Meskipun namanya baru beredar di semesta kopi Jakarta, Perguruan Kopi digagas oleh orang-orang lama. Salah seorang pendirinya, Hendri Kurniawan, jauh sebelum minum kopi di kafe dianggap keren, telah lebih dulu menempuh “jalur kopi.”
Bahkan, tahun 2013 ia dinobatkan sebagai orang Asia Tenggara pertama yang jadi salah satu World Barista Championship Technical Judges, yakni juri teknik yang menilai pengetahuan barista tentang kopi, termasuk alasan memilih kopi dan rasanya, cara kerja barista, dan penyajiannya.
Sekarang, Hendri adalah World Coffee Event Certified Judge untuk World Barista Championship, World Coffee in Good Spirits Championship, World Brewers Cup, serta Authorised Specialty Coffee Association of Europe Trainer yang berwenang memberikan sertifikat pada barista.
Dimulai dari “ABCD School of Coffee” di Pasar Santa
Setahun sebelum menjadi salah seorang World Barista Championship Technical Judges, Hendri dan rekannya, Ve Handojo, mendirikan “ABCD School of Coffee” di Pasar Santa, Jakarta Selatan. Itu adalah sekolah kopi pertama di Indonesia. Hendri merasa bahwa sebuah fondasi kultur kopi yang kuat sangat diperlukan agar kopi tidak sekadar jadi tren.
Karena itulah penikmati kopi perlu diedukasi. Mereka mesti diberikan pemahaman bahwa kopi bukan hanya sekadar pengobat rasa kantuk, tapi juga sebuah produk kuliner yang mempunyai beragam rasa, dan bahwa varian rasa kopi tercipta dari sebuah proses yang panjang, dipengaruhi oleh kondisi tanah, proses menanam, hingga metode penyajian.
ABCD School of Coffee bukanlah gebrakan terakhir Hendri Kurniawan dan Ve Handojo. Di Jakarta dan Yogyakarta, mereka mendirikan Ruang Seduh. Kemudian, bersama dengan Kibar, mereka membuka Perguruan Kopi di Menara by Kibar. Perguruan Kopi yang terletak di lantai 2 itu seolah menjadi puzzle pelengkap event space yang ada di lantai itu.
Karena terletak dekat event space yang tak henti-henti menyelenggarakan acara, sudah tak terhitung berapa orang yang sudah mencicipi kopi racikan Perguruan Kopi. Itu juga yang membuat pelanggannya beragam, dari mulai orang-orang kreatif lingkaran Kibar sampai pejabat-pejabat tenar seperti Walikota Surabaya Tri Rismaharini dan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.
Menariknya, karena Perguruan Kopi adalah “keturunan” dari ABCD School of Coffee, ia juga mengusung konsep yang hampir sama dengan nenek-moyangnya. Demi keperluan edukasi, pelanggan Perguruan Kopi dipersilakan untuk menyeduh kopinya sendiri. Setelah menyeduh kopi sendiri, harapannya, para pelanggan jadi mengerti bahwa untuk menghasilkan rasa yang terbaik kopi harus diolah dengan perhitungan yang akurat.
Tidak menyediakan “manual brew”
Semula, karena berkiblat pada coffee shop ala Jepang, menu di Perguruan Kopi hanya tiga, yakni black coffee, white coffee, dan filter. Namun, rupanya banyak pelanggan yang mencari kopi spesifik. Maka ditawarkanlah menu yang lebih bervariasi, seperti cappuccino, espresso, coffee latte, dan lain-lain. Semuanya espresso base, yakni diolah dengan mesin espresso.
Cara penyajian seperti ini dipilih agar lebih praktis. Dengan mesin espresso, proses penyajian jadi lebih cepat. Setelah memesan kopi, pelanggan bisa segera melanjutkan pekerjaannya. Ini juga yang menjelaskan kenapa Perguruan Kopi tidak menyediakan manual brew yang lebih rumit dan memakan waktu. “Banyak yang kecewa karena [sebelumnya mereka] tahunya di sini jual kopi yang manual brew,” ungkap Dani, salah seorang barista Perguruan Kopi.
Terlepas dari bagaimana Perguruan Kopi menyajikan kopi, kafe ini berkomitmen untuk selalu memuaskan pelanggan. Caranya tentu saja dengan menghidangkan kopi terbaik.
“Pernah suatu ketika ada [se]orang [pelanggan] yang pergi ke Jepang. Muter-muter coffee shop yang ada di sana, nyari kopi yang paling enak. Balik ke Indonesia, orang ini nyari kopi yang rasanya sama enaknya dengan yang dia temui di Jepang. Dan baru ketemu pas di sini [Perguruan Kopi]. Itu suatu pengalaman yang membanggakan, karena waktu itu gue yang ngeshift (istilah keren untuk barista yang jaga),” Dani bercerita.
Setelah hampir setahun berdiri, Perguruan Kopi semakin ramai. Karena itu pula, menurut Dani, semakin banyak pula hal-hal seru yang ia ditemui. “Pengalaman seru kalau [ada] event Google, karena bule-bule biasa ngopi dua-tiga kali” jelas Dani. “Eventnya banyak, dan itu seru. Juga beda-beda, jadi gak bikin bosen,” tambah Dani yang berharap agar semakin banyak event yang digelar di Menara by Kibar. Semakin banyak event, semakin banyak pula pelanggan-pelanggan baru yang akan mencicipi kopi terbaik Perguruan Kopi.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Tentang menelusuri Indonesia, untuk bertemu dengan mereka yang tinggal di dalamnya
4 comments
Jadi kangen Menara dan kangen coklat Perguruan kopi
Mampir-mampir lagi, Kak. Kita tunggu di Menara. 🙂
Jadi kangen Menara dan Es Coklat Perguruan Kopi
[…] kebun kopi di daerah Plaga. Gimmick di ajakannya: “Perkebunan kopi ini lebih dulu ada sebelum [perkebunan kopi] di Kintamani.” Mendengar pernyataan itu tanpa pikir panjang saya sanggupi […]