Suatu hari, aku merasa jenuh hidup di indekos di tengah kesibukanku mengerjakan skripsi. Pandemi COVID-19 telah membatasi orang untuk beraktivitas luar rumah jika tidak ingin tertular. Namun, sebagian orang tidak peduli soal kasus COVID-19 karena informasi tersebut simpang siur dan menyesatkan.
Oleh karena itu, aku merasa butuh rekreasi setelah menjalani ritual rebahan yang menjemukan. Perasaan batinku tak karuan karena terpapar postingan media sosial orang yang berisi pencapaian orang lain yang membuatku tidak nyaman (insecure). Rasa sempit hati dan tidak percaya diri menyebabkan tidak bersemangat menjalani hidup.
Akhirnya pucuk dicinta, ulam pun tiba. Sebelumnya aku menghubungi Rahmat, teman kampus, untuk membujuk dia agar mau piknik. Lagipula ada masanya manusia membutuhkan jalan-jalan bersama teman dekat untuk mengisi semangat bekerja. Setelah mengalami tarik-ulur pembicaraan, akhirnya dia setuju dan berangkat pada Ahad (6 Juni 2021) pukul empat sore. Hal ini membuatku senang karena sudah waktunya aku harus menghafal rute objek wisata dan menikmati suasana alam.
Kemudian, kami memutuskan mengunjungi Obelix Hills. Lokasinya terletak di Desa Wukirharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kondisi jalan menuju ke sana sudah diaspal, tetapi harus hati-hati sebab ada jalan tanjakan dan turunan yang cukup curam. Selain itu, pastikan kendaraan kamu siap melewatinya. Waktu tempuh menuju lokasi tersebut berkisar 40-60 menit tergantung situasi lalu lintas.
Salah satu daya tarik Obelix Hills ialah berlokasi di area perbukitan cadas. Lokasi ini sangat cocok bagi wisatawan yang mau berswafoto dan foto bersama di tempat yang unik. Apalagi ketika sunset tiba, syahdu sekali suasananya. Tempat juga menyediakan kafe, tempat untuk swafoto, mushala, sajian pemusik lagu Indie, dan lain-lain.
Rute perjalanan kami ke Obelix Hills dipandu oleh Google Maps mencakup UGM—Gejayan—Ringroad Utara—Berbah—Candi Ijo—Obelix Hills. Kami merasakan suasana jalan menanjak dan menurun setelah melewati Candi Ijo. Pemukiman warga di sana pun terpencar-pencar.
Setiba di lokasi, aku terkagum-kagum melihat deretan kendaraan roda dua dan roda empat parkir. Mengapa para wisatawan rela bertamasya ke sana meskipun kondisi jalan cukupsulit dilalui. Sekilas aku memantau plat motor dan mobil dengan kode yang berbeda. Ini menandakan bahwa wisatawan Obelix Hills datang baik dari dalam maupun luar Jogja.
Berhubung pandemi COVID-19 belum usai, maka semua kawasan objek wisata wajib menaati protokol kesehatan, termasuk kawasan Obeliks Hills. Masker, jaga jarak, dan hand sanitizer menjadi himbauan umum dari setiap tempat. Sektor pariwisata menjadi sarang penyebaran virus COVID-19 karena kerumuman tumbuh di sana.
Kami berjalan ke loket untuk membeli tiket. Selain itu, kami juga mengamati pramuwisata yang selalu mengedukasi pengunjung agar menaati protokol kesehatandi sana. Berhubung masih pandemi, Rahmat memintaku membeli dua tiket masuk saja sesuai instruksi dari pramuwisata. Setelah mengantri dan menunggu lama, dua tiket masuknya akhirnya kami kantongi.
Satu lagi, harga tiket masuk Obelix Hills beragam. Untuk hari Senin-Kamis, harga tiket ini sebesar Rp15 ribu. Sedangkan Jumat-Minggu, harga tiketnya Rp20 ribu. Alasan sederhananya karena akhir pekan orang banyak berwisata ke sana dan libur kerja. Akibatnya, kawasan Obelix Hills menjadi ramai dan mungkin saja terasa kurang nyaman. Saranku untuk pembaca lainnya ialah kunjungi wisata tersebut pada hari kerja agar memperoleh kepuasan maksimal.
Benar saja, setelah memasuki area wisata, aku menyaksikan pengunjung membludak. Kendati begitu, mereka sudah mengenakan masker. Masalah klasik pemberlakuan protokol kesehatan dalam pariwisata adalah kerumunan. Selain itu, sebagian pengunjung masih keras kepala saat diberi edukasi dari pramuwisata. Semoga kita tidak seperti itu dan terus menjaga diri dan orang lain.
Setelah masuk gerbang, aku merasakan suasana keramaian pengunjung. Aku menyaksikan para pengunjung berswafoto sebelum menuju ke kafe Kopi Ponti untuk menikmati gaya hidup sebagai pecinta kafe. Sayangnya, kafe ini penuh.
Setelah kami puas menelusuri sudut titik wisata Obelix Hills, adzan Magrib berkumandang. Langit senja menghiasi keramaian tempat ini. Tanpa pikir panjang, kami bergegas menuju musala untuk melaksanakan salat Magrib. Lokasi musala ini terletak di atas bukit sehingga kami harus menaikinya dengan hati-hati. Jika terjatuh dan mengenai batu cadas pasti merepotkan.
Setelah salat Magrib, aku dan Rahmat pulang ke rumah masing-masing. Sebelumnya, kami berhenti di restoran masakan Cina daerah Janti untuk makan malam. Meskipun biayanya cukup mahal, setidaknya momen ini menjadi pengalaman berharga bagiku selama hidup merantau.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Mahasiswa UGM