Emas telah menjadi bagian kehidupan manusia, di dalam perangkat elektronik, media investasi, dan tidak ketinggalan pula untuk menaikkan status sosial. Sejak zaman dahulu, telah diyakini bahwa emas merupakan simbol yang menunjukkan harga diri. Alhasil banyak orang terutama kaum hawa yang menjadikan emas sebagai perhiasan.

Makna perhiasan emas bagi perempuan Madura

Bagi perempuan Madura, emas merupakan alat pesolek untuk merias diri. Mereka begitu gemar mengenakan perhiasan emas yang mencolok. Budayawan Sumenep, H. Ibnu Hajar menyatakan bahwa perempuan Madura dahulu dinilai berlebihan karena menggunakan perhiasan gelang emas di tangan dan kaki, anting, kalung, cincin, dilekatkan pada baju, serta ditancapkan pada sanggul. Namun dalam perkembangannya, saat ini, mayoritas perempuan Madura lebih memilih gelang, anting, cincin, atau kalung.

Nilai perhiasan emas ditujukan untuk meningkatkan pamor bagi penggunanya. Seperti hasil penelitian Masmadia (2018) yang mengungkapkan bahwa pemakaian perhiasan emas oleh perempuan Madura di Kota Surabaya tidak hanya bertujuan untuk supporting finansial, tetapi juga didasarkan oleh perasaan gengsi saja. Bagi kalangan ekonomi menengah ke bawah, impian mempercantik diri dengan kilauan emas bukan angan semata. Alternatifnya, bisa dengan melakukan penyepuhan emas atau biasa disebut “membuat emas KW” yang tidak sepenuhnya palsu.

Perhiasan Emas Sepuh
Perhiasan emas sepuh/Melynda Dwi

Sebagai perempuan yang berasal dari Probolinggo, saya telah merasakan akulturasi budaya Madura yang sangat kental. Seperti daerah Tapal Kuda Jawa Timur lainnya, Probolinggo memiliki keunikan adat istiadat tersendiri yang disebut sebagai budaya Pendalungan. Pada budaya Pendalungan, kebiasaan mengenakan perhiasan emas seperti perempuan Madura, juga diterapkan oleh masyarakat Tapal Kuda. Akibat tingkat perekonomian yang relatif rendah, membuat masyarakatnya mencari ‘akal’ untuk tetap eksis menggunakan perhiasan emas. Salah satunya dengan mengakali bujet dengan pembelian emas sepuhan.

Proses melapisi logam dengan emas

Pak Sutrali, Pengrajin Sepuh Emas
Pak Sutrali, pengrajin sepuh emas/Melynda Dwi

Pada tahun 2014 silam, saya berkesempatan untuk mempelajari dan melihat langsung proses pembuatan perhiasan emas sepuhan. Di Probolinggo sendiri, pengrajin penyepuh emas sangat menjamur karena permintaan konsumen yang begitu tinggi. Pak Sutrali namanya, pria paruh baya berusia 64 tahun yang telah bergelut dengan logam emas selama belasan tahun dan mempunyai gerai toko sepuh emas pribadi di Pasar Sebaung, Probolinggo. 

Pembuatan perhiasan emas sepuhan merupakan aplikasi sel elektrolisis (materi pelajaran kimia yang saya dapatkan saat duduk di bangku kelas 12 Sekolah Menengah Atas). Sesungguhnya pemanfaatan sistem penyepuhan bertujuan mencegah korosi (karat) pada logam yang dilapisi. Namun, penyepuhan ini justru diterapkan untuk ‘menutupi’ logam murah seperti tembaga, perak, ataupun besi agar terlihat mentereng layaknya emas.

Peralatan yang digunakan cukup sederhana, yaitu kompor minyak, 5 buah baterai ABC 1.5 V, kayu tempat meletakkan baterai, 2 buah kabel tembaga, sikat, buah lerak (Sapindus mukorossi), power supply, dan 3 mangkuk besi. Sementara bahan yang diperlukan ialah perhiasan dari logam lain (tembaga, perak, dan besi, kecuali baja dan stainless steel), logam emas murni (24 karat), larutan potassium, dan air bersih.

Proses pelapisan emas pada logam terbilang mudah dan tidak membutuhkan keahlian khusus. Logam (tembaga, perak, atau besi) dimasukkan ke dalam campuran air mendidih dan potassium. Tidak ketinggalan pula dengan emas 24 karat yang telah diikatkan pada kawat tembaga (kabel). Dibiarkan beberapa saat, hingga logam menguning sesuai keinginan. Pemanasan air terus berlanjut saat penyepuhan, karena bertujuan untuk mempermudah proses penempelan emas. Selanjutnya perhiasan direndam dan disikat dalam air mengandung busa yang berasal dari lerak untuk menghilangkan sisa potassium. Lalu dibilas menggunakan air bersih yang mengalir.

Saat menyepuh emas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Misalnya tangan dari pengrajin tidak boleh berkeringat dan juga disarankan untuk tidak mengonsumsi makanan yang mengandung lemak karena menyebabkan emas susah menempel pada perhiasan. Proses penyikatan dan pembersihan dari sisa potasium juga menjadi kunci keberhasilan proses penyepuhan. Sebab apabila terdapat kandungan potasium pada perhiasan, mampu mempengaruhi kualitas perhiasan emas sepuhan. Ketebalan emas pada perhiasan sepuhan berkisar antara 0,03 hingga 0,05 mm.

Dengan ketebalan emas yang sangat tipis ini, menyebabkan perhiasan emas sepuhan (gold plated) mudah terkelupas akibat goresan. Selain itu, air yang terlihat tenang, juga menjadi momok yang menakutkan bagi perhiasan emas sepuhan. Emas tipis yang menempel akan mudah luntur oleh air dan menimbulkan noda atau bercak pada perhiasan. Alhasil, seiring berjalannya waktu, estetikanya sangat dipertaruhkan dan seketika menghilang.

Harga perhiasan emas sepuhan yang dipatok sangatlah bervariasi, mulai dari puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah. Hal ini tergantung jenis logam yang digunakan, kerumitan model perhiasan, dan ketebalan emas yang menempel.Terlepas dari ‘cara kreatif’ dan beragam tujuan masyarakat Indonesia untuk menggunakan perhiasan emas sepuhan. Pehiasan emas sepuh dinilai sebagai opsi untuk terlihat berkelas dan menaikkan derajat di mata masyarakat. Sebab, selain murah dan mudah dijumpai, pemakaian perhiasan emas sepuhan menjadi wujud pelestarian tradisi terutama Suku Madura.

Referensi
Masmadia, A. S. (2018). Makna perhiasan emas bagi kalangan wanita Madura di Kota Surabaya. Jurnal S1-Sosiologi FISIP Universitas Airlangga, 1-16.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu

Tinggalkan Komentar