Itinerary

7 Destinasi di Morotai tempat Kamu Bisa Belajar Sejarah Perang Dunia II

Morotai mungkin sekarang terkesan terpencil. Soalnya,mau ke sana saja harus naik pesawat berjam-jam atau kapal Pelni selama berhari-hari. Ongkosnya pun “alamak jang.” Tapi, waktu zaman perang dulu, Pulau ini malah dinilai strategis oleh pihak Sekutu maupun Jepang. Makanya Morotai jadi rebutan. Pertempuran Morotai (The Battle of Morotai) pun jadi salah salah satu pertempuran paling seru di Front Pasifik, yang sisa-sisanya masih bisa kamu jumpai di salah satu dari 10 Bali Baru ini.

Sebelum main ke pulau itu, coba deh simak 7 dari sekian banyak destinasi di Morotai tempat kamu bisa belajar sejarah Perang Dunia II berikut ini:

1. Bangkai pesawat Bristol Beaufort

Yang tersisa dari Bristol Beaufort via tribunnews.com

Bangkai pesawat ini dulunya adalah salah satu dari 3000 pesawat yang dikerahkan Sekutu buat menyerang pasukan Jepang di Filipina. Pesawat pengebom yang dilengkapi torpedo ini bermesin dua, memerlukan empat orang awak, dan bisa terbang dengan kecepatan sampai 400 km/jam. Bangkai pesawat ini sekarang tergeletak di dasar laut, pada kedalaman sekitar 40 meter di perairan sebelah selatan Pulau Morotai.

2. Pulau Zum Zum

Pulau Zum-Zum via travel.kompas.com

Jenderal Douglas MacArthur dulu menjadikan pulau ini sebagai pusat komando dan pertahanan. Di pulau yang cuma terpaut sekitar 15 menit perjalanan laut dari Pelabuhan Morotai ini juga ada gua-gua yang dibangun oleh tentara Jepang sebagai basis pertahanan. Ada pula hutan bakau yang dulunya juga jadi lokasi persembunyian alami saat perang berkecamuk.

3. Patung Jenderal Douglas MacArthur

Monumen MacArthur di Pulau Morotai

Monumen MacArthur Morotai via lifestyle.okezone.com

Di Pulau Zum Zum yang letaknya nggak seberapa jauh dari Daruba ini juga dibangun sebuah monumen perang, yakni patung Jenderal Douglas MacArthur, pimpinan tentara AS yang tersohor karena mengeluarkan kalimat legendaris “I shall return” (gue bakal balik, coy!) yang diucapkannya sebelum melarikan diri ke Australia.

4. Pemandian Air Kaca di Morotai

Air Kaca via lifestyle.okezone.com

Objek wisata ini jadi saksi bisu yang menyimpan cerita-cerita kecil Perang Dunia II. Walaupun sekarang sudah nggak terlalu jernih—banyak nyamuk pula—telaga kecil yang merupakan bagian dari sungai bawah tanah di sebuah mulut gua di Desa Wamama ini dulunya jadi tempat mandi atau bersantai tentara Sekutu di tengah-tengah kecamuk Perang Dunia II.

5. Tank amfibi di Desa Gotalamo

Tank amfibi di Gotalamo via kabarin.co

Di Desa Gotalamo, Morotai Selatan, ada dua tank amfibi Sekutu yang tamat riwayatnya dibom pasukan Jepang. Tapi sebelum popularitas atraksi wisata ini bisa terangkat, nasib sebagian besar puing-puing tank amfibi bersejarah ini sudah harus berakhir lebih dulu di tangan pengepul besi.

6. Monumen Trikora (Tri Komando Rakyat)

Monumen Trikora via travel.kompas.com

Selepas Perang Dunia II, tepatnya 1961, Lapangan Terbang Morotai kembali jadi pangkalan militer. Kali ini pulau kecil ini jadi basis buat misi pembebasan Irian Barat (Operasi Trikora) yang saat itu masih dikuasai oleh Belanda. Monumen ini diresmikan di masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yakni 2012 saat Sail Morotai.

7. Museum Perang Dunia II

Pulau Morotai

Museum Perang Dunia II Morotai via travel.tribunnews.com

Di Desa Wamama yang bisa ditempuh selama sekitar 10 menit dari pusat kota menggunakan kendaraan pribadi, ada Museum Perang Dunia II. Dulunya museum ini cuma gubuk sederhana tempat Muhlis Eso dan kawan-kawannya mengumpulkan benda-benda peninggalan Perang Dunia II. Tapi sekarang kondisi museum ini sudah jauh lebih baik.

Gimana? Seru, ‘kan? Pulang dari sini kamu bakal jadi sejarawan amatir spesialis Perang Pasifik, deh.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.

Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *