Perlu strategi untuk ke Phuket Resto Dr Wahidin Sudirohusodo dekat Jalan Layang Lempuyangan, Yogyakarta. Supaya tidak terjebak lalu lintas, saya dan Nyonya ke sana lewat Kridosono, terus ke barat menuju UKDW, berhenti sebentar di lampu merah, lalu melaju beberapa puluh meter ke selatan. Phuket berada di sebelah kiri jalan.
Sebenarnya tadinya saya hendak mengajak Nyonya ke Phuket Resto di Jalan H.O.S. Cokroaminoto, dekat pertigaan mau ke Pasar Klithikan. Beberapa tahun yang lalu saya pernah ditraktir oleh seorang kawan di sana. Seingat saya tempatnya lumayan lega dan lalu lintas di sekitarnya juga tak terlalu semarak, meskipun agak jauh dari Jalan Kaliurang.
Tapi, pas di jalan tadi, saya malah jadi tertarik untuk mencoba Phuket Resto dekat Jalan Layang Lempuyangan. Soalnya, Nyonya bilang itulah Phuket yang pertama di Jogja. (Sekarang ada tiga Phuket di Jogja.) Bagaimanapun juga, yang pertama pasti akan lebih autentik.
Saat kami tiba, restoran bernuansa kuning itu lumayan sepi. Hanya beberapa meja yang terisi. Kesan veteran—sebagai Phuket pertama di Jogja—memang terasa sekali di Phuket Resto Dr Wahidin. Ornamen-ornamennya yang bernuansa Thailand tampak begitu menyatu dengan nuansa warna dinding, dengan meja makan, dengan dapur, dengan buku menu, bahkan dengan meja kasirnya.
Tak menunggu lama, pramusaji berbaju kuning mendatangi meja kami membawa dua jilid buku menu tipis yang juga bernuansa kuning.
Sebentar saja kami selesai mencatat pesanan. Nyonya penggemar sayuran, sementara saya sedang rindu makanan-makanan berkuah. Maka, kami memesan seporsi tom yam seafood, brokoli saus tiram, salad, dan pad thai seafood. Untuk pemuas dahaga, kami sama-sama memesan minuman es leci yang dicampur Kratingdaeng.
Cita rasa Thailand banget
Yang datang paling awal adalah minuman. Begitu mencicipinya, indra pengecap saya langsung terstimulasi. Rasanya segar alami, dengan sedikit sentuhan industrial dari minuman berenergi.
Lalu tom yam seafood beserta kompornya tiba, disusul oleh brokoli saus tiram, salad, sebelum diakhiri dengan pad thai seafood.
Saya ambil sendok dan garpu kemudian saya cicipi pad thai seafood ala Phuket Resto. Kecuali porsinya, pad thai ala Phuket tak jauh beda dari yang dijual di penjuru Bangkok. Rasanya gurih dan segar. Aroma dan rasa jeruk nipisnya tak berlebihan. Tingkat kelembekan mi-nya juga pas, tidak terlalu becek dan tak bikin enek. Kacang tumbuknya membuat pikiran melayang ke mana-mana.
Lalu saya ciduk tom yam dari wadahnya dan saya pindahkan ke mangkuk kecil yang sudah disediakan. Begitu saya seruput, rasa pedas, asin, dan asam berpadu dalam rongga mulut. Isian-isiannya—tahu, udang, sayuran—semakin menyemarakkan rasa tom yam, membuatnya jadi makin menggoda untuk dilahap. Saat tak sengaja menggigit cilantro alias daun ketumbar, ingatan saya jadi kembali pada waktu-waktu bertualang di negara-negara Indochina, pada kelezatan rice noodle, phở, dan bánh mì.
Brokoli saus tiramnya biasa-biasa saja, barangkali karena saya tak terlalu suka brokoli—kecuali digoreng. Tapi, salad ala Phuket begitu menggoyang lidah. Rasanya perpaduan antara rujak buah yang segar dengan lothek berbumbu tipis-tipis.
Makanan lezat memang melenakan. Begitu sadar, piring-piring di depan kami sudah licin semua. Setelah menutup santap malam dengan es leci dicampur Kratingdaeng, kami menuju kasir, menebus tagihan, lalu pulang.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Pembaca realisme magis dan catatan perjalanan.