tiba-tiba menang se-provinsi pula. Gilak ‘kan?”.

Nah, yuk simak perbincangan TelusuRI dengan Githa lebih lanjut!

Jadi, Githa sudah memutuskan untuk tinggal dan membantu masyarakat Arborek?

Iya, memang pada awalnya ada yang bilang, “Ah elu tinggal di Arborek pasti gara-gara dapet duit kan?” Mungkin iya, pas baru beberapa bulan di sini. Tapi lama-lama setelah beberapa bulan, it’s not about money. Di sini, orang Jawa-nya kan sedikit, hanya ada dua orang. Nah, saya kepikiran untuk belajar banyak dari masyarakat asli supaya bisa hidup serba cukup, nggak lebih nggak kurang, jadi bener-bener cukup. Yang bikin aku senang ya bisa membantu sana sini, dan sekarang punya dive shop juga.

Salah satu program dari dive shop-ku yakni, mengajarkan bahasa Inggris kepada masyarakat, supaya ketika ada turis berkunjung, mereka sudah siap. Nggak cuman itu, ada juga training diving. Saya juga mengerjakan banyak project salah satunya dengan Kitong Bisa.

Di Kitong Bisa ini kita ada kelas satu minggu sekali dengan anak-anak. Nama kelasnya, Marine Conservation Entrepreneur. Di situ kita melatih dan empowering anak-anak masyarakat Arborek untuk jadi entrepreneur di masa depan untuk bidang kelautan dan konservasi.

Bentuk kelasnya dari kelas presentasi tentang manta yang selalu kita ulang-ulang, kita ajak mereka snorkeling untuk melihat manta, pengangkatan bintang laut berduri, kelas sampah, dan yang lainnya.

Apa, sih, makna pemberdayaan perempuan untuk Githa?

Ya bagaimana kita bisa saling support satu sama lain. Misalnya, nih, di sini ada ibu-ibu yang bikin Kapowen, tas yang mirip kayak Noken tapi dibuat dari pandan laut. Nah, kita support kasih masukan ke mereka terkait desain/modelnya sehingga ada inovasi, lalu support ke pemasarannya juga.

Apalagi di sini kan jauh dari kota, biasanya ada yang beli kalau pas ada tamu dateng aja. Nah, tapi kalau ada tamu dan mereka nggak beli, dari Arborek Dive Shop ngasih ke tamu-nya sebagai suvenir. Jadi kita tetep beli dari ibu-ibu ini, untuk kita kasih ke tamu. Jadi kayak program CSR-nya kita gitu.

Pada akhirnya, kerajinan kapowen ini tetep bisa jalan terus di sini.

Gimana pendapat Githa terkait dengan perempuan harus bisa menjadi leader?

Sangat penting untuk perempuan harus bisa menjadi seorang leader. Kalau dilihat profilnya, I am the only one di sini. Jadi pemimpin perempuan harus bisa sabar, banyak legowo, bekerja pakai hati tapi nggak boleh dibawa perasaan. Tetap disiplin, tegas, bisa ngasih contoh, dan cerewet itu juga jadi satu keharusan.

Menjadi leader nggak semata-mata hanya memimpin, menjadi leader juga harus bisa menjadi teman. Lebih banyak ngobrol supaya pekerjaan ini terorganisir dan terencana dengan baik. Sebagai leader, kita nggak bisa berada di depan mereka, tetapi harus bisa berjalan bersama-sama. Kalau mereka kerja, yang kita kerja. Kalau mereka capek, ya kita seharusnya lebih capek dari mereka. Susah senang harus bisa sama-sama.

Satu lagi, sih. Kalau perempuan menjadi leader itu harus bisa fleksibel, tapi nggak menganggap semua hal jadi gampang. Semua bisa dikerjakan, saya bisa bilang ya, tapi ada waktunya saya untuk bilang tidak.

Siapa, sih, role model kamu? Kenapa?

Perempuan yang dijadikan role model buat saya yakni Ibu Kartini dan Christina Martha Tiahahu. Kalau Christina Martha Tiahahu ‘kan memimpin perang, tapi yang perang adalah laki-laki sedangkan dia ada di garis depan. Sedangkan, Ibu Kartini, dengan kelembutan hatinya, dia bisa menjadi pelopor pendidikan dan dia seorang perempuan. Misinya sederhana: Ibu Kartini ingin perempuan nggak terbelakang secara pendidikan. Saya juga nggak pengen orang-orang yang ada di tempat saya terus terbelakang.

Pokoknya, mereka berdua itu buat saya itu “ini gue nih!”

Ada pesan untuk teman perempuan lain yang masih merasa takut untuk berkarya?

No, jangan takut untuk berkarya!

Satu, never give up. Jangan takut berkarya. Kedua, kita sebagai perempuan harus punya self confidence dalam arti … saya tau perempuan di luar sana merasa “Saya ini perempuan jadi gue harus di belakang.” Enggak. [ Dan sebenarnya] perempuan tidak harus [pula] di depan, tapi harus sejajar … Kalau punya ide, dicatet, bikin flowchart untuk gimana caranya bisa dieksekusi. Ide itu gampang, eksekusi-nya yang kadang susah. Dan kita sebagai perempuan juga harus bisa menemukan support system yang tepat untuk mencapai mimpi dan tujuan kita.


Dalam rangka Hari Perempuan Sedunia 8 Maret 2020, TelusuRI mempersembahkan #TelusuRIHariPerempuan, sebuah kampanye untuk menceritakan perempuan-perempuan inspiratif dari berbagai bidang yang berkarya dan memberikan inspirasi bagi masyarakat.

Suka gendong ransel, suka motret, kadang nulis.

Suka gendong ransel, suka motret, kadang nulis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *