Membangun bersama-sama itu tidak mudah. Kita harus mengelola ego banyak orang, memiliki manajemen konflik yang baik, dan memastikan bahwa setiap anggota tim mendahulukan kepentingan bersama.
Sebagian orang barangkali sudah khatam pelajaran soal kerja keras, bahwa sukses membutuhkan proses yang panjang dan ketekunan. Namun “bab egoless” ternyata memerlukan “studi lanjutan.” Sungguh jauh berbeda rasanya ketika kita berjuang untuk kepentingan individu dan berjuang untuk kepentingan bersama.
Ngomong-ngomong soal itu, saya jadi terbawa kembali pada memori pelajaran PPKn ketika saya kelas satu SD dulu. Saya ingat betul ketika Bu Parmi, guru yang mengajar saya kala itu, menanamkan konsep untuk mendahulukan kepentingan umum di atas individu.
Bu Parmi mengajarkan kami praktik bernegara pada level yang paling sederhana. Berbaris di dalam antrean, tidak berdiri di tengah pintu kelas, patuh pada rambu lalu lintas, bertanggung jawab pada jadwal piket kelas, dll.
Intinya, Bu Parmi menanamkan pemahaman pada kami bahwa setiap orang punya kepentingan. Supaya tertib dan tidak saling egois untuk mendahulukan kepentingan masing-masing, kita harus taat aturan. Dengan begitu semua orang akan diuntungkan dan kepentingan bersama dapat dicapai.
Membangun bersama-sama itu tidak mudah
Setelah kuliah semester satu dan mengikuti program Parlemen Muda dari Indonesian Future Leader, saya mengenal praktik bernegara pada level yang lebih kompleks.
Saya mengenal kegiatan kesukarelawanan dan mulai coba-coba membuat sekolah gratis bagi anak nelayan. Sampai akhirnya saya sadar bahwa saya butuh resource berkelanjutan agar sekolah yang kami bangun tetaplah berdiri.
“Kekepoan” saya untuk menyelesaikan masalah tersebut mengantarkan pada beberapa nama yang saya ikuti di media sosial, dari mereka saya belajar konsep pemberdayaan, model bisnis, dll.
Namun ternyata hal ini lebih kompleks lagi. Selain tujuan bersama, ada faktor uang yang harus dikelola dengan baik pada level ini. Karena tidak dipungkiri bahwa uang mengandung potensi konflik yang lebih besar lagi.
Di sinilah saya sadar bahwa membangun bersama-sama itu tidak mudah. Butuh visi yang kuat dan juga kesadaran egoless yang tinggi.
Belajar pada Kawasan Wisata Imogiri
Pagi itu di Lampung saya mendengar cerita teman saya tentang Kawasan Wisata Imogiri di Bantul yang semakin berkembang. Ceritanya cukup heboh. Makanya, ketika saya ke Jogja, Imogiri jadi satu destinasi yang tak ingin saya lewatkan.
Namun sebenarnya saya masih underestimate dengan kawasan wisata itu. Ya, paling gitu-gitu aja, seramai apa, sih? Begitu pikir saya kala itu.
Sesampai di sana saya kaget. Hal pertama yang membuat saya terkejut adalah ramainya jumlah pengunjung. Luar biasa. Barangkali sama dengan atraksi-atraksi wisata legendaris lain di Jogja seperti Candi Prambanan.
Decak kagum saya bertambah ketika saya menelusuri satu per satu atraksi wisata yang ada di Kawasan Wisata Imogiri. Saya menemukan banyak spot foto yang antreannya panjang, wahana-wahana bermain, dan juga sederet gimmick lain yang menyokong “story telling” solid tempat wisata tersebut—Rumah Hobit contohnya.
Topografi seperti di Imogiri jamak ditemukan di wilayah lain di Indonesia, namun budaya kreatifnya tidak. Kekaguman saya semakin lengkap ketika teman saya bercerita bahwa kawasan wisata Imogiri itu dirintis dan dikembangkan oleh pemuda setempat. Wow! Two tumbs up!
Setelah gagal mendirikan sekolah pesisir dulu, saya beranggapan bahwa pemberdayaan adalah sebuah konsep yang utopis. Sulit mengelola banyak kepentingan; sulit mengelola uang secara bersama.
Namun persinggahan saya ke Kawasan Wisata Imogiri mematahkan semua sinisme pribadi saya terhadap pemberdayaan masyarakat. Di Imogiri, ada yang bisa mempraktikkan ajaran guru PPKn saya pada level yang lebih tinggi.
Mereka memiliki semangat bersama untuk mengembangkan kreativitas dan memecahkan masalah. Tak bisa dibantah lagi, praktik meletakkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi sekelompok anak muda di Imogiri itu sangatlah memesona!
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Founder GoGoCourse. Pemerhati manusia dan penyuka perjalanan yang sarat pembelajaran.